3' story calling
Drrttttt...
Ponselnya di atas meja pun berdering menampilkan nama teman-teman laknat tertampang jelas di panggilan gabungan.
Gadis itu menggeser tombol hijau tampak berniat mengeluarkan suara dalam metode unfaedah.
"Dav. Gue diajak Haikal ke tunangannya Freeza-Raffli!" Diseberang telepon, Kirana berteriak heboh mengalahkan pembawa acara ketika mengetahui berita trending.
Yahkan. Unfaedah. Paling puncak, berakhir dengan ghibah.
"Lo tau ...
"Gue gak suka ..."
Atau ... dengan topik si A, si B melakukan sesuatu yang menjadi hot new topic dengan segala mencari sensasi.
Bagaimana dengan kalian, para cewek???
"Gassekun, Kai. Jangan kasih kendor!"
Davina mengundurkan posisinya berjauhan dengan volume ponsel. Itu ialah suara Bella, rupanya gadis itu sengaja mendekatkan ke arah speaker. Membuat telinga lawan bicaranya di sambungan telepon berdenging.
"Anjing! Suara lo kayak toak masjid, pindah ke rumah gue!" Kirana mendengus kesal.
Gadis itu non-muslim, jadi agak terbiasa dengan suara adzan di masjid dekat perumahannya. Setiap Minggu, Kirana ke tempat dimana ia beribadah. Meski dengan hal itu, gadis blasteran Korea itu selalu menyuruh teman-temannya yang beragama Islam, agar mendahulukan sholat.
"Lah, emang suara toak masjid di dekat rumah lo, pindah Kir?"
"Berisik, woi! Berisik! Gue sibuk!" Davina nencelah perdebatan kedua temannya itu. Sebenarnya, otaknya yang masih sibuk berpikir.
"Oh, ada Davina!" Tak lain, Bilqis berujar dengan polos selagi memperlihatkan kembali panggilan telepon.
Dari sana, Bilqis menyegir kuda mengaruk keplanya yang tidak gatal. Hal biasa, ketika Kirana dan Bella beragumen. Jadi Bilqis memilih me-skip adegan itu, hingga tak mengetahui sejak kapan Davina bergabung.
"Gak nyadar nih, bocah. Kebanyak bucin, sih!"
"Kok lo berdua, mau berantem juga? Gantian? Kok gak sekalian aja, kita berempat berantem," celatuk Kirana membuat semua orang di panggilan itu rasanya ingin mengumpat kotor, namun didahului dengan perkataan Bilqis lembut.
"Yaudah, gue matiin."
Drrrt...
Alhamdulillah, unek-unek gue tersampaikan. Batin Davina selagi memperlihatkan panggilan suara terhubung.
Menyisahkan Kirana dan Bella dalam ruang obrolan, setelah Bilqis buru-buru mematikan sambungan telepon.
"Tes... Tes... Tes ... satu, dua, tiga." Disana Bella memukul speaker di ponselnya sebelum salah satu dari mereka membuka pembicaran.
"Dav... "
"Dav... "
"Dav... " cicit Kirana.
"Anjriit. apaan?"
"Gue gabut," ujar Kirana di seberang telepon.
Dia pula yang memulai menelpon ketiga temannya itu akibat tidak ada kerjaan alias gabut.
"Sini, ngepel di rumah gue."
Davina mendengus. Tuan putri disuruh mengepel? Bisa-bisanya kulitnya memerah.
"Gue udah fiks sama Haikal datang ke tunangan Freeza, Rafli," ujar Kirana dalam motode curhatan Mama Davina.
Davina hanya berdehem ringan.
"Apa salahnya, sih. Lo cobak? pilih mantan lo salah satu aja, siapa tau ada CLBK!"
Swit. Swit. Swit.
Kirana tertawa renyah. Gadis itu selalu mendapatkan pasangan dengan mudah. Tak perlu mencari, para lelaki dihadapannya sudah mengantri tembako.
Tiiit ...
Davina mematikan sambungan telepon. Beralih ke list mantan tertumpuk di salah satu brinder.
Salah satu nama di deretan atas. Kosong. Kosong dalam artian tiada coretan pena. Berartikan nama tersebut tak pernah berkomunikasi lagi dengan dirinya.
Fathur Safari Asyukuri
Saat itu, Davina berkelana menjelajahi sistem bucin.
Paling uwu diantara sebelum-sebelumnya, sayangnya ...
Gadis itu meminta putus. End.
"Gue inget nih, dulu nih cowok ngemis ke gue gara-gara gue minta putus tanpa alasan." Davina membaca berapa banyak list mantannya.
Jadi kalau dia kawin, akan mengundang seluruh mantannya tanpa terkecuali. Sekaligus mengingatkannya betapa indahnya masa menjadi fakgirls.
Tak banyak pikir panjang, gadis itu mencari di kontak ponselnya lalu segera menekan tombol panggilan di sudut atas.
Apa salahnya mencoba? Ia juga tidak tau, nomer itu masih aktif atau tidak, atau telah berganti nomer baru.
Keduanya telah lost contact. Terakhir kali saling mengirim pesan hanya berdebat tentang Jackcloth, itu pula sudah pergantian musim.
"Halo?"
Gadis itu menerjamkan mata berulang kali. Awalnya sediki gugupnya. Meski teman lama tetapi jarang berkomunikasi, itulah yang dirasakannya saat ini.
Sekian beberapa detik berdering, lelaki itu mengangkat panggilannya. Gadis itu meringis sebelum melanjutkan pembicaraanya.
"Lo, Fathur, 'kan?"
"Iya. Lo siapa?" Sang penerima panggilan bertanya balik dengan polos. Rupanya nomer Davina telah dihapus. Seketika membuat gadis itu merengut kesal.
"Lo lupa sama gue?"
Hening.
"Gue, Davina."
Disana lawan bicaranya sedikit memundurkan posisinya hanya karena ingin mendengar suara gadis itu lagi.
"Masih lupa? padahal lo sendiri yang bilang gak bakal lupain gue."
Hening.
"Padahal dulu, waktu kita deket--"
Pembicaraan Davina terputus ketika si penerima telepon bukanlah Fathur, melainkan...
"Iya. Gue pacarnya."
Tak salah lagi, suara corak perempuan di seberang sana bergantian dengan suara Fathur mengisi terhubungnya panggilan telepon setelah beberapa menit tak mendapat respon.
Gadis itu mengerutuki kebodohannya berulang kali menjitak kepalanya sendiri. "Bodoh." Satu umpatan kasar kepada dirinya sendiri.
Bodoh teriak bodoh?
"Ekhm. Lo silir mantan pacar gue yang keberapa? Ngarep banget jadi cewek, jangan kegatelan ya, lo!"
Davina langsung memutuskan panggilannya. Mematikan daya internet sejenak.
Kabur!
Apa mungkin, terlalu kegabah?
Gadis itu kembali mengaca di meja tata riasnya masih mengenakan pakaian formal dengan jaket denim masih melekat di tubuhnya.
Wajahnya yang burik selalu tidak mendapatkan peringkat dibandingkan dengan kids jaman now dengan bedak setebal satu lusin hingga baginya membuat kesan 'menor'.
Ada pula, aala-ala bermanja skincare, namun tak jarang hanya memperlihatkan sisi kecantikan wajah. Coba lihat, jika di bandingkan dengan telapak tangan. Jauh berbeda.
Tak jarang pula bermodal bedak pemutih, mungkin mandinya juga mengenakan putih ringso, setiap hatinya. Ck.
Apa dayanya, tak mengenal skincare. Make up saja, tak mengerti, apa lagi mengenai blush on, maskara, pensil alis dan lain sebagainya.
Mana ada yang mau dengannya?
Burik turunan kentak tujuh rupa.
Gagal up-terdate.
Bukan sadar, tapi sadar.
Jika lagu Fiersa besari, dengan judul 'Garis terdepan' gadis itu merasa berada di garis terbelakang. Apakah ada sesuatu untuk mencerminkannya?
Apalagi struktur tubuhnya tidak tercantum dalam bodygoals, mungkin auto sudah ter-blakcklist.
Tubuhnya yang kurus seolah tidak mempunyai daging hingga tak jarang orang-orang meledeknya, 'kurus balongan' atau sekedar 'gak duwe daging' atau dengan istilah 'kerempeng.'
Balong, yang berartikan tulang. Terkadang Davina malah menyanyikan 'Balungan kere'.
Paling bernilai plus ialah, 'palingan keterak angin, uwes mombol.' (paling juga terkena angin sudah melayang.). Lebih jelas, dalam artian 'beteng'.
Indonesianya, 'Beteng' merupakan satu helai sapu lidi.
Meskipun kurus, gadis itu mempunyai tinggi kisaran tinggi 162 centimeter. Jadi tak perlu gengsi cukup mengatakan, 'Tinggi itu ke atas, gak samping.'
Dijamin orang gendut yang mengejeknya pasti memasang raut kesal. Padahal, perkataan tak bermaksud menyindir.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro