20' late beginning
Seorang gadis jangkung melepaskan kacamata hitamnya seusai dari arah parkiran kampus memperhatikan aktivitas para murid sebelum kelas pagi dimulai ... atau bisakah ini adalah hari terakhirnya ia berada di Surabaya, tempat lahirnya ini.
Gadis itu menghela nafas panjang beririringan dengan Marvel, lelaki itu tetap dengan muka datarnya seolah tidak bersahabat dengan lingkungannya.
Tidak banyak yang mereka lakukan, Marvel melangkah belahan sebelum memasuki ruangan jurnalistik.
"Let me speak, perhaps ... one last time."
Decitan itu membuatnya menghentikan langkahnya sejenak.
Ganya menghela nafas sebelum mengajak lelaki kutub itu. Kutubnya Marvel sebelas dua belas dengan frist impresion pertemuan mereka, meski membutuhkan usaha lebih agar lelaki mengangapnya teman baik.
"Aku harap kamu kasih kenangan ..." Ganya menjeda pembicaraannya. "I'm just saying goodbye."
Sebelum Marvel mengeluarkan pita suara, Ganya terlebih dahulu berujar kembali, "Aku rasa kedatanganku disini, more difficult the situation."
"No, nothing--"
Buru-buru Ganya merengkuh tubuh lelaki itu. "The slightest time."
Marvel barusaja mengentikan adegan ini, hal terungkan ketika gadis didekapannnya ini masih memeluk tubunya erat sebagai akhir dari pelukan perpisahan.
Ganya, bukanlah masa lalu. Gadis itu memberikan tempat berteduh di dalam kisah sskolahnya. Terkadang apa yang ingin kita raih, tidak selalu semua hal berpihak.
Masa sekolah mereka telah usai, saatnya melanjutkan perjalanan kembali, bagaimana kejutan di kemudian hari, semua akan datang dan pergi dengan sendirinya.
Davina yang tidak sengaja memperhatikan adegan itu tiba-tiba mengeluarkan air mata seagukkan, buru-buru gadis itu berlari kencang.
Tanaman pot yang tidak sengaja tersengol itu mengeluarkan suara pecahan keras, hingga tanaman cantik di pot itu kini berserakan.
Lari, dan tempat lari.
Marvel tidak sengaja mendengarkan suara pecahan pot tersebut dan mengetahui gadis itu, lelaki itu belahan mendorong tubuh Ganya, dan berlarian mengejar Davina.
Ganya belahan memundur memperhatikan pungung Marvel yang kini mulai menjauh dengan mengejar gadis yang ia duga sebagai 'His Ex'.
Ganya tidak berangapan banyak, ia tidak mengetahui ketika salah satu anak mengosipkan mereka. Awalnya ia kira sebagai angin lalu. Ketika posisinya berada disini saat ini, Ganya merasa bersalah akan hal itu.
"Aneh ya, gue gak suka lo deket sama cewek di masa lalu lo. Hahaha." Davina sedikit tertawa kecil menghibas pergelangan tangannya ketika lelaki itu berusaha mengentikan langkahnya.
"Lo cemburu?" Marvel bertanya balik. Sampai detik ini, ia tak akan mengerti bahasa serampah kode cewek. Menyebalkan!
"Vel. Gue cewek ...." Davina merasa pengap, karena kurangnya udara, gadis itu menghela nafas dalam.
Yahkan, perasaan cewek juga sensitif.
Davina tidak akan memungut sampah yang ia buang, tetapi kali ini ia akan lbh jujur akan perihal prasaannya.
eh, ini gamon atau gimana?
***
Jam akhir dari kampus Universitas Airlangga, Davina masih tidak bergegas ingin pulang. Gadis itu menghirup angin sepoi di bawah pepohonan rindang.
Matanya menerjap satu per satu teman yang ia kenali, bahkan beberapa kali ia mendapat sapaan dikarenakan berjalan dengan sendiri--paling sering ia memutari kampus bersama teman laknatnya. Hanya saja, hari ini gadis itu pingin menyendiri.
Muncul dibenaknya kata Marvel. Perkataan sebelumnya ia tak bisa menahan sesak lebih lama lagi, seoalah perkataannya membuat udara segar mengecil dalam waktu singkat.
"Gimana lo sama Ganya?" cela Davina melontarkan pertanyaan--pertanyaan yang ia pingin tanyakan sampai saat ini selagi berusaha kembali menetralkan keadaanya.
"Just friends."
Davina mengelengkan kepala pelan, berusaha menatap bola mata lelaki dihadapannya itu dengan intens selagi berusaha menyelidiki kebohonngan yang ada.
"Isn't she your first relationshionship?" Davina tersedak ketika menceritakan couple gelang yang sama dengan pemberian lelaki itu, dan juga frappuccino green tea yang belakangan gadis itu upload di snapgram.
"Itu karena dia pinjem gelang, sewaktu sebelum pergi ke USA, dan frappucino green tea ... Ganya suka Red Valvet, saat minumannya itu gada, gue yang pesen frappucino green tea kesukaan gue."
Entah, bagaimana ekpresinya setelah Marvel mengatakannya semua. Musuh cewek, adalah masa lalu lawan mainnya. jika Davina mengatakan itu, lebih baik ia sadar posisi saat ini. Mereka tidak akan bersama. Know's it.
Kembali ke alam dimana ia berada. Ganya melambaikan tangan kepadanya, sebelum menghampirinya dan menepuk pundaknya, merasa kesal karena gadis itu sedaritadi melamun tidak memperlihatkan keberadannya.
"Aku merasa seperti patung comberan disini." Ganya memanyunkan bibir dengan mengulurkan kepada Davina. "Ganya. Aku rasa telah mengenaliku."
"Davina."
"Aku akan kembali ke USA! So, say goodbye!" Ganya berteriak heboh, melambaikan tangannya meski posisi keduanya saat ini berhadapan. Seolah gadis itu melambaikan sesuatu ke arah lain, karena terlihat sangatlah antusias.
Ganya tau, gadis dihadapannya ini adalah orang yang pernah menjalin hubungan dengan sahabatnya, Marvel. Ia barusaja mengetahui itu ketika berada disini. Saat teman satu kelasnya mengosipkan hubungan mereka, yang mengatakan keduanya terlihat seolah kembali dekat. Entah darimana narasumber, dipercaya, atau tidak, keberadaan disini mungkin sangat menyusahkan Marvel--dari sikap yanh ditunjukkan Ganya merasakan hal itu.
Kembai ke sikap Marvel, dari sudut manapun, Marvel tetaplah Marvel, si pangeran kutub. Mungkin karena ia dan Marvel sudah tidak lama bertemu seintens saat mereka berada di sekolah menengah, membuat Ganya sedikit melupakan fakta itu.
Davina mengerutkan kening, entah apa tujuan dari gadis itu mengatakan kepadanya. Ijin?
Teralihkan ketika Ganya membisikan sesuatu kepadanya, "Please take care of Marvel, at the South Pole. Dia sahabatku. Aku menitipkan kepadamu."
***
Marvel meningat kedekatannya yang belakangan ini mereka jalani--atau hanya Marvel hanya merasa mendekati gadis itu? Tidak lain 'His Ex'?
Ia akan berterimakasi kepada undangan Raffli, salah satu mantan Davina itu. Disitu juga awal dari semuanya terjalin kembali saat semuanya harus berakhir.
Saat undangan itu tersebar, ia tidak sengaja memperhatikan gadis itu memainkan basket di tengah lapangan bersama Bela, salah satu temannya yang baginya dengan kategori perempuan jadi-jadian. Marvel tidak sengaja memperhatikan itu dari kejauhan.
Detik ketika, Raka merebut bolanya lalu memasukan ring dengan sempurna, Marvel berbalik arah beralih ke ruangan jurnalistik mengambil barangnya. Namun teralihkan ketika ponselnya di gengamann tangannya itu bergetar.
Davina is calling.
Hampir saja mengangkat sambungan telepon, buru-buru panggilan itu telah terputus kembali ke walpaper layar ponselnya.
Sesampainya dirumah, Marvel tidak sengaja mengetahui gadis itu membalas story whattsapnya. Entah, kesalahan teknis, atau adakah hal lain. Baginya ini sangat tidak biasa. Satu fakta, mereka tidak pernah melakukan lost contact kembali ketika hubungan mereka kandas waktu itu.
Davina replay your story.
Davina
sama gue, hem?
Davina
Mau ga, date bareng gue??
Buru-buru ketika merasa risih, Marvel akan memblokirnya. Namun seketika terurungkan siapa pengirimnya.
Saat itu, pikiran Marvel mengarah, 'couple date? Siapa tau, dengan itu gue sama dia, baikkan lagi.'
Setelah itu, Marvel menekan tombol panggilan, tidak lama panggilan terhubung. Gegabahnnya tertutup dengan sifat kutubnya. Akhirnya, lawan bicaranya itu mengatakan sesuatu.
"Gue pinggin ngajakin lo--"
Ini waktu yang ditunggu olehnya. Tanpa aba-aba, ketika lawan bicaranya belum menuntaskan pembicarannya, Marvel memotongnya dengan seksama. "Oke."
Hening.
"Hari H gue jemput," ujar Marvel diseberang telepon sebelum mematikan sambungan telepon.
Meski lawan bicaranya terdengar gugup, ia akan bersihkeras. Mungkin, jika kalian tidak percaya, tidak adanya kesepakatan, Marvel hanya ingin memperbaiki hubungan meski kalimat itu tidak pernah terlontar.
Lelaki itu merasa bersalah berakhirnya hubungan mereka, ialah yang memaksa kehnedak akibat keegoisannya.
Apalagi Davina, tidak pernah mengungkitnya lagi, sangat berbeda dengan kebanyakan para cewek dimuka bumi yang selalu memperbesarkan masalah. Apalagi sebagaian dari mereka, tidak terlalu membuatnya risih, hanya berani terus terang mencari perhatiannya.
Sampai dimana kedatangan Ganya, memperlihatkan ekspresi Davina, seolah tidak menyukai keberadaan Ganya diantara mereka, apalagi ketika tatapan yang gadis itu perlihatkan kepada Ganya saat pertama kali mereka bertemu.
Marvel menutupnya dengan apik, berharap gadis yang hadapannya ini menjadikan hubungan mereka membaik, tidak akan ada menaruh perasaan apapun lagi kepadanya.
Karena ... terkadang membaik bukan berarti membalik.
"Dav ... lo gak naruh perasaan ke gue lagi, 'kan?"
Pertanyaan itu terkadang Marvel ingin utarkan, ia merasa ada kesalahapahaman disini.
Davina terdiam sesaat.
Bagi Marvel itu merupakan jawaban logis.
Marvel sempat tertawa. Entah seberapa dugannya, kemungkinan terburuk saat ini terlihat sangat nyata.
"Gue rasa itu awal kita membaik. Lo tau kan, gue cuma memperbaiki, bukan untuk kembali."
Brengsek! Marvel, harus dimasukkan dalam kategori mana? Gadis itu mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya, membuat anak orang baper, dan tidak mau bertangung jawab?
Pertama kalinya, Marvel mengatakan tujuannya ... atau, bisa dibilang kesepakatan? Yang Davina cari dalam bentuk dialog?
Davina masih terdiam. Nadanya tiba-tiba sesak, seolah ia tidak bisa menghirup udara segar sesaaat.
" ... tetapi, gue ngerasa bersalah karena lo jatuh ke pelukan cowok brengsek kayak gue lagi." Marvel meratapi kesalahannya.
Jika dari awal, Marvel mengatakan hal itu, Davina tidak akan kembali menaruh rasa kepada lelaki itu. Nasi telah menjadi bubur.
Setiap orang mempunyai sudut pandang berbeda. Terkadamg apa yang kita yakini benar, tidak selalu dikatakan benar, jika menurut pandangan lain.
"Gue rasa kandasnya hubungan kita waktu itu. Semesta punya caranya sendiri, kita beda, Dav ... sampai kapanpun kita gak bakal bersama."
Davina terhisak membiarkan airmatanya luruh sebab perkataan lelaki itu.
"Perasaan selalu dilawan dengan takdir. I know's it." Marvel merengkuh gadis itu dengam hangat. Membiarkan airmatanya luruh dipundaknya.
"Mending kita gak pernah kenal."
Marvel menerka airmata gadis itu. Gadis yang pernah ada didalam kisahnya. Memberikan berbagai warna, meski terkadang takdir tidak mempersatukan mereka, membuang perasaan itu jauh-jauh, berharap berjalannya dengan waktu, perasaan mereka akan terkikis.
*
END
***
uda ending, noh😁
gimana ur feeling,
uda baca smpek sini?
maapin aku karena
disini masi banyak kekurangan^^
so, i hope u like it🤗
thaks for your partispation😚
lup lup nya satukebon💛
-
-
-
-
-
-
-
-
finished 2-12-20
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro