Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

50 - Polosnya Anak Kecil

Semula Melisa tidak mau kepo urusan rumah tangga orang meskipun orang itu adalah kakaknya sendiri, apalagi setelah mendengar perceraian itu. Namun, mendengar ucapan Tiara barusan, jangan salahkan radar penasaran Melisa aktif secara tiba-tiba. Katanya anak kecil itu jujur. Jadi Melisa yakin Tiara sekarang sedang tidak mengarang cerita.

"Tiara tahu dari mana kalau ada laki-laki masuk ke kamar mama papa?"

"Tiara lihat sendiri, Tante. Waktu itu Tiara di rumah."

Melisa tertegun. Sumpah, apa yang di pikiran Mutia saat membawa laki-laki lain ke rumah saat ada Tiara? Kok, tidak tahu malu, sih! "Papa juga di rumah?"

"Nggak, Tante. Papa waktu itu pergi."

"Terus, kok, papa bisa marah-marah? Berarti lihat, dong?"

"Iya, papa pulang cepet terus lihat."

Melisa terpaku. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Ahsan setelah melihat istrinya sedang bersama pria lain. Melisa yang hanya takut Candra digoda perempuan di luar sana sudah kelimpungan. Ini menyaksikan secara langsung.

"Sebelumnya mama pernah nggak ajak laki-laki itu ke rumah atau ke kamar?" Melisa belum mau berhenti sampai rasa penasarannya musnah. Asli walaupun dia tidak melihat kejadiannya secara langsung, Melisa tetap kesal. Bayangkan Ahsan di luar bekerja, lalu di rumah Mutia malah seenaknya. Mengajak laki-laki ke kamar yang seharusnya privasi itu merupakan perbuatan biadab.

"Sering. Kalau Tiara pulang sekolah, laki-laki itu selalu ikut mama."

"Berarti laki-laki itu datangnya kalau papa lagi nggak ada di rumah, ya?"

Tiara hanya mengangguk karena tangannya sedang menyisir rambut barbie. Berarti fix Mutia ternyata selingkuh di belakang Ahsan.

"Tiara kenal nggak sama laki-laki itu?"

"Nggak, Tante."

Barulah Melisa berhenti bertanya soal penyebab perceraian kedua orang tua anak ini. Mungkin karena kejadian ini, makanya Tiara bisa ikut papanya. Melisa malah sangat setuju Tiara di tangan Ahsan, bukan dengan Mutia. Melisa juga bersyukur Ahsan tegas mengambil keputusan ini. Tidak buta oleh cinta.

"Tiara kenapa mau ikut sama papa? Papa, kan, kerja. Kalau mama pasti sering di rumah. Di sana juga pasti enak. Kalau di sini, kan, Tiara nggak punya temen."

"Tiara nggak mau ikut mama. Mama suka mukul aku. Tante salah, Tiara udah punya temen, kok, di sini."

Lagi-lagi, Melisa melebarkan mata. "Kenapa mama pukul Tiara?"

"Kata mama, Tiara nggak mau nurut sama mama."

"Mama sering mukul Tiara?"

"Iya, Tante. Mama juga pernah kunciin aku di kamar."

Otak Melisa langsung membayangkan Mutia memukul tubuh mungil anaknya sendiri. Melisa spontan memejamkan mata, lalu mendekap erat Tiara.

Di saat Melisa susah payah ingin memiliki anak, ada seorang ibu yang tega menyakiti anaknya sendiri padahal mudah mendapatkannya. Kenapa masih ada ibu yang tidak memiliki hati seperti Mutia? Melisa lagi-lagi sangat setuju kalau Tiara ikut bersama Ahsan. Tiara akan aman di tempat ini. Tiara harus tumbuh di lingkungan yang baik.

Xania masih fokus dengan mainan kecrekan miliknya. Kadang terdengar celotehan kecil atau tawanya saat mainan itu berbunyi. Melisa terharu melihatnya. Semoga saja dirinya bisa menjadi ibu yang baik untuk Xania. Semoga ia dan Candra dijauhkan dari niatan jahat.

"Tiara harus jadi anak yang baik buat papa, ya. Biar papa nggak sedih lagi," kata Melisa seraya mengelus kepala Tiara.

"Iya, Tante. Kata papa udah nggak sedih lagi, kok."

Melisa tersenyum tipis. Ahsan pasti sengaja berkata seperti itu supaya Tiara tidak ikut sedih. Laki-laki itu baru saja mengalami peristiwa yang berat. Siapa yang mau melihat wanita tercinta main dengan pria lain? Tidak ada. Ahsan pasti ingin jadi satu-satunya pria.

"Tiara mau temenin Adek Xania makan?"

"Mau, Tante!"

"Oke. Kalau gitu, kamu jagain Adek Xania sebentar, ya. Tante mau buatin makanannya dulu. Kalau dia ke meja langsung dihadang, ya."

Tiara mengiakan. Melisa lantas beranjak ke dapur. Dia membuka kulkas ketika tiba di sana. Ternyata di dalam ada hati ayam. Melisa mengambilnya. Tidak lupa juga mengambil brokoli sebagai sayurannya.

"Kamu mau ngapain, Mel?" Ratna muncul di belakang Melisa.

Melisa mengiris bawang putih itu menoleh sebentar. "Mau bikin MPASI, Ma. Udah waktunya Xania makan."

"Ya udah, kalau begitu mama yang jagain Xania, ya."

Ratna pergi. Tidak lama terdengar suara para abang Melisa. Hati perempuan itu makin tenang. Setidaknya ada orang dewasa yang mengawasi kedua anak itu.

Dua puluh menit kemudian, bubur nasi campur hati ayam jadi. Melisa membawa mangkuk dan botol berisi air putih ke ruang tengah, juga membawa piring berisi nasi dan ayam goreng untuk Tiara. Ternyata benar, di sana ada kedua kakak kembarnya. Xania dipangku Ratna.

"Xania kenapa nggak mau digendong sama om? Om Ryan punya permen, lho." Ryan merentangkan kedua tangannya, tapi Xania malah menatap Fyan yang berdiri di samping Ryan.

"Xania bingung kenapa muka om-nya ada dua," kata Ratna.

"Xania, ini Om Ryan, di sebelah namanya Om Fyan. Beda, kok, Om Ryan, kan, nggak pake kacamata. Yuk, ikut sama om."

"Nggak mau, Bang. Biar Xania makan dulu," sela Melisa.

Ryan berseru, "Eh, udah bisa makan?"

"Udah. Tolong pasangin kursinya, dong."

"Oke."

Ryan yang memasangkan highchair. Ratna yang meletakkan Xania di kursi itu. Begitu Xania duduk tegak, Melisa meminumkan air putih seperti biasa. Setelah itu, Melisa mulai menyuapi Xania.

"Nok, abang mau coba nyuapin," kata Fyan.

"Abang juga, Dek!" timpal Ryan.

Ratna yang mendengar itu geleng-geleng. "Kalian ini. Biarin Xania fokus makan dulu. Kalau diganggu kalian mau tenangin kalau nangis?"

"Mau, kok!" jawab si kembar serempak.

Xania menatap Ryan dan Fyan lagi, sampai tidak mau membuka mulut saat Melisa mendekatkan sendoknya.

"Tuh, Xania kayaknya mau disuapin sama om, kan?" Ryan langsung merebut mangkuk dan sendok dari tangan Melisa, kemudian mencoba mendekatkan sendok ke mulut keponakannya. Awalnya Xania menatap lekat-lekat, tapi tidak lama ia mau menerima suapan Ryan.

"Gantian, Yan!" Fyan sudah tidak sabar merebut posisi. Pada suapan berikutnya, Fyan yang menyuapi, dan lagi-lagi Xania mau membuka mulut. Dalam sekejap, Melisa tersingkir dari anaknya sendiri.

"Mendingan suapin Tiara aja, deh." Melisa mulai mendekati Tiara. Namun, Tiara menolak saat Melisa hendak mengambil sendoknya.

"Kata papa, Tiara harus makan sendiri, Tante."

Melisa mengerucutkan bibirnya.

Setelah mau disuapi, Xania juga mau digendong oleh om kembarnya. Fyan dan Ryan gantian main cilukba bersama Xania. Tiara juga ikut main. Karena sudah sore, Xania dimandikan, sementara Tiara sudah bisa mandi sendiri.

Matahari perlahan turun ke peraduan. Ratna mulai menidurkan Tiara di kamar Ahsan, sedangkan Xania masih aktif dan sekarang sedang bersama kakeknya di ruang tengah. Melisa biarkan saja. Justru ini salah satu cara supaya Xania tidur nyenyak. Beruntungnya sampai saat ini Xania masih mau diajak siapa saja. Melisa jadi mudah menuntaskan pekerjaan lain.

Xania akhirnya tertidur setelah ditimang-timang oleh Hartanto. Melisa segera memindahkannya ke kamar. Ketika Melisa turun lagi, ia melihat Ahsan baru saja pulang.

"Kok, sampai malam, Mas?" tanya Melisa.

Ahsan cukup terkejut dengan kedatangan Melisa. "Eh, iya. Tadi sekalian ke rumah sakit. Kamu sendiri kenapa belum tidur?"

"Belum ngantuk."

Akhirnya, sepasang kakak adik itu duduk di meja makan. Melisa menikmati cokelat panas buatannya, sementara Ahsan baru saja membuat kopi.

"Mas, maaf sebelumnya, tadi Tiara cerita banyak ke aku." Melisa membuka percakapan lagi setelah beberapa menit hening. "Cerita soal ... Laki-laki. Itu bener?"

Ahsan meletakkan cangkirnya di atas piring lepek. Terdengar embusan napas setelah itu. "Iya, Dek. Mungkin kalau kamu denger cerita versi Mas, kamu bakal nggak nyangka."

"Nggak usah, Mas. Mending simpen aja. Aku nggak mau bikin Mas sakit hati. Aku sebenarnya nggak mau kepo, tapi karena Tiara masih polos, ya, gitu, deh."

"Mas gagal, Mel. Mas nggak bisa jaga amanah. Mas udah bikin mama sama papa kecewa."

Melisa menepuk bahu sang kakak. "Nggak apa-apa kalau sekarang Mas mikir kayak gitu, tapi jangan lama-lama, ya. Hidup Mas harus jalan ke depan. Nggak perlu buru-buru buka hati. Mas boleh ngelakuin sesuatu yang bikin Mas lupa sama masalah itu."

Sejujurnya aku mau update banyak, cuma aku lagi mode males. Ya Allah, maafkan hambamu ini 😭😭😭

Ayo semangatin aku di komentar, siapa tahu besok aku kesurupan terus update banyak part. Pada kangen double update kan?

Itu Melisa kenapa tidak kepo? Siapa tahu aku kesurupan bikin ceritanya Mas Ahsan 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro