Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15' first love

Bedain alur mundur ya,
soalnya sengaja ga ku cetak miring
wkwk

***

"First love, true love?"

Seorang gadis membacakan sebuah artikel di layar ponsel selagi melanjutkan perkatannya, memperhatikan lelaki didekatnya ini, "True or false?"

Lelaki itu memainkan daun kering. Batang kayu yang telah rapuh dibuatnya melukis di atas pasir. "Bagi gue, cinta pertama itu gak ada," jawabnya dengan seadanya. "Cukup jadi yang terakhir buat gue, Bebs."

"Bebek? Bekicot? Gue jyjik, Vel!"

Lelaki itu hanya tertawa kecil. "Gue pernah ngerasain jatuh dan patah hati untuk pertama kalinya. Gue harap gue gak pernah merasakan patah hati ketika bersama lo, Dav."

"Kalau lo ninggalin gue? Hem. Someday." Davina bertanya balik dengan maksud memancing Marvel. Namun lelaki dingin terlihat dari auranya masih dalam mode serius.

Seketika perkataan Davina selanjutnya meruntuhkan suasana--suasana serius menjadi saling bergurau. "Kalau lo ninggalin gue, tinggal nyari laen. Beres!" Davina menghias kedua tangannya menjauhi lelaki itu. Jika tidak, ia akan menjadi sasaran empuk penguin itu.

"Oh. Lo udah punya cadangan. Dav? Iya?" Marvel mengeram kesal. Padahal maksud gadis itu hanyalah bercandaan.

Terkadang inilah moment yang keduanya saling sukai. Karena hidup tak patut serius melulu. Paling garis keras, adalah candaan dibuat serius. Dasar baperan! Makan wafer nabati masih berlapis-lapis keju, daripada baper? adanya makan ati.

"Mana sempet gue cari lagi? Tatapan mata elang lo yang ngebuat gue gak bisa deketin cowok-cowok!" Davina menghela napas panjang.

Jika diluar, Marvel memang terlihat pangeran kutub. Kelebihannya dengan muka tamvan, jika tidak, mana ada cewek yang mau dengannya? Sekali ngomong, bom nuklir meledak.

Lambat. Seiring berjalan dengan waktu. Ketika Davina memulai hubungan dengan Marvel, sifat kutubnya berangsur menghilang bahkan lelaki itu menjadi lunak dengannya.

Meski hubungan mereka tidak selalu baik-baik saja.

Saat ini, Davina berada di depan ruangan jurnalistik--tepat ruangan dimana tadi gadis asing itu berada.

Marvel memang mengambil extrakulikuler jurnalistik, tidak heran gadis itu mengetahuinya. Pernyatan yang benar, bukankah mereka sudah saling kenal?

Saat yang tepat ketika gadis asing itu memperkenalkan diri di seluruh anggota jurnalistik.

Marvel, salah satu dari mereka pun masih dengan tatapan yang sama, bedahnya ketika gadis asing menyebut namanya, sontak ia menoleh dengan seksama. Davina tidak bisa memperjelas ekspresinya dikarenakan lubang kecil ini sangat menyumbat.

"Jika ada yang tidak dimengerti, kalian boleh mengajarinya teman baru kita ini," tutur pembina jurnalistik.

Gadis berambut panjang hitam lekat dengan kacamata yang menyingah diatas kepalanya itu tersenyum terkesan. Tidak lama, ia beralih ke arah Marvel, yang sibuk dengan lembaran kertas dihadapannya sehingga menghiraukan keberadan gadis itu.

"Saya akan meminta bantuan Marvel, boleh kah?" Ganya melirik Marvel lalu melanjutkan pembicarannya, "Jika perlu menjadi tutor."

Marvel reflek mendongak karena Ganya, teman lamanya itu menyebut namanya. Sebelum ia menolak, sang pembina pun tidak akan memberatkan dengan berkata, "Senyaman Anda saja. Mungkin karena Anda dengan Marvel lebih kenal dekat? Kami juga besedia membantumu."

Davina memperlihatkan gadis itu tersenyum dengan curi perhatian terlihat kesal.

"Saya rasa Marvel lebih paham dengan saya, karena dialah teman saya dari menengah atas." Ganya memperjelaskan tujuannya, selain memilih Marvel, hanya karena teman lebih dekat disini, daripada yang lain. "Terimakasih teman-teman."

Menengah atas? SMA?

"Emang lo punya frist love?" Davina mengerutkan kening beralih ke arah Marvel yang saat ini masih terdiam memainkan dedaunan di pinggir danau.

"Kenapa?"

"Perkataan lo serasa trauma ... philophobia?"

Seusai mereka bergurau sejenak, kini perkataan Davina membuat lelaki itu berada dalam mode serius kembali.

Mungkin bagi orang luar, Marvel adalah sosok pangeran kutub ketika bersamanya, lelaki itu menujukkan sisi yang berbeda, seolah tiada lagi topeng yang dugunakan ketika bersamanya.

"Gue pernah ngerasain perasan aneh, jantung gue dag-dig-dug kek kena sengatan aliran listrik, ternyata gue buka mba google, ada lagu 'oh ini kah namanya cinta?' gue telusuri lagi, ternyata gue suka ke dia. Dia ... teman SMA gue, dulu." Marvel berkata dengan datar. "Sekarang gue sadar, itu cuma cinta monyet. Sampai dia punya doi baru."

"Sad boys," respon Davina terkekeh kecil mempertanyakan sesuatu, "Terus lo patah hati?"

"Iyalah. Bangek!" Sebelum menjawab, Marvel terlebih dahulu menyanyikan lagu 'kekasih bayangan', "Kau sembunyikan rasa cintaku

Di balik topeng persahabatanmu yang palsu. Kau jadikan aku kekasih bayangan. Untuk menemani saat kau merasa sepi. Bertahun lamanya kujalani kisah cinta sendiri."

Seketika tawa Davina pecah.

Ternyata lelaki kutub itu juga mempunyai cerita yang menyedihkan. Dengan hastag #cintabertepuksebelahtangan, #kekasihbayangan atau #friendzone.

Meski terkadang mencairkan kutub es juga butuh tenaga ekstra, tidak hanya melihat 'areknya bersama arek lio, ae.'

Gadis itu bergeser bersender di dinding balik ruangan. Mengingat itu, Davina kini menemukan jawabannya.

"Dia cinta pertama Marvel, si pamgeran kutub!" Detik itu rasanya Davina ingin berteriak namun belum apa-apa, sesorang menepuk bahunya.

"Keserupan setan alas, lo?" Tidak lain, tidak bukan, tidak salah itu adalah suara Marvel, dari serak serik suaranya, Davina dapat mengetahuinya.

Sontak Davina hampir saja mennjerit, jika lelaki itu tidak menutup mulutnya rapat-rapat. Keberadaan kedua orang itu menjadi tontonan anggota jurnalistik yang barusaja keluar dari ruangan. Pantas saja, lelaki itu kini berada dihadapannya.

"Lo ngapain disini sih?!" celatuk Davina mengingkis tangan Marvel. Bukankah seharusnya yang bertanya itu, Marvel?

Sebelum kedua remaja itu beranjak pergi, gadis lain menghentikan langkah mereka beranjuk kepada Marvel.

""Kamu ninggalin aku sendirian?" Ganya--gadis asing bagi Davina itu menyangkal menyengkal salah satu lengan Marvel dengan mengedipkan tangan membuat Davina mengumpat dan mengatainya genit. Ck.

Marvel adalah tipe orang yang tidak disuka diatur, diikuti, dan dikutit. Lelaki itu selalu risih, ketika orang sekitarnya melakukan hal tersebut tanpa persetujuan. Jika Marvel menolaknya itu ialah sifat Marvel.

Tidak dirasa, Marvel menghibas tangannya. "Ganya. Lo ada teman laen."

Oh namanya Ganya. Batin Davina mengangguk paham. Davina kira lelaki itu akan luluh, ketika cinta pertamanya kembali. Nyatanya, bagaimana pun Marvel bucin akan terhalang dengan sifat kutubnya.

Tangkapan yang Davina lihat dari Ganya, ia lebih bermata plus darinya membuat insecure itu mengeruak kepadanya. Selagi membandingkan 'apa kelebihan gue?' apalagi dia terlihat glow up.

Sebelum Ganya mengeleng, Marvel memanggil salah satu temannya dari jurnalistik. "Gue titip Ganya," ujarnya. Setidaknya itu tidak membuat gadis itu terlalu bergantung dengannya.

Marvel beralih ke arah Davina lalu menarik lengannya. Melihat Marvel meninggalkannya membuat gadis itu tertengun, apalagi penolakan yang selalu Marvel ucapkan.

Ganya selalu berharap bahwa dia dipertemukan oleh lelaki itu dengan waktu dan perasaan yang sama. Nyatanya, saat ini waktu menjawab 'di waktu yang salah.'

***

kalo authornya,
butiran debu😂


17-11-20

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro