Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

96 - Umbul Sidomukti

Sambil menunggu kedatangan Xania di depan sekolahan, Melisa dan Candra menyantap mi kopyok yang tadi diberi Bu Nanik di dalam mobil. Ternyata di dalam plastik itu ada dua porsi mi kopyok. Melisa kira hanya satu.

Campuran mi kuning, potongan tahu, tauge, dan kuah bawang begitu menggugah selera. Cita rasanya tidak berubah meskipun sudah bertahun-tahun lamanya. Melisa sampai habis lebih dulu daripada Candra. Wadah di tangan lelaki itu masih ada isinya.

"Mas, mau dihabisin nggak?"

Candra menoleh. "Kenapa?"

"Kalau nggak habis, buat aku aja. Aku belum kenyang."

"Ya udah, aku yang makan lontongnya, ya."

Melisa mengangguk. Sendok di tangannya siap mengeruk makanan itu di wadah milik suaminya.

"Aku cari minum dulu, ya."

Melisa mengangguk lagi. Kini, wadah sterofoam pindah ke tangannya, sementara Candra keluar untuk mencari minum. Di sela-sela makan, Melisa mengecek ponsel. Pesannya dua menit yang lalu untuk Ryan belum dibalas. Bisa jadi sekarang abangnya itu sedang fokus menyetir.

Candra datang membawa dua botol air mineral. Tanpa diminta pun, Candra membukakan tutup botolnya untuk Melisa.

"Makasih!" Melisa menerima botol yang sudah dibuka tutupnya itu. Tenggorokannya seketika basah setelah airnya masuk.

Tidak lama, sebuah mobil yang Melisa kenal berhenti tepat di depan mobil yang ditumpangi. Saat itu juga, Melisa turun. Xania pun keluar digendong Ratna. 

Melisa merentangkan tangannya, ingin mengambil alih Xania. Namun, Xania justru memanggil ayahnya. 

"Ayah!"

Melisa menurunkan tangannya, lalu menoleh ke belakang. Ternyata Candra juga ikut keluar. Makanya wajah Xania langsung semringah. Makin girang saat Candra menggendongnya. 

"Sama mama, ya," kata Candra. 

Xania menggeleng. "Emoh!"

"Lho, terus gimana ayah bawa mobilnya kalau sambil gendong Xania? Mobilnya nggak jalan, dong."

Xania menatap ayahnya, selanjutnya menoleh ke arah mamanya, lalu mengulurkan tangan. "Mama."

Melisa tersenyum dan langsung mengangkat tubuh anaknya. Xania tidak berontak sama sekali. 

"Xania udah sempat tidur, kok, sebelum pergi," kata Ratna memberitahu Melisa. 

"Oke, makasih, ya, Ma." 

Kaca mobil di belakang yang dikendarai Ryan tiba-tiba terbuka, menampakkan wajah Tiara setelah itu. "Tante, aku boleh ikut di mobil Tante nggak?"

"Boleh. Sini-sini!" 

Seketika Tiara membuka pintu dan turun. Anak itu duduk di belakang bersama Melisa dan Xania. Kemudian, dua mobil itu melaju menuju Umbul Sidomukti, tempat wisata yang akan mereka kunjungi saat ini.

"Mama, aih." Xania tiba-tiba bersuara sambil memegang perutnya. Melisa pun mengecek popok pyang dikenakan Xania. Penuh. Mungkin tadi saat bersama Ratna, popok Xania masih tampak kering, makanya tidak diganti. 

"Lah, penuh. Mana masih jauh lagi." 

Candra menoleh sebentar. "Mau berhenti dulu?" 

"Coba aku lihat dulu ada pup-nya nggak." Melisa menarik kolor celana sekaligus popok bagian belakang. Bersih. Berarti hanya pipis. "Nggak usah, Yah. Biar ganti di sini aja."

"Ya udah kalau gitu aku pelan-pelan nyetirnya."

Masih dengan memegang tubuh Xania, Melisa mengambil popok bersih, tisu basah, dan lotion dari dalam tas. 

"Tiara, bisa minta tolong turunin celana Xania? Tante yang pegangin."

"Bisa, Tante."

Xania berdiri di atas kursi penumpang, dipegangi Melisa. Kemudian, Tiara menurunkan celana terlebih dahulu, baru popok yang sudah kotor. Dalam waktu singkat, popok bersih dan celana sudah berada di tempat semula. 

Melisa mendudukkan Xania di pahanya. Anak itu mulai menyantap biskuit. "Makasih, ya, Tiara. Nanti kalau punya adik, Tiara bisa bantuin."

"Tiara, kan, nggak bisa punya adik. Tiara nggak mau punya mama baru."

Melihat perubahan wajah Tiara, Melisa langsung tersadar dengan ucapannya yang baru keluar beberapa detik itu. Tidak seharusnya dia berkata seperti itu di depan Tiara. 

"Kenapa Tiara nggak mau punya mama baru?" Melisa mencoba memancing. Jangan bilang kalau di sekolah Tiara kena perundungan. 

Tiara menunduk. "Soalnya mama jahat. Tiara nggak mau punya mama." 

Jawaban Tiara sontak membuat Melisa tertegun. Kenapa di dunia ini harus ada anak yang tidak beruntung? Kenapa anak sebaik Tiara harus keluar dari perut Mutia yang menyebalkan? Kenapa pula sebelum pergi, Mutia meninggalkan jejak luka yang sangat dalam?

Dengan salah satu tangannya, Melisa mengelus punggung Tiara. "Dengerin tante, nggak semua mama di dunia itu jahat, Tiara. Contohnya nenek. Nenek baik, kan, sama Tiara? Tiara harus percaya nanti Tiara bakal punya mama yang baik, yang sayang sama Tiara."

Senyum terbit di bibir anak perempuan berambut panjang itu. "Iya, Tante. Nenek baik sama Tiara."

"Nah, itu Tiara tahu. Tiara jangan lupa berdoa, ya, biar nenek selalu dikasih kesehatan."

"Iya, Tante."

"Mamam!" Tiba-tiba saja Xania bersuara. Tangannya menyodorkan potongan biskuit ke arah Tiara. "Maem!" 

Tiara menerima makanan itu sembari tersenyum lebar. "Wah, makasih, Xania."

Di kursi kemudi, Candra turut merasakan sedih mendengar ucapan Tiara. Ya, dia tahu rasanya diperlakukan tidak adil oleh ibu sendiri. Namun, mendengar Melisa juga, hatinya ikut tenang. Memang benar, tidak semua ibu di dunia ini berlaku jahat, dan Candra melihat itu dari bagaimana Melisa memperlakukan Xania selama ini.

Mereka sampai di Umbul Sidomukti. Mobil Ryan yang lebih dulu tiba di sana. Ada sekitar lima belas menit menunggu kedatangan Melisa. Begitu sudah mengumpul, mereka lantas pergi ke loket untuk membeli tiket masuk. 

"Mama, Papa, sama Ryan cukup jalan aja. Semuanya biar saya yang nanggung," ucap Candra saat Ryan hendak mengeluarkan dompet dari saku celana. 

"Lho, kalian, kan, baru aja pindahan, baru ngadain acara juga. Nggak apa-apa Ryan juga bayar," sela Ratna. 

"Udah, Mama nggak usah khawatir. Duit Mas Candra masih banyak di bawah kasur," sahut Melisa setengah bercanda. "Lagian, kita yang ngajak, berarti kita yang keluar modal."

Ratna pun setuju. Akhirnya Candra yang masuk ke loket sembari menggendong Xania, sementara yang lain menunggu di luar. Di sana, Candra bertanya lokasi penginapan juga. Candra memesan dua kabin villa, satu untuknya, Melisa, dan Xania, satu lagi untuk Ratna, Hartanto, Ryan, dan Tiara. 

"Ayah, embek!" seru Xania, menepuk bahu ayahnya. 

Candra menatap wajah anaknya. "Mana embek?" 

"Embek!" Xania menunjuk jejeran boneka domba di dekat meja loket. Candra mengikuti petunjuk anaknya. 

"Oh, Kakak mau itu? Beli nanti, ya. Kalau beli sekarang mau ditaruh mana? Nanti kotor kalau dibawa. Beli nanti, ya." 

Xania menggeleng. "Embek, Ayah!" ucapnya dengan mata berkaca-kaca saat Candra hendak melangkah keluar. Kalau sudah begini, siapa yang tidak luluh? Candra tidak seperti Melisa yang sekali bilang tidak tetap tidak. Bonekanya benar-benar bisa dipeluk setelah dibayar. 

Melihat Xania keluar memeluk sebuah boneka, Melisa berkata, "Lho, udah beli oleh-oleh!"

"Embek, Mama!" 

"Sini taruh di tas mama biar nggak kotor."

"Emoh." Xania memeluk bonekanya erat-erat agar tidak diambil mamanya. Melisa tidak langsung memaksa. Dia biarkan dulu sampai perhatian Xania teralihkan. 

Tempat pertama yang mereka datangi ada Little Ranch. Mereka disuguhkan dengan pemandangan pegunungan dan rumput yang hijau. Beruntung cuacanya cukup cerah sehingga gunung Ungaran dan gunung Merbabu tampak. 

Mereka berpencar. Ryan, Hartanto, Ratna, dan Tiara menaiki ATV, sementara Melisa dan Candra menemani Xania yang asyik memberikan makan kelinci. Anak itu tidak takut sama sekali. Justru tertawa renyah saat wortel di tangannya habis dimakan kelinci.

"Ayah, duda!" seru Xania tiba-tiba.

Candra kebingungan. Tidak tahu kosa kata Xania. "Mana?" 

"Duda!" Xania menunjuk seekor kuda yang sedang dituntun.

"Oh, kuda. Iya, itu kuda. Mau naik?"

"Duda!" Sontak Xania menarik tangan ayahnya agar bisa dekat dengan kuda itu. Anak itu menaiki kuda bersama Candra selama sepuluh menit mengelilingi taman. 

Setelah itu, Melisa, Candra, Xania, dan Tiara pindah ke Taman Kolam Alam, sedangkan Ryan, Hartanto, dan Ratna malah pergi ke wahana flying fox setelah ditantang Ryan. Di Taman Kolam Alam, terdapat kolam renang dari mata air pegunungan asli dan tanpa kaporit. Kolamnya berbentuk lingkaran yang sekelilingnya memakai bebatuan dan terdiri tiga macam dengan kedalaman berbeda. Pemandangannya mengarah langsung ke gunung Ungaran. 

"Tiara bisa berenang nggak?" tanya Melisa pada Tiara. 

"Bisa, Tante. Dulu di rumah Tiara ikut les renang."

"Kalau gitu ikut tante ganti baju, ya."

Melisa menggandeng tangan Tiara memasuki sebuah tempat untuk ganti pakaian. Setelah itu, mereka berdua kembali ke kolam renang yang kedalamannya 1.5 meter yang tidak terlalu dipadati pengunjung. Pertama-tama Melisa memasukkan kedua kakinya, lalu baru seluruh badannya. Sementara itu, Tiara sudah berenang mengitari kolam.

"Kakak mau ikut mama?" Melisa yang masih di pinggir itu merentangkan tangannya, ingin membawa Xania berenang. Xania di gendongan Candra langsung berontak. Xania masuk kolam renang dipegangi Melisa. Kakinya langsung bergerak lincah. Anak itu sangat senang kalau bertemu air.

"Kakak suka?" 

Xania mengentakkan tangannya hingga air menciprati wajah Melisa. 

Karena sudah lama dan takutnya Xania kedinginan, Melisa kembali ke pinggir lagi. "Udah, ya. Sekarang Kakak sama ayah lagi." 

"Emoh!" Xania menolak saat Melisa menyodorkannya ke Candra. 

"Udah sore. Kolamnya mau tutup."

"Idak!"

Namun, kali ini Candra tetap mengangkat tubuh Xania. Anak itu menangis kencang dan menggeliat. Alhasil pakaian Candra ikut basah lantaran Xania tidak mau ditutupi handuk. Untungnya hanya sebentar karena setelah diganti pakaian dan diberi susu, Xania mau diam.

Karena sudah sore, mereka beralih menuju tempat penginapan. Sebelum check in, mereka mengisi perut di sebuah kafe dekat villa. Xania sepenuhnya di tangan Candra, sedangkan Melisa membantu Tiara memisahkan daging ayam dari tulangnya. Makan belum selesai, tetapi Xania sudah terlelap di pangkuan ayahnya. 

"Xania biar sama mama tidurnya," kata Ratna. "Kalian nikmati waktu berdua mumpung masih di sini." 

Melisa tersipu malu. "Mama ...." 

"Nggak usah malu-malu kucing gitu. Mama juga pernah muda." 

"Untung pisah kamar," celetuk Ryan.

Xania benar-benar tidur di kamar sebelah. Entah bagaimana Ratna mengaturnya, Melisa tidak akan mempermasalahkan. Masuk ke villa, Melisa mengistirahatkan kedua kakinya di ranjang. Seandainya bisa telentang atau telungkup, pasti sudah Melisa sudah lakukan. 

Usai memasukkan barang-barang dan mengunci pintu, Candra ikut duduk di samping Melisa. "Kamu capek?"

"Lumayan, tapi pas renang tadi, pegel-pegel aku lumayan berkurang. Mereka kayaknya juga suka, pas aku di dalam kolam mereka nendang-nendang mulu," jawab Melisa, lalu mengelus perutnya. 

Tak lama, Candra mengikuti gerakan istrinya. Dia juga mengecup perut Melisa ketika terasa gerakan dari dalam.

"Makasih, ya, Mas. Aku seneng banget diajak ke sini."

Candra mencium kening Melisa. "Sama-sama."

Tangan Melisa pindah ke leher Candra seraya menampilkan senyum terbaiknya. Untuk selanjutnya, sudah tahu apa yang terjadi. Mereka berdua benar-benar memanfaatkan waktu yang diberikan Ratna.


Halo. Aku mau ngasih tahu kalau cerita ini  ... UDAH TAMAT, Guys! Kalian bisa baca part 99 & 100 di sini: https://karyakarsa.com/pesulapcinta/hi-little-captain-bab-99-100-tamat

Yang di sini sabar, ya. Pokoknya tetep aku upload kok. Cuma mungkin agak lama. Nah, habis itu bakal ada spesial part lagi setelah ending di KK sebelum akhirnya aku nulis cerita baru 😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro