85 - Langkah Kecil
Setelah kejadian dua bulan yang lalu, Melisa benar-benar tidak mencari pengasuh baru lagi. Baginya, pengalaman kemarin dengan Desi sudah cukup menguras energi karena butuh waktu yang lama untuk mengembalikan Xania seperti sedia kala. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk membuat Xania tidak takut dengan orang lain tanpa dialihkan perhatiannya.
Memang mengurus anak tanpa pengasuh saat hamil trimester dua membutuhkan tenaga yang besar, tetapi selama ini, Melisa merasa senang. Dia justru bersyukur masih diberikan waktu yang panjang untuk Xania, sebelum nanti terbagi dengan adik-adiknya. Apalagi, Xania terpaksa kehilangan sosok ayahnya untuk sementara. Kehadiran mamanya sangat dibutuhkan.
Xania hanya rewel dua kali saat giginya tumbuh lagi dan saat batuk pilek. Sisanya anak itu berkeliaran ke sana kemari, senang main air, mampu mengingat ketika Melisa menunjukkan benda atau anggota tubuhnya, yang paling mengejutkan Xania bisa mengucapkan kata 'mama' dengan sangat lancar saat hari ulang tahunnya yang pertama.
Melisa sangat bersyukur menyaksikan pertumbuhan Xania hingga saat ini. Gadis mungil yang selama tiga tahun dia harapkan kehadirannya, dari mulai membujuk Candra sampai akhirnya berani melepaskan alat kontrasepsi tanpa sepengetahuan pria itu. Anak hasil liburannya di Bali kini tumbuh menjadi bayi cantik yang lucu dan menggemaskan.
Orang-orang mengira Xania usia satu tahun lancar jalannya duluan daripada bicaranya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Sekarang Xania bisa mengutarakan keinginannya meskipun hanya mengeluarkan satu atau dua kata. Seperti ingin susu, Xania akan berkata 'Mama, susu' atau kalau menolak sesuatu dia akan berkata 'idak' atau 'moh'. Xania juga bisa menirukan suara hewan seperti kucing dan anjing. Mampu bilang 'aduh' saat jatuh.
"Mama! Mama!"
Xania merambat, menghampiri Melisa yang duduk bersandar sambil meminum susu khusus ibu hamil. Begitu berhasil mendekat, tangan Xania berusaha menggapai gelas di tangan mamanya. Buru-buru Melisa menandaskan minumannya dan meletakkan gelas yang sudah kosong di meja sebelahnya. Meja yang lebih tinggi supaya Xania tidak bisa meraih gelasnya.
"Ini susu punya adik, Sayang."
"Adik!"
"Iya. Susu Xania nanti, ya, Mama buatin dulu."
"Adik! Adik!"
Melisa yang tahu maksudnya langsung mengangkat Xania agar duduk sejajar dengannya. Selanjutnya, tanpa diminta Xania memeluk perut besar mamanya. Tangan mungilnya mengusap lembut, lalu tak lama dibalas tendangan dari dalam. Bukannya takut, Xania justru cekikikan. Dia tidak beranjak sedikit pun dari perut mamanya.
Sementara itu, Melisa hanya bisa meringis saat tendangan bayinya lebih kuat, juga merasakan tekanan dari kepala Xania. Ini belum seberapa. Kalau malam, Melisa sampai tidak bisa tidur karena bayi kembarnya saling bekerja sama untuk aktif di waktu tersebut. Belum lagi ditambah Xania yang terbangun gara-gara popoknya basah.
"Main sama adiknya udah dulu, ya. Xania mau susu nggak?"
"Au!" seru Xania yang sudah duduk tegak lagi setelah mendengar kata 'susu'.
"Oke, kalau gitu Kakak tunggu di sini, ya. Mama buatin susunya."
"Akak." Xania menunjuk dirinya sendiri.
"Iya. Ini Kakak. Kakak tunggu di sini, ya. Mama bikin susu sekali, ya. Xania boleh minta susu lagi kalau mau bobo. Oke?"
"Idak."
"Kok nggak? Xania, kan, tadi pagi udah minum susu, sekarang minum susu, berarti boleh minum susu lagi kalau mau bobo. Nggak apa-apa, ya?"
"Mama, susu!"
"Iya, janji sama Mama dulu kalau habis ini nggak minta susu lagi. Gimana kalau promise?"
Spontan Xania menunjukkan jari kelingkingnya. Melisa tersenyum, lalu mengaitkan jari kelingkingnya ke milik Xania. "Udah janji, ya, sama Mama. Sekarang Mama buatin susunya dulu. Xania duduk di sini."
Perlahan Melisa bangkit. Setelah berhasil berdiri tegak, dia melangkah pelan menuju dapur. Tidak perlu khawatir meninggalkan Xania di sofa. Anak itu sudah bisa naik dan turun sendiri. Lagi pula, sofanya tidak terlalu tinggi sehingga masih bisa digapai Xania.
Selesai membuatkan susu, Melisa beranjak ke ruang tengah lagi sembari membawa botol. Setibanya di tempat itu, matanya menangkap Xania yang bersandar pada sofa, lalu salah satu kakinya maju satu langkah, kaki satu lagi juga bergerak ke depan. Xania berjalan tertatih hingga tubuhnya dengan sofa berjarak agak jauh. Hanya sebentar karena setelah itu Xania terjatuh.
Melisa ingin menolongnya, tetapi Xania bangkit sendiri dan berjalan mendekati sebuah balok warna-warni. Melisa masih mencerna. Terperangah. Justru Ambar yang muncul dari arah luar itu yang heboh.
"Mbak, Xania udah bisa jalan!"
Tidak ada respons dari Melisa. Perempuan itu masih menyaksikan anaknya. Anak yang selama tiga tahun dia perjuangkan, anak yang tadinya masih di dalam perut, anak yang tadinya masih bisa dipeluk, anak yang tadinya hanya bisa merengek dan menangis ketika meminta sesuatu, sekarang anak ini memasuki fase baru di hidupnya, memulainya dengan langkah kecil.
Suara Ambar mengalihkan perhatian Xania. Anak itu sempat jatuh terduduk, tetapi tak lama dia bangkit lagi dan berjalan menghampiri Melisa sambil berkata 'mama' berkali-kali. Setelah tiba di depan mamanya, Xania berusaha menggapai botol susu di tangan Melisa.
"Mama, susu!" Xania tak sabar, apalagi sudah di depan mata. Anak itu mulai merengek minta botolnya diturunkan, menyadarkan Melisa.
"Xania kalau mau susu duduk dulu yang bener. Gimana duduknya?"
Xania menuruti perkataan mamanya. Dia balik badan sambil berpegangan pada pakaian Melisa, lalu melangkah cepat menuju sofa dan menaikinya. Melisa kembali tertegun. Xania bukan merangkak seperti biasanya. Hari ini, Xania berpindah tempat dengan kedua kakinya.
Bola mata Melisa seketika memanas dan air matanya perlahan turun. Sambil menangis, Melisa melangkah untuk memberikan botol susu ke Xania.
"Xania pinter banget. Anak mama udah bisa jalan," ucap Melisa di sela-sela isak tangisnya. Saat mengambil ponsel, Melisa baru sadar tidak merekam kejadian barusan. Ketika menghubungi suaminya pun tidak ada jawaban, Melisa baru ingat kalau Candra sedang terbang. Tidak sabar ingin membagikan momen bahagia ini, akhirnya Melisa memilih menghubungi Ratna.
"Melisa, kamu kenapa nangis? Ada yang sakit?" tanya Ratna yang terkejut mendengar tangisan Melisa.
"Ma ... Xania udah bisa jalan. Tadi dia jalan nyamperin aku, Ma. Anak aku udah gede, Ma ...."
"Xania udah bisa jalan?"
"Iya, Ma. Padahal satu tahunnya belum ada sebulan. Xania udah bisa jalan, Ma ...."
"Ya Allah, Alhamdulillah!"
Detik berikutnya, terdengar Ratna berteriak memanggil suaminya, lalu berkata cucunya sudah bisa jalan.
"Mana Xania sekarang, Nak?" Suara Hartanto muncul beberapa saat kemudian.
"Lagi minum susu, Pa. Tadi dia bisa jalan, Pa ...."
"Alhamdulillah. Papa ikut seneng dengernya. Xania akan terus tumbuh jadi anak pintar, yang selalu bikin kamu dan Candra bangga. Kamu berhenti nangisnya. Kalau Xania dengar dikiranya kamu lagi sedih."
Benar saja, tiba-tiba Xania menangis dan melepaskan botol susunya. Melisa jadi sibuk menenangkan anaknya.
"Mama nggak apa-apa, Sayang. Mama nangis karena bahagia ngeliat kamu udah bisa jalan. Kamu berhenti nangisnya, ya. Mama juga berhenti, tuh. Cup, cup!"
Setelah dielus punggungnya berkali-kali, Xania berhasil berhenti. Melisa memberikan botol susu lagi, lalu mengambil ponsel. Panggilannya masih terhubung padahal ditinggal lama.
"Halo, Ma, Pa!"
"Kamu gimana kabarnya, Mel? Sehat?" tanya Hartanto.
"Aku sehat, Ma. Adik-adiknya Xania juga sehat. Kata dokter, aku udah boleh naik pesawat. Dua hari lagi aku bakal ke Jakarta."
"Ya udah, hati-hati di sana, ya, Nak. Salam buat Candra, ya. Nanti Papa sama Mama main ke sana."
"Iya, Pa."
Xania turun lagi, meninggalkan susu yang masih tersisa di botolnya. Anak itu berjalan lagi untuk mengambil mainannya. Melisa masih tidak percaya melihat kenyataan di hadapannya sekarang. Perempuan itu penasaran dengan reaksi Candra saat melihat Xania jalan.
Aku udah upload sampai bab 92 di Karyakarsa 😍
***
Siapa yang ke sini gara-gara setelah baca Ibu Negara?
Atau justru ada yang belum baca Ibu Negara?
Pasti tahu dong gimana Melisa berjuang biar dapetin momongan, sampai harus ke Nusa Penida 🤣
Nggak kerasa ya anak hasil bercocok tanam di Nusa Penida udah bisa jalan 😭
Ceritain dong keseruannya setelah baca Ibu Negara 😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro