Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

42 - Ibu Zaman Sekarang

Ketika Candra kembali bekerja, Melisa membagi tugasnya kepada Mbak Lala dan Ambar. Mbak Lala yang kebagian memandikan dan menggantikan pakaian Sarina, Ambar yamg masak untuk seisi rumah, termasuk bubur khusus untuk Sarina, dan Melisa yang mengurus Xania. Suster yang akan membantu Sarina belum datang. Katanya akan datang mulai besok pagi.

Jam segini, Melisa membawa Xania ke teras. Kebetulan matahari sudah mulai memamerkan cahaya. Xania diletakkan di kereta bayinya dengan berpakaian tipis. Tentu saja tubuh anak itu diolesi tabir surya khusus bayi sebelum berjemur. Kalau sedang dijemur begini, Xania selalu tenang. Kadang tangannya dimasukkan ke mulut atau kakinya bergerak lincah.

"Mbak Lala, tolong ibu juga dibawa ke sini, dong!" seru Melisa. Dari tempatnya sekarang, tampak Mbak Lala sedang mendorong kursi roda Sarina. Mertuanya juga terlihat habis mandi. Rambutnya belum diikat rapi.

"Iya, Mbak."

Tidak lama, Mbak Lala muncul bersama Sarina. Melisa menyuruh perempuan itu menyejajarkan kursi roda dengan kereta bayi.

"Mbak Lala boleh pergi, nanti Mel panggil lagi kalau udah selesai."

"Oke, Mbak."

Mbak Lala masuk lagi. Sementara itu, Melisa memperbaiki letak kaki Sarina di kursi rodanya.

"Ibu itu harus rajin berjemur biar cepet sembuh."

"Itu anak kamu belum dimandiin?"

"Belum. Kan, sekarang lagi dijemur."

Setelah itu tidak ada obrolan lagi. Karena sudah cukup, Melisa mulai membawa masuk anaknya.

"Lho, kok, cuma sebentar?" Sarina bersuara.

"Udah selesai, Bu. Biasanya juga segini."

"Kamu takut anak kamu kulitnya gosong?"

"Bukan, Ibuku Sayang. Xania, kan, kulitnya putih. Nah, durasi jemur bayi kulit putih itu yang dibolehkan sebentar aja, cuma dua sampai lima menit. Kalau kelamaan, nanti kulitnya jadi merah-merah. Coba Ibu lihat Mas Candra, dia kepanasan dikit langsung merah-merah, kan?"

Sarina tidak membalas karena apa yang dikatakan Melisa itu benar.

"Ibu di sini aja. Nanti Mbak Lala aku suruh ke sini. Aku mau mandiin Xania dulu."

Melisa mendorong kereta bayi Xania masuk. Setelah tiba di ruang tengah, Melisa mengangkat tubuh anaknya, lalu menaiki tangga menuju kamar.

Tiga puluh menit kemudian, Melisa turun lagi bersama Xania. Anak itu kembali diletakkan di kereta bayinya supaya Melisa bisa sarapan dengan tenang. Sarina juga sudah dibawa masuk oleh Mbak Lala dan berhenti di meja makan.

"Kamu masih makan itu?" tanya Sarina ketika melihat menantunya menyeduh oatmeal.

"Masih, bahkan dari hamil," jawab Melisa singkat.

"Lho, kalau kamu nggak makan sayur, ASI kamu nanti nggak banyak. Kasian anak kamu nggak kelihatan gendut pas ditimbang."

Melisa tetap melanjutkan kegiatannya, mengabaikan ucapan Sarina yang tidak sesuai fakta itu. Setiap Xania ditimbang selalu naik dan kata dokter termasuk perkembangan yang bagus untuk anak seusai Xania. Kalau lagi digendong, Melisa merasa bobot anaknya agak berat. Pipi, tangan, dan kaki Xania juga terlihat lebih berisi.

Memang masih banyak yang beranggapan bayi yang sehat adalah bayi yang berat badannya melonjak. Seperti orang dewasa, obesitas pada bayi juga tidak bagus. Perkembangan motoriknya akan terganggu. Bayi nanti akan kesulitan mengangkat kepala dan Xania sempat mengalami ini padahal baru kelebihan sedikit.

"Ibu mau tahu bobot Xania sekarang berapa?"

"Pasti masih dua kilo, kan? Kemarin ibu pangku masih ringan."

"Enak aja. Bobot Xania sekarang udah lima kilo lebih. ASI Mel selalu melimpah, Ibu bisa lihat sendiri di kulkas, ada banyak ASI perah yang Mel simpan. Ibu bayangin aja, baru makan oatmeal aja ASI Mel banyak banget, apalagi kalau ditambah makan sayur sama buah, pasti tumpah ruah. Mas Candra kebagian kayaknya."

Melisa duduk, meletakkan mangkuk berisi oatmeal di meja, kemudian mengaduk-aduk makanan itu supaya tercampur merata. "Ibu tenang aja, makan oatmeal justru memperbanyak produksi ASI. Nanti siang Mel makan sayur, kok. Malah sekarang rajin banget. Xania nggak akan kekurangan gizi."

"Itu kenapa nggak kamu bedong? Nanti kakinya bengkok."

"Bu, bedong bayi itu fungsinya untuk menghangatkan, bukan untuk meluruskan kaki. Lagian, selama di kandungan, kaki bayi, kan, tekuk terus. Mana ada yang lurus, kan? Ibu tenang aja, Xania dibedong kalau udaranya lagi dingin. Xania juga nggak nyaman dibedong setiap saat. Inget peraturan pertama, Bu."

Entah ucapannya akan didengarkan atau tidak, Melisa tidak peduli. Mau Sarina terus cerewet, banyak protes, Melisa akan selalu balas dengan kenyataan sesungguhnya. Kedengarannya kejam, ya. Toh, peraturan tetap peraturan dan Sarina harus mematuhinya. Biarkan saja kalau Sarina masih mau mencari celah.

Intinya kalau dulu Melisa yang harus menurut, sekarang gantian Sarina. Terserah mau diterima atau tidak.

Sarina tidak sepenuhnya salah, sih. Edukasi zaman dulu, kan, belum sebanyak dan sebagus zaman sekarang. Orang tua zaman dulu masih suka mengandalkan tradisi. Makanya di sini Melisa mencoba memberikan pengertian kepada Sarina. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi ibu yang benar.

Ini belum seberapa, belum kalau Sarina melihatnya melakukan tummy time, pasti lebih cerewet. Jadi, Melisa tidak akan melakukan itu di depan Sarina.

"Ibu makan, dong. Nanti buburnya dingin kalau nggak dimakan," kata Melisa di sela-sela menyantap oatmeal.

"Ibu nggak lapar."

"Tapi, Ibu harus makan karena harus minum obat. Kata dokter nggak boleh telat, lho. Sini, Mel suapin aja."

"Nggak usah!"

"Udah, nggak usah malu-malu gitu. Mel bisa makan sambil nyuapin Ibu."

Melisa menyeret kursinya agar lebih dekat dengan kursi roda Sarina. Kemudian, mengangkat mangkuk berisi bubur nasi. Setelah ditiup, Melisa mengarahkan sendok ke mulut Sarina. Awalnya Sarina enggan membuka mulut, tetapi Melisa tidak menyerah sampai Sarina mau.

"Gitu, dong. Ibu harus makan yang banyak biar gendut kayak Xania. Nanti kalau Ibu udah sembuh, bisa makan yang enak-enak."

Sejak sakit, Sarina kehilangan banyak berat badannya. Tulang tampak di tangan serta wajah. Semoga saja dengan Sarina mau makan dan rajin minum obat, berat badannya bisa pulih kembali.

Saat Sarina sibuk mengunyah, dimanfaatkan Melisa untuk menyantap makanannya sendiri. Namun, ketika Xania mulai merengek, Melisa menghentikan dua pekerjaan itu. Xania ini tidak suka kalau mamanya melakukan dua hal sekaligus. Maunya Melisa fokus dulu.

Melisa memanggil Mbak Lala, tapi yang datang justru Ambar.

"Mbak Lala mana?"

"Lagi mandi, Mbak."

"Oh, kalau gitu tolong terusin suapin Ibu, ya. Xania minta jatah soalnya. Nanti biar Mbak Lala yang minuman obatnya."

Setelah Ambar mengiyakan, Melisa beranjak mendekati kereta bayi Xania, mengangkat tubuh anak itu, lalu beranjak menuju sofa. Selain harus fokus, Xania juga maunya minum susu di tempat yang tenang. Persis seperti bapaknya.

Setelah puas mengambil jatah, Xania tertidur. Melisa kemudian meletakkan anaknya di kamar. Begitu kembali ke ruang makan, Mbak Lala sudah datang. Buburnya masih tersisa setengah.

"Bu, kok, nggak dihabisin buburnya?"

"Udah kenyang."

"Oke, nggak apa-apa. Tapi, nanti Ibu makan cemilan biar nggak cepet laper."

Mengurus bayi besar ternyata lebih berat, saudara-saudara.

Tadinya aku mau update 3 bab, tapi sayangnya aku lagi ngerasain jadi Amanda, dapet komen negatif 😂 padahal aku udah kasih wadah kalau mau kritik saran, padahal udah jelas kalau cerita Mbak Mel sebelumnya diikutkan lomba makanya partnya banyaaaak banget, tapi ya udah lah, kalau mau pemes harus siap dengan segala apa pun bentuk pembaca. Doain aku kuat ya 💪

Semoga aja aku jadi update 3 bab.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro