8' say 'helo'
"Apa lo lihat-lihat gue, ntar naksir lagi," cibir Davina mengangkat alis.
Marvel, tetaplah Marvel, pria dingin dengan hati selembut es kristal. Itu perumpamaan yang cocok bagi Davina untuk Marvel. Mau berapa kata perkataannya, lelaki itu selalu menjawab seperlunya. "Tenang. Gue udah kebal."
Bukan malah meminta maaf karena mengusir. Bukankah tamu sebagai raja?
Ponsel Marvel pun bergetar, menandakan notifikasi terbaru.
... Sucesssful √
Suara cempreng gadis itu membuatnya segera terburu-buru memasukan ponsel dengan cepat. Sebelum jiwa kepo gadis itu meronta akut. "Apaan sih, Dev? Bersik bangettt!"
"Marvel!"
"Ngek. Bengek!" Marvel menyolor kepala Davina. Pertama kalinya, kedua makluk itu kembali bernincang setelah kandasnya hubungan mereka saat itu.
"Lo gak, Say hello, ke gue, hm?" Gadis itu malah menyengir kuda memainkan alis. Awalnya ia merasa cangung, namun tertutup dengan kebebalan menghadapi Marvel, meski lelaki itu tak merespon dengan seksama, namun hal itu membuatnya semakin mencairakan suasana dengan caranya sendiri.
"Hallo, Dav!"
Sapaan Marvel membuat Davina kikuk, tak menyangka lelaki itu membalas perkatannya. Sebelum terbang, Marvel pula menjatuhkan dengan perkataannya yang narkas. "Puas, 'kan lo, puas?!"
***
"Apa maksudnya lo, bawa gue kesini?"
Davina menatap sekitarnya, toko es krim yang sering mereka kunjungi dahulu itu membuatnya mengingat tempat ini. Dasar cewek, pikirannya melayang kemana-mana.
"Lo tau itu tempat apa?"
"Es krim." Davina mengagguk polos.
"Yaudah. Emang kalau gue nyari keong, disana, ada gak?"
"Engga." Davina mengeleng polos.
Membuat lelaki itu menguji kesabarannya. "Dasar, bodoh!" Marvel mengumpat kesal memperhatikan raut Davina yang sedari menatapnya dengan polos.
Sudah tau, Marvel akan membelokan mobilnya ke toko es krim masih saja bertanya dengan polos.
"Apa yang kamu lakuin ke aku itu jahat!"
Di dalam kedelai rupanya Marvel menemui temannya. Lelaki itu melangkahkan kaki lebih cepat menghiraukan gadis yang saat ini bersamanya. Meski sejengkal, rasanya lelaki itu tak berniat menoleh kepada Davina yang berusaha menyusul dengan langkah kecilnya.
"Marvel! Lo jalan ato lari sih--"
BRAK!
Marvel segera menoleh ke arah sumber suara suara jeritan Davina yang sedaritadi mengerutu dengan memanggil namanya digantikan suara kegaduhan.
"Arrrkghhh! Mamaaaa!"
Sejak kapan Davina mempunyai nama panggilan sebagai 'Mama'?
Marvel berbalik arah dimana kegaduhan itu berada. Melihat Davina, disuguhkan dengan pantatnya yang kini menempel di lantai kramik. Di sana lah, Marvel berbalik arah menyalurkan tangan lalu meminta maaf. "Maafin teman Kakak ya, Dek!"
Anak kecil yang tidak sengaja di tabrak oleh Davina itu mengaduh ke Mamanya, karena es krim yang dipegang kedua tangannya itu telah meleleh berantakan tak berwujud. "Es krim aku jadi jatoh."
"Nanti kita beli lagi ya!" Mamanya berjongkok menenangkan anak kecil itu. "Minta maaf, gih sama Kakaknya."
"Aku gak salah, Ma."
"Sejak kapan Mama ngajarin minta maaf, siapa yang benar, siapa yang salah?" Anak kecil itu terhisak membersihkan air matanya lalu menyalurkan tangan terlebih dahulu.
Davina merasakan sensasi pantatnya belahan menyeri hebat hingga sedikit fokus ketika anak itu menyalurkan tangan kepadanya dan Marvel lah membalas uluran anak kecil itu, "Maafin teman Kakak, yo."
"Maafin Dedek juga yo, Cah." Mama dari anak itu mengendong anak lelakinya lalu berpamitan terlebih dahulu dengan tergesa-gesa. Marvel menawarinya dengan es krim kam namun sepertinya tak mempunyai waktu.
Marvel pun menoleh ke arah Davina dengan sorot mata isyarat buruan.' Gadis itu malah menyerit menatapi pantatnya yang masih terasa nyeri.
"Bokong gue! Ntar minta dipijet Malinda pakek minyak balsem otot geliga." Davina bergumam sedaritadi memengang pantatnya. Hampir tidak meyadari orang berlalu lalang disekiatrnya memperhatikan. "Banyak pekerjaan jadi pegel-pegel? Pakai aja, balsem otot geliga."
"Tepos. ya. Tepos aja!" Marvel sengaja berteriak nyaring di telinganya.
Lelaki itu rupanya kehilangan akal sehat!
"Woi! Ini telinga, woi! Telinga!"
"Siapa yang bilang itu kuping gajah?" Marvel berbalik tanya datar. Yang dimaksudnya kuping gajah, adalah makanan kue melengkung coklat atau dengan rasa mocca.
"Bangsat, lu Vel!"
Sebelum gadis itu melakukan aksi gilanya-meski dengan pantatanya perih, rupanya kekuatan gilanya tidaklah berkurang.
Marvel tidak sengaja memperlihatkan tali sepatu kets milik Davina lepas, lelaki itu terlebih menjongkok membenarkannya. "Ceroboh baget!"
Hadiahnya ialah Davina mendapat jendulan dari Marvel. Kini kupu-kupu terbang di atas kepalanya.
***
Bagi seluruh murid Universitas Surabaya, Marvel merupakan salah satu spesies kutub utara berada di fakultas teknobiologi unika. Pekerjaannya hanya mencintai tumbuhan sekitar, mungkin mencintai manusia sesama manusia sang pencipta. Entah, mitos atau apapun itu, namun hal itu menjadi julukannya.
Marvel dan Davina sangat berbeda jauh. Lebih dari kata jauh, perbandingannya melebihi langit dan bumi. Sebenarnya, bukan menjadi hal yang dipertanyakan, namun gadis itu selalu merasa demikian.
Hanya karena, Davina memiliki kekurangan bentolan di wajahnya yang tak kunjung menghilang bercampur denga flek hitam, dan Marvel yang sebening kapas tidak ternoda.
Dulu, ketika Marvel dan Davina beriringan di penjuru kampus, gadis itu selalu menunduk menhan rasa tidak percaya diri.
Pertanyaan yang Davina pikirkan hanyalah, 'Mengapa Marvel, yang sempurna mau dengannya, si butiran debu kaca spons.'
Disini Marvel disuguhkan dengan Linda, perempuan berusia kepala tiga mengentikan aktivitasnya lalu menatap kedatangan mereka dengan berbagai ekspresi.
Batin Marvel, seperti tidak pernah melihat orang ganteng seperti mengapel. Terlihat percaya diri, tetapi itulah yang dipikirkannya.
Pertanyaan dari Linda tak lain, tak jauh beda. Mungkin bagi Davina, kebal dengan ocehan Mamanya. Tetapi. beda halnya dengan Marvel, mungkin lelaki itu akan shock.
"Kamu pacarnya Davina?"
Nah. Detik itu juga hampir saja Marvel melepaskan tangannya yang mengampit di pinggang Davina selagi menuntunnya berjalanan.
Jika dilepaskan, tubuh gadis itu akan hilang keseimbangan, maka dari itu Davina kembali menariknya secara tidak sengaja. "Ma. Bantu anaknya duduk dulu. Bokong gue, periiih," celatuknya kepada Mamanya itu yang sedari begong.
Wajat saja, Linda menginginkan anak ragilnya mempunyai pasangan dan kedatangan lelaki itu, tak lain Marvel bersama Davina itu membuat Linda merasa senang.
Hari ini, Linda berbaik hati. Terbukti dengan langsung menolongnya. Mungkin besok, Davina akan mendapat ceramahan tentang pasangan dan masa depan yang selalu dilontarkan Mamanya dengan berbagai macam kiasan.
"Mama seneng loh, kamu akhirnya bawa pacar kamu ke rumah." Lagi lagi pertanyaan Linda membuat Davina mendengus.
"Ma,maaf tante--"
Disana Davina berpikir bahwa Marvel akan menjelaskan bahwa mereka tidak terikat hubungan. Namun Linda lagi, lagi penyelah pembicaraan.
"Ma! Marvel mau bicara, toh!"
Ini adalah kesempatan bagus.
Linda ber-o-riah mempersilahkan lelaki itu berkata.
Marvel menaikan bibirnya sekilas seolah berterima kasih kepada Davina namun seketika ekspetasi Davina tak berjalan sesuai.
"Maaf, Tante. Besok saya minta ijin ajak Davina ke acara tunangan teman saya." Lelaki itu berkata dengan hati-hati. Jika memperlihatkan ekspresi lawan bicaranya rupanya Linda mengizinkannya.
"Boleh kok, boleh banget! Kalau perlu ajakin setiap hari biar gak ngerasa jomblo."
Davina menelan savilanya susah payah. Ada perasaan senang, sedih dan kecewa menjadi satu. Buru-buru ia menutup dengan sifat galaknya. "Masih besok!"
Singkat, padat dan jelas.
"Davina ....," tegur Linda.
Bukan anaknya di bela ... "Aku ini anaknya Mama, atau bukan sih?"
***
Marvel tuh giamana sih?🙄
next nya ....
5-11-20
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro