51 - Disusul Ayah
Dalam fase kehidupan pasti ada saja hal baru yang ditemui. Misalnya setelah menikah, Candra sangat semangat menuntaskan pekerjaannya agar bisa cepat-cepat bertemu dengan Melisa. Begitu pula setelah punya anak, dia lebih semangat lagi. Xania benar-benar mengubah pandangannya terhadap hubungan antara anak dengan orang tua. Siapa yang tidak suka mendapat anugerah anak yang cerdas? Candra sangat kagum dengan perkembangan anaknya.
Ada kebiasaan baru yang melekat. Salah satunya Candra rajin membelikan sesuatu untuk Xania. Dari barang yang bisa dipakai seperti baju, mainan, sampai barang tidak penting. Melisa ngomel-ngomel karena perempuan itu tidak suka menimbun barang. Namun, Candra tidak bisa berhenti. Setiap kali jalan ke pusat perbelanjaan, lalu melihat barang yang menarik, pasti langsung dibeli.
Seperti saat ini, Candra berhasil mengantongi setelan baju stroberi untuk Xania. Sebelumnya, ia sudah pernah membeli kostum model buah-buahan dan lagi-lagi diomeli Melisa. Meski sudah mendapat omelan, Candra tidak kapok. Di dalam kepalanya, ia sudah membayangkan Xania lucu memakai pakaian ini.
Sang kapten telah menuntaskan penerbangan hari ini. Dia sedang menunggu keberangkatan menuju Semarang. Melisa dan Xania ada di sana dan Candra berniat menyusul mereka. Sembari menanti, Candra menghubungi Mbak Lala, memastikan ibunya baik-baik saja selama ditinggal Melisa.
"Mas tenang aja, Ibu aman." Begitu kata Mbak Lala. Candra makin tenang setelah mendengar itu.
Dua puluh menit kemudian, Candra masuk ke pesawat sebagai penumpang. Tentu saja perjalanan kali ini digunakan untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah. Candra tidur di bangkunya dan bangun ketika pramugari mengumumkan sebentar lagi pesawat akan mendarat di landasan pacu.
Keluar dari bandara, Candra menghampiri sebuah taksi yang biasa menunggu penumpang di depan bandara. Sang sopir lantas memasukkan barang-barang Candra ke bagasi. Ketika sudah duduk di jok belakang, Candra kembali meluruskan punggungnya lagi. Jarinya membuka layar ponsel, memandang foto dua wajah perempuan di sana. Rasanya dia sudah tidak sabar bertemu dengan mereka.
Seperti tahu jika sedang dipikirkan, notifikasi dari istrinya muncul.
Mamanya Xania: Mas lagi di mana?
Candra kemudian mengetik balasan.
Anda: Di jalan.
Lelaki itu tersenyum setelah pesannya dibaca dan dibalas lagi oleh Melisa.
Mamanya Xania: Kalau udah sampai bilang, ya, Mas.
Anda: Iya. 😘
Candra kembali mengantongi ponselnya. Ia sengaja tidak mengatakan dirinya menyusul ke sini. Dia sudah bisa menebak bagaimana ekspresi wajah Melisa saat melihat kedatangannya.
Taksi berhenti tepat di depan pagar rumah orang tua Melisa. Candra membantu sopir mengeluarkan barang-barang. Dari kejauhan, ia melihat Xania sedang digendong Ryan di depan kandang ayam peliharaan Ratna. Anak itu tampak antusias dan ingin turun ketika melihat para itik berhamburan di sekitar kandang. Tidak kuat lagi, Candra melangkah menghampiri mereka.
Ryan terkejut dengan kedatangan Candra. "Lho, Mas Candra ke sini?"
"Iya. Melisa mana?"
"Lagi nyuci baju-bajunya dia, nih."
Melihat ayahnya datang, Xania menepuk tangan. Kakinya memberontak sampai Ryan kewalahan. Candra tahu arti gerakan anaknya itu, tetapi ia tidak mungkin langsung mengambil Xania karena belum cuci tangan.
"Sebentar, ya, Sayang. Ayah cuci tangan dulu."
Xania malah menangis saat Candra pergi. Ryan mencoba mengalihkan perhatian Xania dengan memanggil para itik. Namun, anak itu tidak mau berhenti. Ryan lantas memilih menyusul Candra supaya Xania diam.
"Bang, habis diapain anak aku sampai nangis gitu?" Melisa tergopoh-gopoh datang karena mendengar Xania menangis.
"Mau ikut bapaknya."
"Hah? Bapaknya?"
"Lho, kamu nggak tau kalau Mas Candra mau ke sini?"
Saat Melisa ingin menjawab, Candra muncul dari dalam toilet. Dalam sekejap, tangis Xania berhenti, bahkan saat Candra mengangkat tubuhnya, anak itu teriak kegirangan.
"Nggak mau sama om lagi, nih?" Ryan belum rela Xania dengan mudah jatuh ke pelukan ayahnya. Xania menyembunyikan wajahnya di dada Candra.
"Om pergi, nih. Dadah Xania ...."
Langkah Ryan sama sekali tidak digubris oleh Xania. Rupanya begini kalau sudah ada bapaknya.
Melisa masih melongo di tempatnya. Jadi, maksudnya di jalan itu ... mau ke sini? Kebiasaan. "Mas, kok, nggak bilang kalau mau ke sini?"
"Sengaja biar surprise. Ayah udah kangen banget sama Xania." Candra mencium pipi gembul anaknya, juga mengambil tangan Xania yang masuk ke mulut anak itu.
"Xania, waktunya mandi, nih. Yuk, ikut mama."
Melisa hendak mengambil Xania, tetapi anak itu tidak mau lepas dari ayahnya.
"Ayo, main bebek-bebek berenang sama mama." Melisa masih terus membujuk. Namun, Xania tidak mau. Dia terus menolak ketika tangan Melisa dekat dengan tubuhnya.
"Mau main bebeknya sama ayah? Iya?"
"Tapi, ayah baru pulang," kata Melisa.
"Nggak apa-apa. Yuk, mandi sama ayah."
Xania meringis saat Candra membawanya ke kamar mandi. Melisa yang menuangkan air hangat ke bak mandi anaknya, juga memasukkan bebek-bebek yang biasa menemani selama mandi. Mainan itu harus wajib ada di sana supaya Xania diam dan Melisa fokus memandikan.
Candra yang melepas semua pakaian yang melekat di tubuh anaknya, baru didudukkan di bak mandi. Bunyi kecipak terdengar saat Xania menghentakkan kakinya. Airnya sampai membasahi celana ayahnya. Candra yang menyabuni, lalu membilas tubuh Xania, sedangkan Melisa tidak melakukan apa pun. Dia hanya jadi penonton kedekatan ayah dan anak itu. Kalau sudah bersama ayahnya, Xania lupa segalanya.
Xania yang tertutup handuk model teddy bear itu dibawa ke kamar. Candra juga yang mengganti pakaian anaknya, tapi Melisa yang memilihkan model serta warna pakaiannya. Kalau Candra yang melakukan, pasti warnanya tidak senada.
Beres ganti pakaian, Melisa ingin mengajak anaknya keluar. Namun, lagi-lagi Xania tidak mau melepaskan ayahnya sedikit pun. Padahal Candra butuh ganti pakaian karena basah.
"Ayah ganti baju dulu, ya. Xania sama mama dulu." Candra mencoba membujuk anaknya. "Nanti Xania gendong sama ayah lagi. Sekarang ayah ganti baju dulu."
Setelah dibujuk dengan mainan kecrekan, Xania mau ikut mamanya. Candra langsung masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih sekaligus mengganti pakaian.
Setelah berpakaian rapi, Candra menyusul anak dan istrinya. Namun, keningnya mengernyit saat melihat Tiara duduk bersama Ratna dan Fyan. Itu artinya kedua orang tua anak ini sedang ada di sini. Terakhir mereka bertemu saat Melisa baru saja pulang dari rumah sakit. Dia tahu Mutia membuat ulah. Apa sekarang perempuan itu juga masih mengomentari Melisa selama di sini?
"Lho, kamu di sini?" seru Ratna yang melihat kedatangan Candra lebih dulu.
"Iya, Ma."
Xania yang berada di gendongan Melisa kembali memberontak. Candra langsung mengambil anaknya.
"Ya ampun, bucin banget sama bapaknya," celetuk Ryan.
"Iya, mamanya aja kalah," balas Melisa sembari mengelus kepala Xania. Sementara itu, Xania asyik mengemut tangannya dan Candra dengan sigap menurunkan tangan itu.
"Kayaknya Xania udah mau tumbuh gigi," kata Ratna. "Udah sering masukin tangan ke mulutnya. Itu karena gusinya gatal. Nanti di rumah, kasih teether biar nggak gigit tangannya lagi."
Melisa dan Candra mengangguk. Tidak terasa Xania sudah tumbuh besar. Mereka selalu takjub dengan perkembangan anak ini.
"Adek Xania udah wangi, sekarang giliran Tiara yang mandi. Yuk, mandi sama nenek."
Candra mengerjap, apalagi ketika Ratna dan Tiara bergegas ke kamar mandi. Lho, kenapa Ratna yang mengurus Tiara? Kenapa bukan ibunya? Apa Mutia tidak ada di sini?
"Sayang, Tiara, kok, sama mama?" Akhirnya Candra memberanikan diri bertanya pada Melisa. Itupun dengan berbisik.
Melisa tersenyum canggung. Dia lupa tidak membagikan kabar ini pada Candra. "Nanti, ya, Mas, kalau kita udah di kamar. Aku kasih tau."
Ada yang kangen?
Pengen update di Karyakarsa, tapi belum nabung part 😂😂😂
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro