Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19' on the past

Terlihat Marvel terburu-buru, Davina kembali terdiam, gadis itu tidak berani menayakan apapun. Ia hanya berterimakasih karena membawa nyawanya kembali dengan selamat, selagi melambaikan tangan, buru-buru lelaki itu melanjutkan kelajuan mobilnya membasmi daerah free kecamaten di Surabaya.

Belakangan ini, gadis itu melakukan ritual rebahan dengan gaya magnet kasur, tiada tara.

"Lo, udah ga jombls, Kak? Baguslah, biar kita bisa couple date. Sekaligus memperkenalkan diri ke cowok lo, sebagai adik ipar," celatuk Raffles berada di sofa ruang tamu berkutat dengan mobile legends.

Tetapi, adiknya itu mempergokinya, membuat Davina berbalik arah menatapnya malas, "Tau apa, masi rempekan peyek ngunu, atek pacar-pacaran. Adek ipar, kek lo? Nggak sudi."

Minim akhlak, ya begini. Kids jaman now, breee.

"Dweeesooo, 'kan." Raffles ikut mencibir sedikit mendongak ke arahnya. "Punya Kakak kurdet, naseb elah. Orang gue udah panjang juga."

Panjang? Seketika pikiran Davina terjun ke alam bebas.

"Panjang? Panjang anunya, Dek?" cekik Davina menutup mulutya sedikit menahan tawa lalu bergegas menaiki tangga beralih ke kamarnya.

"Maapin Dede masih polosss."

Itulah suara teriakan adiknya, Raffles yang masih mengema.

Lalu, siapa pemulai diantara mereka?

Notifikasi bermunculan di layar instagram, Davina yang tida sengaja membuka aplikasi itu, tidak sengaja pula profil Ganya dengan lingkaran snapgram terbaru masih berada di setiap inci pengelihatannya.

Davina menekan snapgram tersebut, agar mengetahui apa aktivitas terbarunya. Lagi-lagi, Davina mengerutkan kening dengan ibu jari berada di layar ponsel. Ganya mengunduh snapgram dengan bersender pundak sesorang pria, gadis itu meminum minuman starbuck.

Terlihat jelas frappuccino greeen tea digengamannya. Davina hanya ingat frappuccino greea tea itu kesukaan Marvel.

"Apa sekarang mereka lagi kencan?" Pertanyaan Davina itu buru-buru ia segera menghubungi makluk kutub terlebih dahulu.

Sekian beberapa detik, panggilan terhubung, namun Marvel tak kunjung mengeluarkan suara. Itulah Marvel, tidak mau bahan gas pita suaranya menyusut. Maybe.

"Hekm. Posisi?"

"Gereja."

Pemikiran itu belahan Davina tangkis jauh.

Setelah itu, tiada obrolan kembali. Beberapa hal yang ingin Davina tanyakan namun terurungkan. Mulutnya sulit untuk berkata banyak dibanding kenyataan yang ia ketahui. Begitu juga, begitu juga hal lain serasa berkaitan.

Marvel mematikan sambungan telepon itu dengan sepihak, karena dirasa tiada topik yanh harus mereka bicarakan. Apa gadis kasar itu menghubunginya, hanya menayakan posisi? Aah. Sangat memboros pulsa.

Seorang gadis sedaritadi menatapnya dengan belahan meneguk frappuccino green tea-nya yang sama dengannya itu pun berujar setelah sekian beberapa menit detik disini tiada obrolan, "Hum ... cewek kamu?"

"Gak semua hal, lo harus tau, 'kan, Ganya?" Marvel bertanya balik membuat gadis itu terdiam sejenak.

"Kamu berubah."

"Gue Marvel, dan ini lah, gue." Marvel mengalihkan arah berdecit memundurkan kursinya lalu berlalu memasuki gereja.

Ganya menghela nafas panjang selagi memperhatikan kepergian lelaki itu. Meski Ganya bersahabat dengan Marvel, lelaki itu memang tertutup, bedanya lelaki itu lebih dingin daripada terakhir mereka bertemu.

Ganya merasakan hal itu, atau hanya sebatas perasaannya saja?

***

3 feb 19

Raka terbangun dari tidur siangnya kembali memainkan stik games dengan layar mobile legends pertarungan ranked.

Drrrtttt ...

Beruntungnya, notifikasi itu belum ke semi ranked, Raka menekan notifikasi terbaru itu dengan tangan mendadak lemas.

Dav🤒
Rak? Kita putus ya? :)
13.25

Dilihat dari jam, sudah lima jam lalu, pesan itu tersampaikan ketika ia masih tertidur pulas.

Ya. Masa lelaki mengemis?

Dengan ketikan singkat, Raka membalas. Lelaki itu mengacak rambut frustasi. Dibalik ketikannya ia terpaut berpikir kesalahan apa yang ia perbuat hingga kekasihnya itu mengatakan putus. Detik ini juga, hubungan mereka berakhir.

"Kalo gue ninggalin lo, gimana?" tatih gadis itu bertanya dengan seksama.

Raka sedikit berpikir, lalu menjawab, "Gue cari cewek yang lebih seksi, gak tepos, pokoknya mau bulan madu bareng gue."

"Kaplok!" Davina menjerit geli menjitak kepala lelaki itu selagi berujar, "Ya. Iya. Gue tepos. Mergo sadar aku sopo."

Dengan lirik ref lagu 'Mundur alon-alon', Davina menyanyikan ref dengan tepat.

Detik ini menjadi 'He is my ex.'

21:15. Hari menjelang malam, beberapa panggilan dari teman-temannya terus meninggalkan getaran, mau tidak mau, Raka menjawab pangggilan salah satu dari temannya.

Sempat melupakan sesuatu, bahwa malam ini, mereka berkumpul. Lebih ditepatnya, mereka adalah teman dari teman sekolah menengah, jadi satu bulan sekali, atau dua kali, mereka akan berkumpul di salah satu dari mereka secara acak, seolah memperingati kembali persahabatan yang telah terjalin lama.

"Satu setengah jam, gue sampek."

Dengan malas, Raka beranjak dari tempat tidurnya. Padahal hanya memerlukan waktu kurang dari sepuluh menit sudah sampai tujuan, jika melawan jejalanan area macet.

Sesampai disana, karena terlihat raut wajahnya yang kumul, kusut dan kumus. Para pria saling curhat, chek.

"Cewek itu dimengertiin, Breee. Ditanya, ada masalah apa. Lo malah langsung fiks. Dikira, lo emang udah gak serius," argumen lelaki berambut jamet itu dengan menatapnya dengan sirmik memamerkan rambut kesayangannya.

Jangan menjelekan rambut rambut jametnya. Rambut jamet miliknya sangatlah terurus dengan mengatakan seperti genji.

"Kalo gue ... hilang satu, tumbuh seribu. Diputusin satu cewek, yang laen ngantreee, Bossqu!" Itulah Varrero. Dengan kepedean tingkat diatas rata-rata.

Harta. Tatah dan teman terbaik. Itulah prinsip yang Varrero jaga. Tanpa harta dan tatah--uang, bukan segalanya tetapi segalanya membutuhkan uang. Baginya, teman terbaik adalah teman yang menolongmu dari titik nol. Meski tidak dipungkuri, terkadang dari berapa banyaknya teman hanyalah 'ada apanya.', Varrero tidak memperdulikan hal itu, selama ada teman terbaiknya, kenapa memikirkan teman, teman dan teman.

Kamu mengerti perbedaan teman dan teman terbaik, bukan?

"Stok baru, terkadang gak sesuai dengan stok lama, Brooo ...." Raka berdecik.

Inilah curhatan lelaki.

Jika gadis, mereka mendengarkan dengan seksama dengan akal perasaan. Bedanya, jika lelaki, mereka menangapi dengan apa yang mereka menurut benar dengan mengandalkan logika.

Boy's said, "Lo gak suka gue? Gue bisa cari cewek laen. Cewek banyak diluar sana, gak kek modelan lo, gini."

Girls said, "Laki gue banyak, tapi mereka gak bisa bikin gue nyaman kayak lo buat nyaman ke gue, sampek gue kejebak dalam zona nyaman, yang gue buat."

Dari keempat temannya, Raka sangat bersyukur, ia mengerti tentang bagaimana posisinya saat ini.

"Perbaikin lagi, Breee. That was lost, can never come back."

Layar ponselnya masih berada romchat Davina. Balasan itu membuatnya membuang keinginan itu belahan menjauh.

Raka
oke.
Read.

Balasan yang tadi ia ketikan. Hanya bertanda ceklist biru yang mendadakan telah terbaca dengan berujar, "Udah masa lalu, juga."

Apr 18

Dua bulan sudah hubungan mereka kandas. Mereka menghilangkan rasa canggung diawal sesudah usai kandasnya hubungan mereka.

Kenapa cewek lo banyak?"

Raka menghentikan aktivitasnya merampas kembali ponsel yang berada di genggaman mantan kekasihnya itu. "Gue terima karena kasihan. Gue akhiri, karena bosan. Kalau gue bertahan, berarti gue beneran sayang."

Terkadang berteman dengan mantan, adalah suatu kedewasaan.

Begitu juga Raka bertindak seolah mengabaikan hari itu.

Tidak lama, Davina juga sering mendengar Raka berganti cewek setiap harinya. Mulai dari hitungan matahari berporos ke bulan, setiap pergatian waktu. "Time is female."

Jika boleh, ia mengatakan gadis itu sangat pengaruh dengan salah satu alasan, dimana ia semakin menjadi.

***

itu banyak alur mundur,
next chap juga gt,
sengaja dari sudut pandang mereka
huhuhu, next nya aku kasih last chap, ya! 
so, aku bagi waktu hihi.

29-11-20

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro