Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

56 - Kembali Ceria

Drama mengurus Xania di rumah sakit sebentar lagi usai. Infus anak itu sudah dilepas tadi sore. Setelah jarum itu lenyap, Xania bisa bebas bergerak ke sana-sini. Candra sampai meminta satu bed yang lebih besar supaya Xania bisa bergerak bebas.

Saat orang tuanya sedang sibuk mengurus kepulangannya, Xania justru sibuk dengan mainan tombol warna-warni yang berbunyi. Kalau bosan, dia beralih menyusun puzzle, mengambil boneka beruang, dan merangkak ke segala arah. Ambar yang dititipkan amanah cukup kewalahan menjaga Xania agar tidak jatuh.

Pintu terbuka, menampakkan wajah wanita bersama kedua anak perempuannya. Siapa lagi kalau bukan Sintia, Yumna, dan Yusna.

Melihat kedatangan nenek serta dua tantenya, Xania justru merangkak menghampiri Ambar, menyembunyikan wajahnya di perut perempuan itu.

Sintia lantas mendekati ranjang. Tangannya menyentuh rambut Xania. Namun, Xania semakin menenggelamkan wajahnya. "Halo, Princess Oma yang cantik. Udah sehat, ya, Nak?"

"Xania, ikut Kakak Yumna, yuk!" Yumna merentangkan kedua tangannya. "Udah boleh digendong, kan, Mi?"

"Boleh kalau Xania mau."

Mendengar itu, Yumna tampak bersemangat. Akan tetapi, Xania tidak mau menerima uluran tangannya. Anak itu mencengkeram erat ujung kaus Ambar.

"Atau mau ikut sama Oma? Mau, dong, sama Oma." Sintia pun hendak menggendong Xania, tetapi anak itu menghindar.

"orang tuanya lagi ke mana?" tanya Sintia pada Ambar.

"Lagi ketemu dokter, Bu."

Belum ada semenit Ambar bicara, Candra dan Melisa muncul bersamaan. Keduanya terkejut melihat Sintia. Sontak mereka langsung menghampiri wanita itu untuk mencium tangannya.

"Mami? Kapan datangnya?" seru Melisa.

"Baru aja. Mami mau gendong Xania, tapi anaknya nggak mau. Tapi, nggak apa-apa. Mami seneng ngeliat Xania udah sehat kayak gini."

Melisa mendadak kikuk. Sejak Sarina tinggal di rumahnya, Sintia nyaris tidak pernah datang, padahal Melisa tidak keberatan. Mungkin Sintia ingin menjaga perasaan Sarina. Sebagai gantinya, Melisa yang mengajak Xania berkunjung ke rumah Sintia. Ya, meskipun hanya sebentar lantaran Sarina selalu cerewet kalau ditinggal lama-lama. "Nggak sama Ayah, ya, Mi?"

"Nggak. Ayah masih di Surabaya. Ada sedikit kendala di sana, jadi harus dipantau."

Melisa mengangguk. "Semoga cepet selesai, ya, Mi."

"Aamin."

Celotehan Xania terdengar lagi, tangannya kembali asyik menggenggam mainan, mengabaikan sekitar. Kalau mainannya bunyi, Xania spontan bertepuk tangan. Melihat itu, Yusna jadi punya ide. Ia ambil salah satu mainan Xania, membuat sang pemilik mengangkat kepala.

"Kak Yusna pinjem, ya."

Namun, Xania berteriak, seolah-olah meminta Yusna untuk mengembalikan mainannya. Yusna tidak langsung mengembalikan, ia bahkan sengaja menyembunyikan mainan  dengan menjatuhkannya ke lantai.

"Mana, ya, mainan Xania? Cari sama Kakak, yuk!" Yusna mulai mendekatkan tangannya ke badan Xania. Tanpa diduga, Xania mau ikut. Tentu saja Yusna kegirangan karena berhasil menggendong Xania.

"Ih, curang!" gerutu Yumna. Yusna menjulurkan lidahnya.

"Mam!" teriak Xania, menunjuk Melisa. "Mamam!"

Melisa tidak segera mengambil Xania. Sampai anak itu mulai merengek, barulah Melisa mengangkat tubuh anaknya.

"Kamu mau apa?"

Xania menyembunyikan wajahnya di antara leher sang mama. Kalau dilihat dari gerak-geriknya, Xania sudah mengantuk.

"Maaf, ya, Mi, kayaknya Xania udah ngantuk," kata Melisa.

"Nggak apa-apa, Sayang. Mami seneng banget ngeliat Xania udah sembuh. Jangan sakit lagi, ya, Cantik." Sintia mengelus tangan mungil cucunya.

"Makasih sudah datang ke sini, Mi." Giliran Candra yang bersuara. "Nanti di acara tedak siten jangan lupa datang, ya."

"Beres."

***

Keesokan harinya, Xania sudah di rumah. Anak itu mulai bergerak ke sana-sini. Demi mendukung tumbuh kembang anaknya, Candra sudah menyiapkan satu ruangan khusus untuk bermain Xania. Tanpa stop kontak di bawah karena anak itu sudah mulai senang memasukkan tangan ke lubang-lubang. Tanpa benda tajam juga supaya Xania tidak cedera.

Xania yang ceria, Melisa yang terengah-engah karena harus mengejar anak yang baru saja bisa merangkak. Paling menguras tenaga ketika ingin mengganti pakaian atau popok anak itu. Bener-bener butuh waktu dan tenaga yang ekstra. Apalagi, Xania sudah bisa menolak.

"Ini mata, ini hidung, ini pipi, ini mulut." Melisa menunjukkan anggota tubuh Xania menggunakan tangan anak itu, supaya Xania tahu di mana letaknya. "Ini tangan, ini kaki, ini perut Xania."

Xania tertawa renyah saat Melisa menggelitik perutnya.

"Jangan sakit lagi, ya, Nak. Mama takut banget pas ngeliat kamu nangis-nangis terus."

Melisa memeluk tubuh mungil Xania. Hanya sebentar lantaran anak itu memberontak ingin bergerak mengambil bola kecil. Melisa lantas menjauhkan mainan tersebut agar Xania punya usaha untuk menggapai mainannya.

Xania bergerak sampai akhirnya bisa meraih bola itu. Xania sudah bisa menggenggam mainannya sendiri, bahkan sudah bisa memindahkan dari tangan kanan ke tangan kiri.

"Xania nanti kalau udah besar, boleh jadi apa aja. Asalkan selalu di jalan yang bener. Xania nggak boleh nyerah sebelum berperang. Xania nggak boleh pasrah sebelum berjuang."

"Bababa!"

"Iya, Xania paham, kan, maksud mama? Semoga Xania selalu dilindungi sama Allah. Dikasih kesehatan dan umur yang panjang. Nanti kalau kamu udah bisa ngomong, jangan lupa doain mama sama ayah juga, ya, biar bisa nemenin kamu sampai besar nanti."

Melisa tetap memberikan kalimat-kalimat yang positif meskipun Xania belum paham. Ia ingin Xania tahu bahwa mamanya sangat sayang. Melisa tidak mau Xania jatuh ke lubang hitam. Melisa membebaskan apa pun yang nanti akan dipilih oleh anaknya.

Ponsel Melisa di dalam saku celana berdering. Melisa segera mengeluarkan benda itu. Rupanya ada panggilan video dari Ryan.

"Xania! Nengok, dong!" Suara abang kembarnya terdengar setelah video terhubung.

Spontan Xania menoleh, mencari sumber suara. Melisa kemudian menyodorkan layar ke wajah anaknya.

"Ini Om Ryan sama Om Fyan." Begitu kata Melisa.

"Ya ampun, cantik banget keponakan om. Katanya habis sakit, ya? Udah sembuh, kan, sekarang?"

"Udah, Om," jawab Melisa menirukan suara anak kecil. Xania berteriak kencang.

"Sehat terus, ya, Xania. Biar bisa ke sini lagi, main sama om."

Melisa bisa melihat kemunculan Ratna dan Hartanto di belakang Fyan. Kedua orang tuanya itu ingin ikut dalam obrolan.

"Cucu kakek udah sembuh?" Suara Hartanto terdengar.

"Udah, Kakek."

"Alhamdulillah. Sehat terus, ya."

"Tiara mana, Ma, Pa?" Jelas Melisa bertanya begitu karena Tiara tidak kelihatan sejak video ini terhubung.

"Kalau jam segini, Tiara masih sekolah," jawab Ratna.

"Oh, iya. Lancar-lancar aja, kan, Ma, sekolahnya?"

"Lancar, kok. Tiara udah bisa bahasa Jawa sedikit-sedikit, soalnya, kan, temen-temen dia ngomongnya pakai bahasa Jawa."

"Kalau Mas Ahsan gimana?"

"Sama, kok. Kerjaannya lancar."

Melisa tersenyum. "Syukur, deh."

Selanjutnya, di layar tampak keluarganya saling berebut ingin bicara dengan Xania, padahal anaknya sendiri makin asyik dengan mainannya, bahkan merangkak ke segala arah. Melisa benar-benar tidak boleh lengah.

"Udah dulu, ya. Ini Xania udah mulai nggak bisa anteng."

Ryan merengut kecewa. "Yaah, padahal masih mau ngobrol panjang. Ya udah, deh. Nanti kita ketemu langsung pas acara itu, ya, Xania."

Akhirnya bisa update ✈️✈️✈️

Hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun aku, jadi aku mau kasih voucher senilai 1740 buat 26 orang yang beruntung untuk baca part 57 & 58 di Karyakarsa. Kode vouchernya: BIRTHDAY26TH

https://karyakarsa.com/pesulapcinta/hi-little-captain-bab-57-58

***

Makasih banyak buat yang udah nungguin. Lama juga ya aku nggak update. Selain karena ada revisi di platform sebelah, aku juga sedikit writer block. Pemicunya itu setelah baca komentar pembaca di ceritaku yang lain. Ya yang dikatain emang para tokohku sih, tapi tetep aja rasanya nyesek banget. Kan katanya nggak mau tokoh terlalu sempurna, tapi giliran aku kasih kecacatan malah dikomen 'harusnya begini, harusnya begitu'. Jadi bingung saya 😂

Kalau follow aku, jangan ngarep aku bikin tokoh CEO atau orang kaya tujuh turunan, nggak nyampe di kepala aku, soalnya belum pernah ketemu dan ngerasain 😂 mentok-mentoknya bikin cerita yang relate sama kenyataan yang ada.

Ya Allah ini panjang amat. Maafkan 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro