47 - Liburan Bertiga
Begitu urusan di bandara selesai, Candra mengajak istri dan anaknya ke hotel. Namun, namanya liburan dadakan, pasti ada yang tertinggal. Orang tua baru ini lupa kalau anaknya sudah bisa makan. Yang dibawa biskuit sebagai selingan makan dan alat tempur per-ASI-an. Maka sebelum pergi ke hotel, mereka membeli kursi bayi, peralatan makan, dan MPASI instan.
Karena sudah waktunya makan siang dan sambil menunggu waktu check in, keluarga kecil itu singgah di restoran hotel. Xania tampak antusias saat didudukkan di kursi. Melisa memberikan biskuit bayi selama menunggu makanan utama datang.
"Kayak gini. Masukin biskuitnya ke mulut. Lihat mama." Melisa memperagakan cara memasukkan makanan yang benar di depan Xania. Anak itu memperhatikan dan mulai meniru gerakan mamanya. Akan tetapi, Xania menjatuhkan biskuitnya di suapan selanjutnya.
Tidak hanya dijatuhkan, Xania juga hanya meremas-remas makanan padat itu hingga berserakan di meja. Hanya sedikit yang masuk ke mulut. Xania melumat makanan itu sambil mengoceh dan memainkan air liurnya. Candra iseng meletakkan es batu di meja Xania. Anak itu tertarik dan berani memegang, tapi langsung dilepas sambil meringis. Tingkahnya membuat kedua orang tuanya gemas.
"Dingin, ya. Pegang lagi." Candra meletakkan es batu di tangan anaknya dan langsung dilempar.
Kemudian, dua orang pramusaji datang membawa nampan berisi nasi serta ayam laos untuk Candra, bakmi ayam untuk Melisa, dan bubur nasi yang sudah dihaluskan juga potongan apel untuk Xania. Untungnya restoran ini mau membuatkan makanan halus untuk bayi.
Saat Xania mengacak-acak apel, Melisa memasukkan bubur ke mulut anak itu. Tidak ada kesulitan, mungkin karena ini merupakan hal baru bagi Xania. Melisa jadi semangat menyuapi anaknya sampai lupa dengan makanannya sendiri.
"Sini, gantian aku yang nyuapin."
Melisa menoleh dan matanya melebar melihat piring Candra sudah kosong. "Cepet banget makannya?"
"Iya, biar bisa gantian sama kamu. Sekarang kamu yang makan."
Melisa tidak mungkin menolak tawaran ini karena perutnya sudah lapar sekali. Mereka bertukar posisi. Candra kini duduk di dekat Xania. Anak itu malah merentangkan kedua tangannya, minta gendong.
"Sebentar. Habisin dulu makanannya."
Namun, Xania malah merengek. Saat Candra mencoba mendekatkan sendok ke mulut, Xania menolak. Candra pun segera melepas meja, lalu mengangkat anaknya. Di pangkuan ayahnya, Xania mengemut potongan apel.
Setelah makanan Melisa habis, mereka memutuskan kembali ke hotel karena sudah waktunya check in kamar. Mereka menaiki lift menuju kamar. Candra yang membukakan pintu dan membawakan koper Melisa. Setelah itu, ia langsung beranjak masuk ke kamar mandi.
Xania tampak senang saat diturunkan ke karpet, apalagi ketika Melisa duduk, lalu mengeluarkan bebek mainan. Mulanya mainan itu ditaruh di dekat Xania, tetapi saat Xania mengubah posisi tubuhnya jadi tengkurap, Melisa menjauhkan jangkauannya.
"Ayo, ambil!" Melisa menekan mainan itu dan menghasilkan bunyi supaya Xania tertarik. Begitu tertarik, Xania mengangkat bokongnya. Lutut serta telapak tangan menjadi penyangga. Saat Xania mulai menggerakkan telapak tangannya, ia terjatuh. Namun, anak itu tidak menyerah. Kali ini dia menyeret perutnya. Tawanya renyah ketika mainan bebeknya sebentar lagi akan dicapai.
Ketika Candra selesai ganti pakaian, gantian Melisa yang masuk ke kamar mandi. Candra duduk di karpet, mengawasi Xania jika sewaktu-waktu anak itu berguling ke lantai. Xania sudah bisa eksplore ke segala arah. Setiap sudut rumah dibuat seaman mungkin untuk anak-anak, juga tempat tidurnya diberi pembatas supaya tidak jatuh ke lantai.
Melisa keluar, bergabung dengan Candra dan Xania. Anak itu mendekat, lalu memegang perutnya. Melisa paham, Xania minta susu. Memang sudah waktunya minum susu.
Melisa memberikan botol berisi ASI perah, membiarkan Xania memegang sendiri. Selama menyusui, Xania bersandar di perut mamanya.
"Besok kalau Xania diajak ke pantai aman nggak, ya?" Candra bersuara. Tangannya menggenggam kaki Xania.
"Aman-aman aja. Kan, udah enam bulan. Asal jangan diajak wahana yang berbahaya. Duduk di pasir malah bagus buat stimulasi motorik Xania. Aku juga senang kalau diajak ke pantai, bisa cuci mata."
"Cuci mata?"
"Iya. Udah lama aku nggak liburan. Terakhir, kan, pas babymoon. Pas Xania masih di dalam perut mama."
"Ya udah, besok waktunya kamu cuci mata."
Keesokan harinya, mereka benar-benar datang ke pantai. Liburan bersama anak, barang bawaannya tambah banyak. Melisa memastikan Xania aman dan nyaman selama di pantai nanti.
Pertama kali duduk di pasir, Xania kebingungan dan merasa geli karena teksturnya. Akan tetapi, lama-lama anak itu terbiasa. Dia tertarik memegang pasirnya. Candra dan Melisa membuatkan istana pasir. Setelah jadi, mereka menyuruh Xania menghancurkannya.
"Hore! Xania bisa!"
Xania melambaikan tangan seraya tertawa renyah. Anak itu tidak terganggu sama sekali dengan topi lebar yang bertengger di kepalanya. Melisa memakaikan Xania baju yang sedikit terbuka supaya tidak kegerahan. Tentu saja kulit anak itu sudah diberi tabir surya.
Tidak hanya bermain pasir, Candra memangku Xania di bibir pantai. Saat ombak menerjang sebagian kakinya, Xania mendekap ayahnya.
"Nggak apa-apa, Sayang. Ini namanya ombak." Candra meletakkan telapak tangan Xania di pasir. Saat ombak kembali datang, Xania menarik tangannya sembari meringis.
Saat waktu menunjukkan pukul sembilan, Melisa dan Candra membawa Xania berteduh di sebuah gazebo. Sebelum singgah di sana, Melisa membersihkan tubuh Xania, menggantikan bajunya dengan pakaian kering. Xania mulai sarapan dengan biskuit bayi yang dicairkan menggunakan ASI. Sementara itu, Candra dan Melisa memesan ikan bakar.
Di sela-sela makan, Melisa mengirimkan pesan ke Ambar.
Anda: Gimana, Mbak? Ibu nggak bikin ulah, kan?
Tidak butuh waktu lama untuk menunggu, balasan dari Ambar datang.
Ambar: Aman, Mbak.
Melisa merasa lega. Awas saja kalau Sarina berani berulah di saat dirinya tidak ada di rumah. Kasihan Ambar dan Mbak Lala yang menghadapi wanita itu secara langsung.
Puas bermain di pantai, tempat selanjutnya yang mereka datangi adalah pusat perbelanjaan. Di sana, Xania diizinkan memilih barang sesuai keinginannya, mulai dari baju, celana, topi, dan mainan anak-anak. Untungnya semua barang yang dipilih Xania masih bisa dijangkau kedua orang tuanya. Setelah membayar semua belanjaan, mereka pun memutuskan kembali ke hotel untuk istirahat.
Setibanya di kamar hotel, Xania tertidur pulas setelah minum susu. Sisa kedua orang tuanya yang sedang mengepak barang belanjaan ke dalam koper.
"Sayang, kamu udah haid belum?" Tiba-tiba Candra menanyakan itu setelah merapikan koper.
"Kalau bulan ini belum. Kenapa emangnya?"
"Aku itu dari beberapa hari yang lalu selalu kepikiran KB kita gagal. Kan, kasihan Xania masih kecil masa udah punya adik."
"Tapi, kenyataannya nggak, kan, Mas? Siklus haid aku emang berantakan akhir-akhir ini, tapi setiap kali aku test pack hasilnya negatif. Jadi, aku rasa masih aman. Mas nggak usah khawatir."
Sejujurnya, Melisa juga khawatir karena perlindungan satu-satunya hanya pengaman itu. Melisa sempat mengajukan dirinya lagi yang pasang alat kontrasepsi, tapi ditolak. Sebagai antisipasi, mereka melakukannya saat Melisa tidak sedang masa subur. Namun, masalahnya, siklus haid Melisa tiba-tiba kacau akibat perubahan hormon saat menyusui.
Namun, kalau akhirnya hamil lagi saat Xania belum besar, Melisa tidak masalah sama sekali. Toh, segala keputusan itu sudah ada risikonya. Namanya rezeki, masa mau ditolak. Yang terpenting, Melisa supaya berusaha supaya itu tidak terjadi. Kalau memang kehendaknya seperti itu, bisa apa.
Tidak ada yang buka suara setelah itu. Candra diam meskipun hatinya tidak tenang.
Makasih yang udah baca, vote, dan kasih komen. Aku tuh seneng banget lho. Maafkan kalo banyak tipo, nulisnya sat set kayak perasaanku ke dia. Entar kalo senggang aku betulin.
Ini mau cerita sedikit. Tadi ada seorang teman yang tanya kenapa aku kasih harga sedikit di Karyakarsa. Terus aku jawab karena di sana lagi coba2, jadi ya aku kasih harga murah aja. Tapi sebenarnya, aku memposisikan diri sebagai pembaca yang kepengen beli novel, tapi dananya kurang. Terus tiba-tiba dikasih diskon, rasanya seneng banget! Jadi, makanya aku sering kasih voucher di KK supaya tetep ramah di kantong.
Kayaknya ini bakal tamat di part 60 deh. Entah bulan ini atau bulan depan. Habis itu aku mau libur bentar. Biasanya menjelang puasa itu aku sibuk jadi kang jahit wkwkwk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro