Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

68 - Belajar Menerima

Di rumah sakit, Sintia tidak beranjak sedikit pun dari ruangan Melisa. Dia sigap membantu Melisa saat muntah-muntah, saat ingin ke kamar mandi, dan saat makan dan minum. Melisa merasa tidak enak mendapat perlakuan seperti itu.

"Maaf, ya, Mi. Malah jadi ngerepotin Mami."

"Mami nggak merasa begitu. Kamu nggak usah pikirin itu." Sintia tersenyum.

Melisa mengeluarkan wadah berisi hasil pompa ASI-nya dari dalam pakaian, lalu isinya dipindahkan ke sebuah wadah plastik steril. Sejak semalam Melisa merasakan payudaranya penuh dan itu sangat mengganggu tidurnya. Untungnya Sintia memberikan ide itu. Rencananya nanti akan dibawa pulang supaya bisa diminum Xania.

"Lega sekarang?" tanya Sintia yang juga membantu Melisa memasukkan plastik ASI perah ke tas pendingin.

"Sedikit, Mi. Mami bilangnya jangan sampai kosong."

"Iya. Nggak boleh sampai kosong biar produksi ASI-nya sedikit. Nanti hasil perahnya ini dicampur sama susu formula. Ini yang Mami lakukan waktu menyapih Yumna. Dulu dia belum dua tahun tapi adiknya udah muncul. Sama Dokter langsung disuruh berhenti menyusui."

Mendengar cerita Sintia, Melisa merasa tidak sendirian. Rasa bersalah karena tidak bisa menyusui Xania sampai dua tahun perlahan sirna. Ya mau bagaimanapun, takdir tidak bisa diutak-atik lagi. Melisa yakin apa yang terjadi padanya merupakan sesuatu yang baik.

Saat Sintia menyerahkan tas berisi ASI perah kepada salah satu pengawal, Melisa menyalakan ponselnya. Satu jam yang lalu dia mengirim foto tes kehamilan bergaris dua dan foto USG yang menampilkan dua janin. Melisa belum melihat reaksi keluarganya karena sibuk dengan muntah-muntah dan pompa ASI.

Bang Ryan: DEK!

Bang Ryan: JANGAN MAIN-MAIN LAH!

Bang Fyan: Serius, Nok?

Mas Ahsan: Jangan bilang kamu nggak KB, tapi Candra yang pakai pengaman, terus bocor.

Mas Ahsan: Eh, hamil. Dapet kembar pula.

Bang Ryan: YA ALLAH DEK, XANIA MASIH KECIL MASA UDAH PUNYA ADEK. MANA KEMBAR LAGI.

Mas Ahsan: Lho, kamu juga punya Melisa pas masih kecil, kan?

Bang Ryan: YA NGGAK GITU KONSEPNYA.

Papa: Abang ....

Bang Ryan: Iya, Pa. Jari gatel ngetik pakai huruf besar.

Papa: Wong adik kamu masih punya suami, reaksi kamu kayak Melisa hamil di luar negeri aja.

Bang Ryan: Kok, di luar negeri sih? Di luar nikah 🙈

Mas Ahsan: Papa bercandanya garing.

Papa: Garing itu penyanyi yang rambutnya kribo itu, kan, Mas?

Bang Ryan: Lho, Papa bisa tahu vokalis band? Sekarang udah nggak kribo lagi, Pa. Masuk politik rambutnya dipotong.

Papa: Lho, udah nggak nyanyi 'hapus aku, hapus aku'?

Bang Fyan: Pa, ini udah tahun berapa 😭

Mama: Kamu lagi di mana sekarang, Mel?

Ternyata ada lima panggilan tidak terjawab juga ada deretan pesan dari mamanya. Melisa mendadak terharu. Ratna pernah hamil kembar, sudah pasti memiliki banyak pengalaman. Karena itulah, Melisa memilih menekan ikon panggil di samping nomor mamanya. Tidak lama teleponnya diterima.

"Mel, kenapa telepon mama dari tadi nggak kamu angkat?"

"Maaf, Ma. Tadi Mel nggak bisa pegang HP gara-gara mual sama muntah."

"Terus sekarang kamu lagi di mana?"

"Di rumah sakit, Ma. Katanya aku kecapean, terus pingsan."

Melisa melihat Sintia masuk. Wanita itu tidak bicara, mengerti kalau Melisa sedang menghubungi mamanya.

"Xania sama siapa sekarang?"

"Sama Mas Candra."

"Mama ke sana aja gimana?"

Sebenarnya Melisa juga ingin mamanya ada di sini. Seandainya jarak Yogyakarta dengan Semarang hanya sejengkal, tentu Melisa tidak perlu berpikir seribu kali untuk meminta Ratna ke sini. "Nggak usah, Ma. Di sini masih banyak yang mau bantuin. Terus sebentar lagi Xania mau punya pengasuh."

"Ya udah, kamu jaga kesehatan, makan dikit-dikit, terus jangan sampai stres. Kamu nggak usah mikirin hal yang nggak perlu dipikirin."

"Tapi, Ma, aku selalu mikirin Xania. Dia harus disapih sebelum waktunya. Aku takut dia rewel."

"Mama ngerti perasaan kamu. Xania baik-baik aja, kok. Dia anak yang pintar. Dia pasti bisa belajar paham dengan situasi sekarang. Rewel itu wajar karena dia lagi beradaptasi. Tugas kamu sekarang belajar menerima. Mama tahu awalnya pasti berat, tapi kamu harus percaya ada hikmah di balik semua yang terjadi sekarang."

Melisa kemudian membayangkan suasana di rumah saat ini. Sedang apa Xania sekarang? Apa anak itu tidak menangis? Semoga saja Candra mampu menenangkan anaknya.

Sementara itu, anak yang dipikirkan mamanya sedang menonton konser tunggal ayahnya setelah mandi dan menikmati sarapan. Xania tidak henti memperhatikan Candra yang menirukan gerakan di layar. Demi Xania tidak menangis terus, Candra benar-benar melupakan jati dirinya sebagai sopir pesawat.

"The wheels on the bus go round and round, round and round, round and round. The wheels on the bus go round and round, all through the town. The doors on the bus go open and shut, open and shut, open and shut. The doors on the bus go open and shut, all through the town."

Candra melakukan gerakan sesuai dengan lirik yang diperagakan, seperti memutar tangan serta merentangkan dan menutup tangan. Xania menatap ayahnya tanpa kedip, lalu tak lama menirukan gerakan itu menggunakan tangannya. Itu dilakukan berulang-ulang.

"Sekarang ganti, ya. Udah habis lagunya." Candra mencari video lainnya di Youtube. Bertemu dengan gambar bus dengan aneka warna dan bentuk. Kemudian dia menekan tanda 'play'.

"Hai Tayo, hai Tayo, dia bus kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang. Jalan menanjak, jalan berbelok. Dia selalu berani. Meskipun gelap dia tidak sendiri. Dengan teman, tak perlu rasa takut. Hai Tayo, hai Tayo, dia bus kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang."

Xania bertepuk tangan sembari menggoyangkan tubuhnya. Dia lebih antusias ketimbang mendengar lagu Cocomelon tadi. Namun, karena sudah satu jam, Candra mengakhiri menyanyi sambil menonton itu. Tangis Xania pecah.

"Udah habis. Besok nonton lagi, ya. Kalau kelamaan terus Mama kamu tahu, nanti ayah yang diamuk."

Candra mencoba mengalihkan perhatian anaknya dengan mendudukkannya di mobil Lamborghini. Seketika tangis Xania berhenti. Anak itu mulai menunjuk ke depan. Candra yang mengerti langsung menggerakkan mobil tersebut menggunakan remote.

"Papapa!" Xania berusaha meraih kemudi di depan. Berteriak kencang saat bertemu dengan Ambar di ruang tamu. Saat mobil berhenti, Xania merambat, ingin turun sendiri. Candra mengawasi kepala anaknya supaya tidak terbentur.

"Cantik, udah bisa turun sendiri," kata Candra setelah Xania berhasil keluar dari mobil mainannya.

Xania merambat. Begitu sampai di bagian belakang, tangannya mendorong mobil itu, tetapi tidak bergerak-gerak. Mungkin karena kesal, Xania berteriak dan mulai merengek lagi.

"Ayo, pegangan sama Ayah." Candra mengulurkan tangannya. Namun, Xania justru memilih merangkak menjauhi ayah dan mainannya. Gerakan anak itu sangat cepat. Candra tidak bisa membayangkan hari-hari sebelumnya Melisa mengejar Xania.

Saat tiba di karpetnya, Xania mulai menghamburkan mainan. Anak itu mulai fokus menyusun balok, kadang keningnya berkerut lalu mulutnya menggerutu dan berakhir melempar mainan itu. Xania mencari mainan yamg disukai, tetapi kalau sudah bosan, dilempar lagi.

"Nak, kalau udah ngga mau dimainin lagi, jangan dilempar, ya. Nanti mainan Xania rusak."

Entah karena mendengar ucapan ayahnya atau ingin memainkannya lagi, Xania merangkak dan mengambil mainan yang tadi dia lempar. Candra tersenyum. Dia ingin sekali meraih tubuh mungil anaknya, menciumnya bertubi-tubi. Akan tetapi, sepertinya Xania sedang bahagia bisa pergi ke sana kemari.


Yang mau baca bab 69 & 70 duluan bisa pakai voucher ini: Bab6970. Harus gercep sebelum kehabisan yak!

•••

Mau tanya, kalau cerita ini tamat, kalian mau aku buat cerita apa lagi? Di luar Mbak Mel dan keluarganya yak. Aku mau move on sebentar 😄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro