Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29 - Pacaran Lagi

Sejak tahu Sarina mau makan bubur buatannya, Melisa jadi semangat mengirim makanan lagi. Namun, anehnya, ketika Candra langsung ke sana, Sarina tidak mau bertemu, bahkan menyuruh Candra membawa pulang makanan itu.  Akhirnya Mbak Lala mengaku kalau sebenarnya Sarina menolak ketika diberikan langsung, tetapi saat Mbak Lala sedang pergi atau sedang melakukan pekerjaan lain, diam-diam Sarina mengambil makanan itu di dapur. Mbak Lala mencurigai majikannya karena baik dirinya maupun Pak Sarto tidak ada yang berani mengambil makanan tanpa ada perintah. Tidak masalah bagi Melisa. Yang penting dirinya sudah menjalankan kewajiban, mau diterima atau tidak, terserah si ibu mertua.

Sekarang Melisa tidak mau memikirkan makanan untuk Sarina. Saat ini, dirinya sedang berada di rumah sakit, kembali mengecek bekas luka operasinya. Lagi-lagi, Melisa sendirian sebab Candra sedang berada di Jakarta. Pulangnya nanti malam.

"Nifasnya sudah selesai, ya, Bu?" tanya Dokter Indi.

"Udah sekitar seminggu yang lalu, Dok."

"Nanti kalau Ibu belum dapat siklus haid, jangan khawatir, ya. Karena kalau ibu menyusui eksklusif akan lama datang siklus haidnya. Namun, tetap bisa terjadi kehamilan. Karena Ibu belum memasang alat kontrasepsi, alangkah baiknya setiap berhubungan seks suami menggunakan pengaman."

Melisa mengerjap. "Lho, saya sama suami udah boleh berhubungan, Dok?"

"Boleh, Bu. Lukanya sudah sembuh, serviks Ibu sudah kembali seperti semula, jadi sudah aman kalau sekarang mau melakukan hubungan suami istri."

Mendengar penuturan Dokter Indi, tentu saja Melisa bahagia dan bingung secara bersamaan. Senang karena bisa melakukan itu lagi, bingungnya apa nanti malam Xania bisa diajak kerja sama?

Malam harinya, Melisa mencoba membuat Xania tertidur lebih awal. Dimulai dengan kegiatan ganti baju dan pakai popok, lalu dilanjut dengan menyusui di kamar anak ini.

"Xania, nanti kalau ayah udah pulang, kamu jangan bangun, ya. Ayah sama mama mau pacaran dulu. Dimohon kerja samanya, ya? Tenang aja, nggak akan jadi dedek baru, kok. Kamu, kan, masih kecil." Melisa berbicara pada Xania setelah menyusui. Anak itu merespons dengan senyum lebar. Ya, bayi dua bulan ini sudah bisa tersenyum ketika diajak ngobrol dan main, sudah mengenal wajah ayah dan mamanya, gerakannya pun makin aktif.

"Sekarang mama bacain buku cerita dulu. Habis itu Xania bobok. Oke?"

Sembari membopong Xania, Melisa mengambil satu buku bergambar hewan. Melisa mulai membacakan cerita di buku tersebut. Dia memulai kegiatan ini sejak sebulan yang lalu setiap malam, dan tidur sendiri baru dimulai dua minggu ini. Xania termasuk anak yang kooperatif. Sudah jarang menangis di malam hari.

"Sudah selesai baca bukunya. Sekarang Xania tidur, ya."

Melisa memosisikan Xania dekat dengan dadanya. Satu tangan memegang kepala dan leher Xania, sedangkan tangan satu lagi menyangga bokong. Melisa tepuk-tepuk dengan lembut. Cara ini sangat ampuh untuk Xania. Dalam hitungan menit, anak itu akan terpejam matanya.

Ketika berhasil tertidur, Melisa meletakkan Xania dengan hati-hati di tempat tidurnya, memasang selimut, menghidupkan white noise, dan mematikan lampu. Pelan-pelan Melisa menutup pintu kamar Xania, lalu turun ke dapur dengan membawa ponsel. Ambar sudah memasak nasi. Kini giliran Melisa yang membuat lauknya. Barusan Candra mengirim pesan, mengatakan sudah mendarat. Kira-kira satu setengah jam lagi laki-laki itu tiba.

Satu tungku digunakan untuk menggoreng ikan, sebelahnya dipakai untuk merebus mi spaghetti. Melisa memotong daging ayam, bawang putih, bawang bombay, dan sederet bumbu untuk spaghetti-nya. Selesai masak, Melisa menata piring berisi spaghetti dan ikan nila goreng di meja makan. Melisa menghidupkan lilin supaya ada kesan romantis.

Melisa kembali ke kamar. Mengganti kausnya dengan dress motif bunga-bunga warna biru yang panjangnya semata kaki, berlengan pendek. Tidak lupa untuk memoles wajahnya dengan bedak dan lipstik tipis-tipis. Untuk rambutnya, Melisa gulung sampai atas supaya lehernya terlihat. Puas dengan penampilan malam ini, Melisa turun lagi.

Beberapa menit kemudian, Melisa mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Ia bergegas beranjak menuju ruang tamu, membukakan pintu, memasang senyum yang paling manis di depan suaminya. Melisa melihat raut terkejut dari wajah Candra.

"Tumben pakai dress."

Melisa tersenyum. Tangannya melepas ikatan dasi di kerah seragam sang suami, dilanjut mencopoti atribut yang lain. "Kan, Mas mau pulang."

Selanjutnya, Melisa mengambil jas dan topi Candra. "Mas mau makan dulu atau mandi dulu?"

"Xania mana?"

"Udah tidur. Mas jangan ke kamarnya, ya. Besok pagi aja kalau mau ketemu."

"Yaaa, masa besok pagi."

"Mas, Xania udah tidur. Kalau Mas ganggu, nanti rewel. Aku nggak mau begadang. Mas sabar, ya. Besok pagi bisa unyel-unyel sepuasnya." Melisa mengelus dada Candra yang masih tertutup seragam putih itu. "Jadi, Mas mau makan dulu atau mandi dulu?"

"Makan dulu, deh."

"Ya udah, Mas langsung ke sana aja. Aku taruh ini dulu."

"Tasnya biar aku yang bawa nanti."

"Oke."

Mereka berpisah. Candra ke ruang makan, sementara Melisa naik ke kamar untuk meletakkan atribut milik suaminya ke dalam laci. Tak lama, Melisa menyusul suaminya ke ruang makan. Mulai melayani Candra dengan mengambilkan nasi dan lauknya.

"Gimana perjalanan hari ini, Mas?"

"Tadi pas ke sininya agak sedikit terhambat gara-gara hujan deras. Kalau kalian, nggak ada apa-apa, kan, selama aku pergi?"

Melisa mengangguk. "Nggak ada, Mas. Xania udah makin pinter. Udah bisa tegak kepalanya kalau lagi tummy time. Dokter bilang nggak ada masalah juga. Xania berkembang sesuai usianya. Kalau aku ... berat badannya udah turun tiga kilo. Aku seneng banget!"

"Makanya sekarang kamu pakai dress? Dress itu, kan, yang aku beliin setahun yang lalu."

"Iya! Aku kira masih nggak cukup, ternyata bisa dipakai lagi. Kayaknya kaus sama celana-celana aku yang dulu sebentar lagi muat."

"Terus luka caesar kamu gimana?"

"Kata dokter udah tertutup semua. Nah, sekarang kita habiskan dulu makanan ini. Aku punya kejutan buat Mas."

Mendengar kata kejutan, Candra jadi penasaran. Ya, walaupun kejutan Melisa rata-rata mudah ditebak.

Usai makan, mereka beranjak ke kamar. Piring-piringnya dibiarkan menumpuk di wastafel. Di kamar, Melisa menyuruh Candra mandi lebih dulu.

"Mas mandi dulu, habis itu aku yang ganti baju. Tidur pakai baju begini nggak enak."

Candra masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih, sedangkan Melisa pergi ke walk in close, mengambil baju cantik yang dibeli Candra saat terbang ke Jepang. Dia juga mengambil kuteks warna merah agar senada dengan bajunya. Tentu saja Melisa menyembunyikannya di balik handuk.

Setelah Candra, gantian Melisa yang masuk, mengganti bajunya dengan baju cantik itu. Setelah itu, Melisa mulai mengecat kesepuluh kuku tangannya. Begitu sudah kering, Melisa menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh.

Melisa mengembuskan napas di depan pintu kamar mandi. Tidak ingin keluar sendiri, Melisa lantas memanggil suaminya.

"Mas, tolong ambilin bajuku, dong! Ternyata ketinggalan."

"Sebentar!"

Melisa menahan senyumnya. Membayangkan bagaimana ekspresi Candra saat melihat istrinya mengenakan pakaian ini.

Ketika kenop pintu bergerak, Melisa beringsut mundur. Begitu pintunya terbuka, Melisa berseru, "Surprise!"

Di ambang pintu, Candra terpaku. Tangannya yang memegang baju Melisa menggantung di udara. Candra sama sekali tidak mengedipkan mata. Tak bisa berkutik lagi kalau penampilan Melisa seperti. "K-kamu ngapain pakai baju itu?"

"Jangan pura-pura nggak tau, deh."

"Emangnya udah boleh?"

"Udah."

"Serius boleh?"

"Iya."

Selanjutnya, Melisa merasakan badannya diangkat. Candra membawanya ke kasur. Dengan hati-hati, Candra membaringkan tubuh istrinya di sana. Tangannya mengelus wajah cantik Melisa.

"Jadi, ini alasan kenapa aku nggak boleh ketemu Xania dulu? Ini kejutannya?"

Melisa mengangguk. Tangannya mulai melingkar di leher Candra. "Malam ini kita pacaran dulu."

"Katanya nggak mau begadang."

"Kalau yang ini, sih, aku nggak mau nolak."

Detik-detik berikutnya biarlah menjadi rahasia Melisa dan Candra. Yang jelas malam ini mereka saling mengumbar rindu yang semula terpendam.

Kesannya kayak lama, ya. Tapi, nggak papa deh, daripada kalian tersesat kan. Aku mau sesuai dengan prosedur dokter, bukan sesuai imajinasi aku. Hehehe.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro