Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

69 - Melepaskan Rindu

Tiga hari dirawat, Melisa diizinkan pulang. Tentu saja perempuan itu senang sekali karena bisa bertemu dengan Xania. Makanya setelah urusan administrasi selesai, dia langsung masuk ke mobil Alphart milik Sintia yang memang bersedia mengantarkan sampai rumah.

"Kamu nggak mau jajan dulu? Kalau mau nanti mami suruh sopir berhenti."

Melisa menurunkan ponselnya usai mendengar suara Sintia. Tawaran yang menarik sebenarnya. Sejak tadi Melisa ingin makan mi gacoan di tempatnya langsung. Namun, rasa ingin pulang ke rumah jauh lebih besar daripada keinginannya itu. Lagi pula kalau sampai besok masih pengen, dia bisa minta belikan Candra.

"Nggak usah, Mi. Aku mau langsung pulang aja. Kangen sama Xania." Begitu jawaban Melisa.

"Ah, iya, pasti udah kangen banget sama anak, ya. Xania pasti bakal nempel kamu terus."

Itu masalahnya. Xania pasti akan mencari-cari susunya yang sekarang sudah kering itu. Melisa tadi mencoba memompa, tetapi hasilnya lebih sedikit dari biasanya. Tiga hari dikeluarkan seadanya, tidak sampai kosong seperti biasanya, dan sekarang tidak banyak. Melisa makin merasa kehilangan.

"Terus pengasuh buat Xania udah ketemu?" tanya Hutama yang sejak tadi juga menemani istri dan anak menantunya.

"Belum, Yah. Mas Candra masih cari."

"Kalau masih bingung, jangan sungkan hubungi Ayah atau Mami kamu, ya."

Melisa mengiakan. Ternyata masih banyak rencana yang tertunda karena dirinya masuk rumah sakit. Tentang pengasuh itu belum pernah dibicarakan lagi dengan suaminya.

Tidak tahan dengan pewangi mobil yang sedang bekerja, Melisa menutup mulut dan hidungnya dengan masker. Sebenarnya sudah lama dia merasakan hidungnya sangat sensitif terhadap berbagai macam aroma dan ternyata karena kehamilannya yang kedua. Sekarang kalau mau ke mana-mana selalu pakai masker.

Saat mobil memasuki area rumahnya, Melisa menegakkan punggungnya, memperbaiki pakaian dan rambutnya. Semakin tidak sabar melihat wajah Xania. Ketika mobil berhenti dan pintu terbuka, Melisa bergegas turun. Sintia langsung menegurnya.

"Hati-hati, Sayang."

Melisa meringis malu. "Iya, Mi."

"Mami sama Ayah mau langsung pergi, ya."

"Lho, nggak masuk dulu?"

"Maaf, ya, Nak. Soalnya kami ada acara, satu jam lagi harus sampai di sana." Kali ini Hutama yang berbicara.

"Oh, ya udah, deh, nggak apa-apa."

"Salam buat Candra sama yang lain, ya."

Setelah mobil melaju, perempuan itu melangkah pelan. Masuk melalui pintu utama. Celotehan Xania dari kejauhan terdengar. Melisa yang makin tidak sabar itu mempercepat langkahnya. Tiba di ruang tengah, Xania tampak jelas bermain puzzle bersama ayahnya.

"Xania!"

Anak itu seketika menoleh. Wajahnya tersenyum lebar dan mulai mengubah posisi. Dia merangkak cepat menghampiri mamanya setelah melempar potongan puzzle ke wajah Candra.

"Mamamam!" Xania berhasil tiba di depan Melisa. Dia lalu merambat ke kaki Melisa. Setelah berhasil berdiri, anak itu meloncat-loncat, minta digendong. Candra yang menyusul hendak mengangkat tubuh anaknya, tetapi Melisa memberi isyarat untuk jangan menganggunya.

"Sini Mama gendong!" Melisa kemudian mengangkat Xania. Anak itu kegirangan berada di gendongan mamanya. Melisa mengamati penampilan anaknya hari ini. Baju warna merah, celana warna hijau, rambutnya dikuncir dua, itupun warna karetnya berbeda, biru dan hitam, tubuhnya tercium aroma minyak telon dan lotion. Berarti Candra benar-benar memperhatikan anaknya, ya walaupun warnanya tabrakan.

"Mami sama Ayah nggak ikut masuk?" tanya Candra.

"Nggak. Katanya ada acara."

Xania berteriak, seolah-olah menyuruh ayahnya tidak mengajak mamanya bicara.

"Xania kangen nggak sama Mama?"

"Aah!" Tangan Xania melingkar di leher Melisa.

"Mama kangen banget sama Xania."

Melisa mengajak Xania duduk di karpet mainnya lagi. Namun, saat hendak diturunkan, Xania tidak mau melepaskan kalungan di leher mamanya, bahkan anak itu meliuk-liukkan badan sambil menarik baju Melisa. Sementara itu, Melisa yang tahu keinginan anaknya itu tidak juga menyingkap kain yang menutupi tubuhnya.

"Minumnya Xania sekarang ada di sini." Melisa meraih botol berisi susu, kemudian mendekatkan ujungnya ke mulut Xania. Akan tetapi, anak itu menangkis botolnya. Rengekannya mulai terdengar.

Melisa tidak tega. Ingin rasanya langsung memenuhi permintaan Xania. Namun, sia-sia perjuangannya tiga hari ini kalau sekarang lumpuh dengan rayuan anak itu.

"Xania, lihat Mama!" Melisa mengarahkan botol ke mulutnya. Dia pura-pura minum. "Enak, Nak! Xania mau coba?"

Seketika tangis anak itu berhenti dan dia mau memasukkan dot ke mulutnya meskipun hanya sebentar. Susu di dalam botol tersebut masih tersisa banyak, padahal kalau minum ASI, Xania tidak pernah meninggalkan sisa.

"Kenapa minumnya sedikit, Sayang? Xania udah kenyang?"

Xania menangis lagi seraya menarik baju mamanya. Melisa tahu Xania mau menyusui seperti biasanya, tapi anak ini belum paham kalau sekarang tidak boleh.

"Sama Ayah, yuk!" Candra ingin turun tangan, tetapi Xania menolak. Dia tidak mau melepaskan cengkeraman di pakaian Melisa.

"Ya udah, yuk, sama Mama mau ke mana."

Melisa berdiri, membawa Xania jalan-jalan ke ruangan lain. Bukannya berhenti menangis, Xania justru makin berontak.

"Xania mau apa? Coba tunjuk biar Mama tahu."

Xania lantas menunjuk layar kaca berukuran 55 inch yang dalam keadaan gelap itu. Melisa mengernyit. Siapa yang memperkenalkan TV ke anak ini?

"Xania mau nonton ini?"

"Aah!" jawab Xania seraya menepuk bahu mamanya.

Untuk menguji apakah benar itu keinginan Xania, Melisa meraih remote, lalu menyalakan layar itu. Dia kembali dibuat heran lantaran tampilan terakhirnya adalah saluran khusus anak-anak. Seingatnya, terakhir ditinggal masih tersambung dengan saluran film luar negeri.

Melisa melirik suaminya yang sejak tadi tidak membuka mulut. "Pasti ayah kamu yang ngajarin nonton beginian, ya. Kamu belum boleh nonton TV."

Mendengar ucapan mamanya, Xania menangis lagi. Melisa akhirnya menyalakan video yang judulnya Baby Shark. Seketika Xania diam. Matanya lurus menatap layar yang menampilkan laut beserta ikan dan tumbuh-tumbuhannya.

"Oke udah selesai," kata Melisa setelah lagunya berhenti. Dia langsung mematikan layar itu. Lagi-lagi Xania merengek.

"Ini Mama punya mainan baru. Xania mau coba?"

Melisa membuka stoples berisi kancing-kancing berukuran besar dengan berbagai macam warna, lalu menuangkan kancing di lantai dan menutup stoples itu. Selanjutnya, Melisa memasukkan satu kancing ke lubang di tutupnya. Melisa mengulanginya sebanyak lima kali sampai Xania tertarik mengikutinya.

"Xania coba masukin sendiri."

Melisa memegang stoples, sedangkan Xania yang memasukkan kancing ke lubang tutupnya. Begitu berhasil masuk, Melisa bertepuk tangan. Xania jadi penasaran memasukkan kancing selanjutnya.

Setelah dialihkan dengan macam-macam permainan, Xania mau menerima susu di botol. Anak itu tenang menyedot susu yang botolnya dipegang sendiri. Saat matanya tampak berat, Melisa mengeluarkan dot dari mulut Xania, lalu menepuk-nepuk pantatnya supaya terlelap.

"Biar aku yang bawa ke kamar."

Dengan hati-hati Candra mengambil Xania dari pangkuan Melisa. Xania tidak terusik sama sekali, bahkan saat dibawa naik ke kamar. Melisa tidak menyusul karena perutnya terasa kencang.

"Adik-adiknya Xania, maafin Mama, ya. Mama kangen banget sama kakak kalian. Habis ini Mama istirahat, kok," kata Melisa sembari mengelus perutnya.

Perlahan-lahan sakit yang dirasa berkurang. Melisa akhirnya bangkit dan hendak beranjak ke kamar, tetapi Candra lebih dulu muncul.

"Sekarang giliran mamanya yang istirahat. Kamu nggak boleh capek-capek dulu."

Melisa menahan senyum. "Mas nggak kangen sama aku?" tanya perempuan itu seraya mengedipkan mata.

Candra lantas menggamit tangan istrinya, membawanya duduk di sofa. Kemudian, dia peluk pinggang perempuan itu. "Aku kangen sama kamu tapi kesehatan kamu lebih penting sekarang."

"Aku bakal istirahat kalau Mas jawab pertanyaan aku. Kenapa anaknya dikenalin sama Cocomelon, Baby Shark, sama Hai Tayo?"

"Ya, habis aku bingung gimana caranya biar Xania nggak nangis lagi. Ternyata dia nangis gara-gara nggak cocok sama susunya. Tiga hari dia udah coba tiga merek susu formula. Kayaknya cocok sama yang sekarang."

"Botolnya juga baru. Itu beli juga?"

"Iya."

Melisa mengamati wajah Candra dari bawah. Tangannya tergerak mengelus rahang pria itu. "Nggak lama, kan, nonton TV-nya?"

"Cuma satu jam."

"Satu jam?" Melisa yang kaget refleks melepaskan pelukannya. "Itu lama banget buat anak seumuran Xania, Mas. Lima belas menit aja udah cukup. Takutnya kalau kelamaan, Xania nggak mau mainan yang lain, maunya nonton terus. Kan, kasian perkembangan dia terganggu."

"Iya, aku minta maaf, ya, soalnya aku cuma nggak mau  mengekang Xania."

Mendengar itu, Melisa mendadak diam. Dia ingat lemari penuh dengan pakaian Xania yang menumpuk akibat Candra yang sering beli, menuruti semua keinginan Xania. Candra lakukan semua itu untuk 'balas dendam' karena pada saat masih kecil dia tidak mendapatkan itu dari orang tuanya.

"Aku nggak larang sepenuhnya, kok. Ada batasan yang harus dipegang biar nggak kebablasan," ucap Melisa dan kembali memeluk suaminya. "Mas udah hebat kasihnya cuma satu jam. Kalau sampai lebih dari itu aku nggak tau mau ngomong apa."

"Ingetin aku kalau salah, ya."

Melisa mengangguk.

Karena banyak yang minta marriage life, aku udah punya dua ide yang mau dieksekusi. Tapi aku minta kalian pilih salah satu mana yang mau kalian baca:

A. Penghasilan istri lebih besar dari suami

B. Pasutri yang menanti momongan

Dipilih yak. Yang paling banyak itu yang bakal aku tulis.

Dedek Xania sendiri kayaknya bakal tamat di part 80 🤩

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro