Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30 - Ke Rumah Nenek

Saat Melisa bangun, Candra sudah tidak ada di tempatnya. Pintu yang menghubungkan kamar ini dengan kamar Xania sedikit terbuka. Setelah menutupi tubuh dengan jubah piyama, Melisa beranjak mendekati kamar itu. Dugaannya tepat. Candra tertidur di sebuah ranjang bersama Xania. Memang di sana tersedia ranjang queen size supaya Melisa bisa beristirahat tanpa perlu pindah kamar lagi. Pun nanti bisa digunakan kalau Xania sudah besar.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, sejak kapan Candra ada di sini? Setelah kegiatan itu, Melisa tepar sampai tidak sadar kalau suaminya pindah kamar. Apa semalam Xania bangun terus menangis?

Melisa mengambil Xania lebih dulu karena anak itu sudah bangun. Baru membangunkan bapaknya. "Mas, udah pagi."

Tanpa pakai urat, Candra langsung membuka mata dan mengubah posisinya menjadi duduk.

"Xania semalam bangun, ya?"

"Nggak."

Melisa mengernyit. "Lho, terus, ngapain tidur di sini?"

"Aku kangen banget sama Xania."

"Terus ninggalin aku gitu? Aku jadi kayak wanita malam. Habis dikasih jatah, langsung ditinggal."

Candra tertawa kecil. Tangannya mengambil alih Xania dari gendongan Melisa. "Nggak langsung juga, Sayang. Kan, kamu lihat sendiri habis itu aku tidur."

"Ya, tetep aja ujungnya ditinggal."

"Kamu mandi duluan sana. Xania biar sama aku aja."

"Ayaaah." Melisa mengerucutkan bibirnya.

"Oh, Mama mau lagi yang semalam?"

Melisa menatap wajah Xania yang juga memandangnya dengan ekspresi bingung. Sebenarnya mau, tapi tidak mungkin melakukannya sekarang. "Xania udah bangun."

"Ya udah, kalau gitu kamu mandi duluan sana."

Dengan sangat terpaksa, Melisa menuruti perintah suaminya. Masuk ke kamar mandi, Melisa melihat bak mandi yang kosong. Tumbuhlah ide untuk berendam sejenak. Melisa mulai mengisi bak itu dengan air, lalu menuangkan sabun cair. Setelah penuh, Melisa mematikan keran, kemudian melepas jubah yang menutup tubuhnya, dan masuk ke bak itu.

Biasanya kalau sedang begini, Candra tiba-tiba masuk dan minta mandi bersama. Namun, sepertinya mulai hari ini, tidak akan ada hal-hal romantis seperti sebelum punya anak. Perhatian Candra sudah terbagi ke perempuan lain, yaitu anaknya sendiri. Melisa bersyukur, tapi gemas juga. Ternyata pesonanya kalah dengan Xania.

Samar-samar, Melisa mendengar suara pintu dibuka. Tanpa dipikir pun sudah tahu siapa pelakunya. Wajah Melisa mengembang sempurna, yakin kalau Candra akan menyusulnya ke sini. Namun, harapan itu musnah ketika mendengar rengekan Xania.

"Kamu mandi dulu biar wangi."

Melisa mengembuskan napas. Rupanya Candra masuk ke sini karena ingin memandikan Xania.

Perempuan itu lantas bangkit dan membilas sekaligus keramas di bawah guyuran shower. Setelah itu, ditutup menggunakan handuk. Melisa membuka pintu kaca dan sosok suaminya yang sedang memandikan Xania terlihat. Ya, peralatan mandi Xania masih tersimpan di sini. Melisa masih malas memindahkannya ke kamar Xania.

"Udah selesai?" Candra menatap Melisa sebentar karena masih fokus menyabuni badan Xania.

"Udah."

Melisa beranjak menuju walk in closet. Mengambil satu buah kaus dan celana panjang. Dalam hitungan detik, pakaian itu sudah melekat di tubuhnya. Saat Melisa keluar, Xania sudah selesai dimandikan dan kini diletakkan di meja ganti. Nah, untuk bagian ini harus dalam pengawasan Melisa. Takutnya, Candra memakaikan baju salah warna.

"Baby oil-nya dulu, Ayah." Melisa mengoreksi Candra yang hendak mengambil botol lotion.

Candra mengoleskan baby oil sambil dipijat-pijat. Kalau sedang seperti ini, Xania tersenyum, apalagi kalau diajak ngobrol. Selanjutnya diberikan lotion di area kulit yang cenderung kering dan sering terkena gesekan, seperti lutut dan siku. Karena sekarang sudah mengenakan popok sekali pakai, area lipatan paha juga diberikan lotion khusus mengurangi ruam popok.

"Ayo, Ayah, itu anaknya keburu nangis." Melisa mulai gemas melihat Candra lelet.

"Sebentar, ya, kamu pakai baju dulu," kata Candra seraya mengangkat Xania, sedangkan tangan satu lagi digunakan untuk meletakkan baju di mejanya. Candra mulai memasukkan tangan Xania ke lubang lengan. Tentunya sekarang diiringi tangisan anak itu. Jadilah Melisa ikut memasangkan celana Xania supaya cepat selesai.

"Sini biar aku aja. Mas mandi sana." Melisa segera mengambil tubuh anaknya. Menuju tempat yang nyaman untuk menyusui. Di dalam gendongan mamanya, tangis Xania mulai mereda.

"Ayah kelamaan, ya, pakai bajunya. Kasian kamu udah laper banget."

Xania yang lapar itu diam saja karena sudah diberikan sumber makanannya. Melisa mengelus kepala anaknya yang kini terasa kasar karena rambutnya mulai tumbuh. Menyusui sekarang menjadi kegiatan favoritnya. Dengan begini, Melisa bisa lebih dekat dengan Xania.

Selesai mandi, Candra tampak segar dengan balutan kaus putih dan celana panjang hitam. Laki-laki itu lantas mendekati istri dan anaknya. Pertama mencium Melisa dulu, baru Xania. Kalau kebalik nanti Melisa ngamuk.

Candra duduk di tepi ranjang sebelah Melisa. "Mel, kalau hari ini Xania diajak keluar gimana? Mumpung aku libur."

"Ke mana?"

"Ke rumah ibu. Mau nggak?"

Melisa tak langsung menjawab. Oke, sejak Xania lahir, hanya Sarina yang belum pernah bertemu. Melisa jadi tahu tujuan Candra mengajak Xania ke sana. Baik, sih, tapi, Melisa juga waswas. Hanya saja tidak mungkin melarang Candra membawa Xania ke rumah ibunya.

"Mau, dong. Xania juga pasti seneng diajak jalan-jalan."

Mendengar jawaban istrinya, Candra tersenyum dan kembali mengecup pipi Xania. "Kamu ke rumah nenek, ya. Kenalan sama nenek."

Xania merespons dengan erangan karena mulutnya masih menyedot ASI. Karena Melisa masih menyusui, Candra-lah yang menyiapkan keperluan anaknya selama diajak keluar.

"Pakai carseat atau mau digendong aja?"

"Gendong aja, Mas. Nanti aku kasih topi sama selimut. Bawain alas buat ganti popok aja, Mas. Buat jaga-jaga Xania ganti popok di mobil."

"Terus apa lagi?"

"Bawa krim buat popok, tisu basah, tisu kering, popok, pakaian ganti, hand sanitizer, kantung plastik buat bungkus popok kotornya, terus apa lagi, ya? Oh, itu cooler bag yang udah ada ASI perahnya, sama botolnya juga, tolong dibawa, ya. Xania belum mau ditutup kalau pas nyusu."

Candra memasukkan semuanya yang disebut Melisa ke dalam tas. "Udah, nggak ada lagi?"

"Udah. Makasih, Ayah."

Candra keluar lebih dulu untuk memasukkan tas ke dalam mobil. Sementara itu, begitu Xania selesai menyusui, Melisa membalutkan tubuh Xania dengan selimut. Sebelumnya kepala anak itu ditutup dengan topi. Barulah Melisa menutupi kausnya dengan outer berwarna kuning.

Mereka masuk ke mobil. Siap untuk meluncur ke rumah Sarina. Jujur, Melisa deg-degan. Ini akan menjadi momen pertama Xania ikut perjalanan jauh, ke rumah nenek yang galak pula. Beruntung sekali di dalam mobil Xania tenang, bahkan tertidur pulas digendong mamanya.

Ketika semakin dekat dengan rumah Sarina, Melisa makin tak karuan rasanya. Segala spekulasi muncul di kepala. Tebakannya antara Sarina tidak ada di rumah atau Sarina menolak bertemu, seperti yang sudah terjadi sebelum-sebelumnya.

Tiba di depan gerbang rumah, Candra mematikan mobil dan turun lebih dulu, membukakan pintu mobil untuk Melisa. Kini, Melisa sudah pasrah dengan apa pun yang terjadi ke depannya.

Candra yang mengetuk pintunya. Tak lama Mbak Lala muncul di balik pintu. Wajahnya terkejut.

"Ibu ada?" tanya Candra.

"Waduh, Ibu kebetulan baru aja pergi, Mas."

"Ibu pergi ke mana, Mbak?" Giliran Melisa yang bertanya sambil menenangkan Xania yang mulai merengek.

"Katanya, sih, ada pertemuan sama temen-temennya gitu."

"Tapi, Mbak, biasanya kalau Ibu keluar, pintu garasi dibuka," kata Candra.

"Ibu perginya naik taksi, Mas. Soalnya Pak Sarto lagi libur."

Melisa menatap suaminya yang kecewa. Ini bukan sekali, tapi sudah berulang kali. Sarina benar-benar tidak bisa digapai lagi. Walau ada salah dari pihaknya, sih. Harusnya tadi sebelum ke sini telepon Mbak Lala dulu. "Gimana, Mas? Mau nungguin ibu pulang?"

"Kita ke rumah ayah aja. Agenda hari ini, kan, aku mau ajak Xania ke rumah neneknya."

"Ya udah, telepon ayah dulu coba. Takutnya kayak gini."

Candra lantas mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi ayahnya.


Gagal mulu ketemu sama mbah :(

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro