Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

58 - Main Sama Ayah


Setelah pamit dengan Inayah, Melisa bergegas meluncur ke bandara. Di dalam mobil, Xania tertidur di carseat. Melisa juga menyempatkan diri untuk memejamkan mata juga. Begitu tiba, Melisa membopong Xania yang sudah bangun, melangkah menuju terminal kedatangan untuk menunggu Candra.

Memang bukan kali pertama, tetapi Xania tetap ceria saat melihat kerumunan di sekitar terminal. Seolah-olah tahu bahwa sebentar lagi akan bertemu dengan ayahnya. Untung Melisa memakai gendongan, jadi tangannya tidak pegal. Xania terus berontak minta diturunkan, tapi tidak mungkin karena situasi sedang ramai. Melisa lihat ada beberapa keluarga yang sepertinya sedang menunggu juga.

"Xania! Lihat di sana, siapa yang datang ...."

Melisa menunjuk ke arah depan, sosok ayah anak ini yang mendorong navigasi bag tampak dari kejauhan. Tentu saja setelah mengikuti arah mamanya, Xania kembali memberontak. Dia ingin segera bertemu ayahnya. Melisa memilih menurunkannya, membiarkan Xania menopang tubuhnya sendiri dengan kedua kakinya. Tentu dengan pengawasan ketat.

Candra yang kini mengenakan jas biru tua dengan empat garis warna kuning di bagian lengannya, serta topi pet semakin dekat, bahkan kini berlutut di depan anaknya, meraih tangan mungil Xania. Seketika anak itu tertawa renyah. Candra mengangkat anaknya tinggi-tinggi hingga Xania tertawa lepas.

"Makasih udah jemput ayah ke sini!" Candra mencium kedua pipi Xania hingga anak itu kegelian. "Ayah kangen banget sama kamu."

Melisa manyun. Kalau sedang berdua begini, Melisa benar-benar tidak terlihat. Mendadak seperti orang asing yang sedang menyaksikan keluarga lain. Melisa mencoba sabar. Sebelum ada Xania, dia sudah sering melakukan ini selama tiga tahun. Tidak ada salahnya kalau sekarang giliran perempuan lain yang menempati posisinya itu.

Bukannya Melisa harus sangat beruntung Xania mendapatkan kasih sayang lebih dari Candra? Xania tidak perlu mencari kebahagiaan di luar sana karena di rumah sudah ada Candra yang mengisinya. Yaaa, tidak masalah kalau akhirnya Melisa punya saingan di rumah.

"Xania udah makan belum?"

"Belum." Melisa yang menjawab dan saat itulah Candra baru menatap istrinya. Masih menggendong Xania, Candra menggunakan tangannya satu lagi untuk merangkul bahu Melisa, kemudian mengecup kening perempuan itu.

"Mau main dulu atau makan dulu?"

Melisa mengernyitkan dahi. "Main?"

"Iya. Aku mau ajak Xania ke playground. Jadi menurut kamu, mendingan makan dulu atau main dulu?"

Tentu saja Melisa memilih yang kedua lebih dulu. Kalau Xania main, otomatis energinya akan terkuras, lalu pada saat makan anak itu menyantap makanannya dengan lahap. Bakal habis banyak nanti. Toh, sejak sembuh dari sakitnya, Xania belum pernah main-main ke luar lagi.

Maka, mereka beranjak keluar dari bandara, menuju sebuah mall. Setibanya di sana, Candra yang sudah menanggalkan jas serta topinya itu membawa Xania ke sebuah tempat bermain. Terdapat perosotan yang di bawahnya ada bola warna-warni. Candra menaiki perosotan dan meluncur sambil memeluk Xania. Kelakuan lelaki itu sempat membuat Melisa khawatir, takut Xania terbentur. Namun, melihat Xania sangat bahagia, kekhawatiran itu menghilang. Melisa justru ikut masuk ke mandi bola-bola itu. Xania terus meluncur bersama ayahnya, kemudian melempar bola warna-warni itu. Kadang bertepuk tangan, kadang mengentak-entakkan kedua kakinya.

Puas mandi bola, Candra membawa Xania ke tempat bermain selanjutnya, yaitu menaiki mobil-mobilan. Xania tampak tenang saat mobil melaju pelan. Melisa tidak ikut naik karena hanya cukup untuk dua orang, merekam momen indah itu di kamera ponselnya. Tadi saat di dalam mandi bola, Melisa meminta tolong pada Mas Agus.

Xania yang tidak mau turun cukup merepotkan ayah dan mamanya, sampai akhirnya Candra memutuskan mencari mobil-mobilan yang bisa dibawa pulang. Xania dibelikan mobil Lamborghini kecil warna merah. Melisa makin iri dengan anaknya sendiri.

"Giliran Xania langsung dibeliin. Aku yang dari dulu minta nggak pernah dikasih." Tentu saja Melisa protes.

Candra tertawa kecil. "Kalau yang kamu minta itu mahal."

Melisa mengerucutkan bibirnya. Saat Xania lengah, Candra mengecupnya kilat, membuat Melisa terbelalak. Bisa banget mencuri kesempatan. Melisa akan balas ketika sudah di rumah nanti.

Setelah Xania mau mobil-mobilannya disimpan dulu oleh Mas Agus, Candra membawa anak dan istrinya makan di sebuah restoran. Sebelum menyantap makanannya, Melisa menyuapi Xania dulu, tetapi anak itu tidak mau. Xania ingin mengambil makanannya sendiri. Melisa kemudian membiarkan Xania makan sendiri. Melisa makan sambil sesekali memperhatikan anaknya yang mulai memasukkan mi ke mulutnya.

Xania tampak lahap menghabiskan mi campur daging ayam. Melisa bilang apa, kalau habis bermain, nafsu makan anak itu akan meningkat, minum susunya juga kuat. Lihat saja sebentar lagi Xania akan merengek minta susu.

Di highchair, Xania mulai berontak, tetapi Melisa dan Candra belum selesai makan. Melisa memberikan boneka supaya Xania diam. Namun, anak itu malah merengek sambil melambaikan tangannya, matanya tertuju pada kepala ikan di piring Candra. Melisa mengerti.

"Itu pedes, Sayang. Punya Ayah pedes," kata Melisa. Namun, Xania sepertinya tidak percaya, tangannya terus menunjuk makanan ayahnya. Candra kemudian iseng mengambil secuil daging ikan itu, dimasukkan ke mulut Xania. Pertama, Xania mengemut makanan itu, tetapi lama-lama matanya terpejam dan mulai berair. Bukannya kasihan, kedua orang tuanya justru tertawa melihat ekspresi Xania.

Melisa kemudian memberikan botol minum berisi air putih ke mulut Xania. Tangannya satu lagi mengusap cairan bening di sudut mata. "Itu namanya rasa pedes. Xania belum boleh makan itu dulu."

"Eeeh!" Xania kembali menunjuk piring ayahnya lagi.

"Nanti di rumah mama bikinin yang nggak pedes, ya. Sekarang Xania makannya cukup." Melisa membujuk anaknya. "Masa sampai makanan juga ngikut Ayah, sih."

Candra tergelak. "Kan, anak aku."

"Yang capek hamil, nahan sakit pas kontraksi, yang kasih susu siapa kalau bukan aku? Bikin anak lagi aja biar ada yang pro ke aku."

"Kalau Xania udah lima tahun."

Mata Melisa berbinar. "Awas, lho, kalo bohong! Beneran aku tagih lima tahun lagi. Eh, nggak. Xania sebentar lagi satu tahun. Berarti aku tagih empat tahun lagi."

"Iya, iya. Sekarang habisin makanannya."

Melisa menurut. Ia cepat-cepat menghabiskan makanannya.

Setelah itu, mereka bertiga bergegas pulang. Xania minum susu di botol sambil dipangku ayahnya. Lama-lama mata anak itu berat dan perlahan terlelap. Candra melepas botol susu dari mulut dan tangan anaknya. Lelaki itu juga ikutan tertidur selama perjalanan pulang.

Saat mobil berhenti di depan rumah, Melisa membangunkan suaminya. Candra terbangun dan bangkit dengan hati-hati supaya Xania tidak terusik. Xania ditidurkan di kamarnya. Setelah dipastikan semuanya aman, Candra keluar dari kamar itu, menyusul istrinya di kamar mereka.

"Kamu jadi ketemuan sama Inayah?" tanya Candra yang sudah berdiri di belakang Melisa. Tangannya melingkar di pinggang perempuan itu.

"Iya."

Melisa masih membongkar tas-tas yang dibawa suaminya, mengeluarkan pakaian kotor dari sana. Dagu Candra bertengger di bahunya.

"Mel, mumpung Xania tidur, boleh, ya? Sekalian mandi sore."

Melisa melotot. "Masih siang, Mas. Ada Ibu!"

"Kenapa? Dulu waktu masih tinggal di rumah Ibu, kita biasa aja, kan? Tadi, kan, Xania udah main sama aku, sekarang giliran kamu."

"Ya, nggak gitu juga, Mas. Ya udah, deh."

Dalam sekejap, Melisa merasakan tubuhnya melayang. Dengan cepat, Candra membawanya masuk ke kamar mandi.

Harusnya part ini kan jatahnya bareng sama part di Karyakarsa ya, biasanya kan begitu ya, cuma nggak apa-apa aku update sekarang. Tapi, maaf lho ya habis ini aku ngilang lagi biar bisa update 4 bab sekaligus.

Kalau bisa aku mau update setiap hari kayak biasanya, tapi emang waktunya beneran nggak tepat banget. Alhamdulillah, aku dapat rejeki di platform lain, sama di salah satu penerbit. Nah, kebetulan juga deadline-nya itu barengan.

Ini deadline di platform

Ini yang di penerbit


Pucing nggak? Pucing kan? 😂😂😂

Jadi begitulah lika-liku penulis 😂

Aku pokoknya mau bilang makasih banget udah sabar nungguin, udah mau semangatin, bahkan udah menyisihkan sebagian receh buat beli bab di KK. Pokoknya kalau aku belum ada notif di percakapan artinya aku masih tenggelam di Ms word 😂😂😂

Belum bisa disebut penulis professional aku soalnya belum bisa bagi waktu 😔

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro