73 - Pengasuh Baru
Sekitar lima belas menit, Melisa memperhatikan visual seorang perempuan yang duduk di hadapannya. Perempuan itu mengenakan pakaian serba panjang. Rambutnya diikat, mungkin kalau ikat rambutnya dilepas kira-kira panjangnya sepunggung. Dari biodatanya, perempuan itu berusia 27 tahun. Belum menikah, tetapi sudah sangat berpengalaman mengurus bayi.
Setelah mengobrol panjang, Melisa dan Candra sepakat untuk mengambil pengasuh bayi sementara, mengingat mereka sebentar lagi pindah ke Jakarta. Setelah mencari dan memilih, akhirnya Melisa mantap mengambil perempuan ini.
"Terima kasih sudah datang dan menerima tawaran saya, Mbak Desi," kata Melisa.
"Maaf atas keterlambatannya, ya, Bu. Saya kemarin ada urusan keluarga."
"Nggak apa-apa, Mbak. Ngomong-ngomong panggil Mbak Mel aja. Orang-orang di sini juga panggilnya begitu."
Desi tersenyum kikuk dan mengangguk. "Iya, Mbak Mel."
"Jadi, Mbak udah mantap kerja di sini?"
"Alhamdulillah sudah mantap, Mbak. Insyaallah saya akan amanah."
Melisa mengangguk. "Saya percaya karena dari profil Mbak sudah cukup banyak pengalaman. Xania termasuk anak yang nggak susah dekat sama orang. Semoga aja kalian bisa langsung dekat."
"Anaknya sekarang lagi di mana, Mbak?"
"Lagi tidur siang. Oh, ya, Xania punya aturan yang harus dipatuhi. Bangun pagi jam enam, mandi jam tujuh, habis mandi sarapan, terus main, tidur siang pertama jam sepuluh, bangun tidur kasih snack, makan siang jam dua belas, tidur siang kedua jam dua, habis itu mandi sama main, jam enam makan malam, jam delapan harus udah tidur. Pas makan itu harus di kursi, dipangku nggak apa-apa, nggak boleh sambil digendong, diajak keluar, dikejar-kejar, apalagi sambil lihat HP. Jangan langsung minum susu habis makan. Terus yang terakhir kalau ayahnya pulang, tolong biarin Xania sama ayahnya paling nggak satu jam. Gimana? Keberatan?"
"Baik, Mbak. Kebetulan saya pernah mengurus bayi yang aturannya mirip-mirip seperti Xania. Mudah-mudahan saya bisa mematuhinya."
Melisa tersenyum cerah. "Syukurlah. Semoga kalian cepat akrab, ya. Tunggu sebentar, ya, Mbak. Saya lihat ke kamar dulu. Siapa tahu udah bangun."
Setelah mengatakan itu, Melisa beranjak menaiki tangga. Tiba di anak tangga paling atas, Melisa belok ke kiri, masuk ke kamar Xania. Dari baby crib-nya, kepala Xania terlihat. Anak itu sudah berdiri sambil berpegangan pada pagar tempat tidurnya. Melihat mamanya, Xania berteriak kencang. Melisa segera menghampiri anaknya.
"Cantik banget kamu. Bangun tidur nggak nangis."
"Abu!"
"Kita keluar, ya. Ada yang mau kenalan sama Xania."
Xania diangkat dari tempat tidurnya, kemudian keluar. Anak itu tampak senang. Mulutnya tidak berhenti mengoceh. Namun, setibanya di ruang tamu dan melihat Desi, Xania mendadak diam.
"Salim dulu sama Mbak Desi, Sayang." Melisa membimbing Xania agar mau bersalaman dengan Desi. Xania menatap wajah perempuan di hadapannya. Cukup lama sampai akhirnya Xania mau menerima uluran tangan Desi.
"Nanti Xania main terus tidur sama Mbak Desi mau, ya?"
"Mamam!"
"Sama mama juga. Tapi nanti kalau mama lagi istirahat, Xania sama Mbak Desi nggak apa-apa, ya?"
"Ya!"
"Cantik!" Melisa mencium pipi bulat anaknya. "Sekarang main dulu sama Mbak Desi, ya."
Melisa menurunkan Xania di lantai yang sudah dilapisi karpet. Tentu saja di sana di kelilingi mainan-mainan Xania. Desi duduk di samping Xania. Mulai mencoba mendekati anak itu dengan mengajaknya bermain susun balok. Tahu ada orang asing di rumahnya, Xania selalu menoleh ke arah Melisa.
"Nggak apa-apa, Nak. Main aja sama Mbak Desi. Mama juga main, nih, sama Mbak Desi." Melisa ikut duduk di bawah, juga memegang balok supaya Xania tertarik bermain.
Tidak butuh waktu lama, Xania mau menerima mainan dari Desi. Melisa hanya memperhatikan anak dan pengasuh barunya. Kadang-kadang Melisa menimpali ocehan Xania. Tidak ada drama rewel. Xania tetap main seperti biasanya meski ada orang baru.
"Sekarang waktunya mandi, yuk!" Melisa mengakhiri permainan kali ini. Sudah waktunya Xania mandi sore. "Xania mau mandi sama siapa? Sama mama atau Mbak Desi?"
Sebagai jawaban, Xania menghampiri mamanya. Melisa lantas mengangkat tubuh anaknya.
"Mbak Desi ikut ke kamar, ya. Sekalian saya tunjukin kamarnya Xania."
Desi mengangguk patuh. Dia mengekori ibu dan anak itu menaiki sebuah tangga. Sesampainya di kamar, Melisa membiarkan Desi masuk.
"Ini kamar Xania, tapi Mbak nggak tidur di sini. Mbak tidur di kamar sebelah. Nanti saya tunjukin."
"Iya, Mbak."
Mata Desi menyapu seisi ruangan berdinding putih abu-abu itu. Ada tempat tidur bayi berukuran besar yang di atasnya terdapat mainan gantung, satu buah lemari, satu sofa, dan satu kasur berukuran single, lantainya tertutup karpet. Bagian dinding tidak polos. Ada beberapa figura yang menampilkan foto-foto Xania dari bayi. Ada tiga buah pintu. Satu pintu yang barusan dilewati, satu pintu menuju kamar mandi, dan satu lagi yang tidak tahu menuju ke ruangan mana.
"Tolong siapin bajunya, ya, Mbak. Tinggal buka lemarinya terus ambil baju sama celana panjang," kata Melisa yang kini sedang melepaskan pakaian yang melekat di tubuh Xania. Sebelumnya dia sudah menyiapkan air hangat di bak mandi.
"Terus pintu yang itu ke arah mana, Mbak?" tanya Desi seraya menunjuk ke arah pintu di sebelah kiri.
"Oh, itu pintu ke kamar saya, Mbak. Jangan dibuka, ya. Kamar ini emang terhubung sama kamar saya."
"Iya, Mbak." Desi jadi paham kenapa dirinya tidak tidur di kamar ini.
Melisa lantas membawa Xania masuk ke kamar mandi. Dia berjongkok, sedangkan Xania berdiri diapit dengan kedua kaki mamanya. Melisa mulai menyirami tubuh Xania, kemudian mengoleskan shampo dan sabun, setelah itu dibilas hingga bersih. Karena sudah sore, Melisa tidak mengizinkan Xania main air bersama bebek-bebeknya.
"Udah selesai."
Melisa menyelimuti tubuh Xania dengan handuk bersih. Barulah kembali ke kamar, duduk di karpet. Melisa menyuruh Desi mengambil skincare yang biasa dipakai Xania. Anak itu sudah tidak sabar ingin merangkak, tetapi Melisa tahan karena belum menggunakan apa-apa.
"Sebentar, ya. Kamu pakai minyak telon dulu." Dengan mengerahkan tenaga, Melisa mengoleskan minyak telon. Desi turut menghadang Xania agar tidak pergi saat dipakaikan celana.
"Tunggu sebentar, Xania. Sebentar lagi selesai. Ini rambut kamu disisir dulu."
Xania tetap merangkak. Dia mengambil botol lotion, lalu dimasukkan ke mulut. Melisa menyisir rambut anaknya.
"Xania turun sama Mbak Desi, ya."
"Mamam!"
"Mama di sini dulu. Mama mau beresin barang-barang ini. Xania sama Mbak Desi, ya."
Untungnya tanpa harus dibujuk Xania mau digendong Desi. Mereka keluar lebih dulu, sementara Melisa merapikan handuk serta skincare Xania. Barulah dia pergi menyusul anaknya. Hal pertama yang Melisa lihat di anak tangga yang terakhir adalah Xania sedang dipangku Sarina. Sebuah pemandangan yang langka, jadi harus dilestarikan.
"Maaf Mbak, tadi Xania minta turun setelah lihat ibu ini," kata Desi begitu Melisa datang.
"Ini mbahnya Xania, Mbak." Melisa beralih menatap Sarina. "Mbak Lala mana, Bu?"
"Nggak tahu. Ibu bangun dia nggak ada."
"Terus Ibu keluar sendiri?"
"Iya. Ibu bosen di kamar terus."
"Untung Ibu nggak jatuh. Lain kali kalau mau keluar tunggu Mbak Lala dulu atau bisa panggil orang lain, Bu." Melisa bilang seperti ini bukan tanpa alasan. Beberapa hari yang lalu Sarina pernah mencoba pindah ke kursi roda sendiri, tapi karena tidak tahu kursi rodanya belum direm, Sarina jatuh. Untungnya waktu itu masih ada Mas Agus, dialah yang mengangkat Sarina.
"Baba!" Xania bersuara. Mengalihkan perhatian Melisa dan berhasil menghentikan Sarina yang ingin membalas ucapan menantunya.
"Seneng dipangku sama Mbah?"
Xania mendongak, menatap wajah Sarina, kemudian tertawa renyah. Sarina memegang tangan Xania yang hendak dimasukkan ke mulut, diganti dengan potongan buah apel.
"Kamu makan ini. Jangan emut jari."
Melisa sangat takjub melihat pemandangan itu. Tangannya gatal ingin mengabadikan momen ini lalu dikirim ke ponsel suaminya.
Wah, Kakak Xania udah dapet pengasuh baru dan Mbah mulai aktif momong cucu 😂😂😂
semoga Kakak Xania nggak kena sawan 😂
***
Aku mau sedikit curhat. Jadi barusan aku dapet komentar negatif di lapak ini. Orangnya udah aku blokir sih. Isi komennya kurang lebih bilang aku jarang update karena udah punya pembaca banyak. Duh, pas baca itu aku speechless, termenung dan membisu 🤣 rasa-rasanya kayak aku nggak update setahun.
Biar kita tetap saling berprasangka baik, silakan follow IG aku @pesulapcinta atau kalian mau lebih dalam lagi bisa save nomor aku 085728978020. Kalau mau masuk grup pembaca juga bisa, silakan japri aja. Aku hampir setiap hari bikin story yang menampilkan aktivitas aku di sana.
Terus buat kalian yang udah ngikutin cerita ini dari awal, pasti tahu dong pola updateku kayak gimana. Satu bab untuk wattpad, dua bab untuk karyakarsa. Tujuannya yang mau baca cepet bisa ke Karyakarsa, yang nggak punya karyakarsa bisa nunggu di wattpad. Dan alhamdulillah kalian sangat mengikuti dan makasih banyak untuk dukungannya. Pun sekarang aku tidak kelamaan updatenya. Aku belum pernah meninggalkan cerita lebih dari sebulan.
Mungkin ada yang bertanya kenapa akhirnya aku blokir orang itu, jawabannya karena bukan sekali ini dia begitu. Udah beberapa kali. Jadi kayak percuma aku menjelaskan tentang diriku kalau orang itu tidak mengerti.
Semoga kita tetap saling menguntungkan ya. Kalian dapat hikmah dari cerita yang aku tulis, aku dapat dukungan kalian. Dan hadiah untuk kalian yang selalu berprasangka baik sama aku dan menunggu Kakak Xania dan adiknya lahir, cerita ini tidak jadi tamat di bab 80. Gimana? Seneng nggak? ☺️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro