Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12' sebuah prioritas

"Serah lu, Dav."

Perkataan itu membuat Davina terdiam.

Seharusnya perkataan 'Terserah.' dan 'Gpp.' Itu hanya kaum hawa. Para lelaki tidak patut mengenakannya. Mungkin, diperuntukkan untuk Marvel, adalah pengecualian.

Davina ingat perkataan itu, awal dari kandasnya hubungan mereka hanya karena permasalahan sepele.

Seharusnya, cewek minta dingertiin, bukan malah malah ikut diambekin! Menyebalkan.

Hanya saja, perasaan Davina saat ini lebih tanggung daripada dahulu, yang sering menangisi cowok brengsek--emang mereka melihat pengorbanan para cewek? Itulah prinsip Davina sekarang. Tidak akan mudah dengan rayuan para lelaki buaya darat.

"Dav? Mata lo berair?" tanya Marvel menepuk bahunya.

Tidak dirasa, mereka telah sampai di area parkiran, Marvel barusaja memposisikan parkiran yang terdekat dari falkultasnya.

Davina menghela nafas dalam memperlihatkan sekitar sambil mengedipkan mata berulang kali, menyerka airmatanya yang tiba-tiba keluar tanpa dirasanya.

"Cengeng!"  

Buru-buru Marvel beranjak pergi. Karena merasa lengan tangannya dicengkaram erat dengan tangan dingin dan bekeringat, Marvel sontak menoleh ke arahnya.

Davina hanya mengelengkan kepala dengan bahan mulai berkeringat sedangkan Marvel--lelaki itu tidak tau harus berbuat apa.

"G-guee ...."

"Sakit?" Davina mengeleng.

Marvel masih terdiam dengan wajah datarnya. Lelaki itu tidak paham dengan kode-kode cewek. Membosankan.

Jika Marvel, seorang fucek boy, mungkin ia telah mengumpat, "Gue gak paham kode-kode cewek! Gue bukan kode pos!"

Dari jaman gajah duduk, sebelum jaman nurbaya, prinsipnya cewek selalu benar.

Jika bertentanangan dengan kode cewek mulai A-Z meski dijabarkan dalam kamus sekalipun, para lelaki tidak akan mengerti, meski berulang kali mempelajarinya.

Para lelaki itu pun menjawab, "Lah kalau lo gak bilang, giamana gue, mau ngerti? Para human?"

Tiba-tiba Davina menyengkram bagaian perutnya dengan salah satu tangan yang bergelut mecengkaram lengan Marvel.

Gadis itu menyerit hingga Marvel tergopoh. "Dav, tahan dulu ya! Jangan buat anak disini," celatuk Marvel mendapat peletakan majalah mengenai wajah mulusnya.

"Gue ya, gak mau ya, hamili anak lo."

Meski dalam keadaan darurat, kegunaan mulut Davina masih berguna dengan epik. Selanjutnya perkataannya belahan, belahan namun terasa diiringi dengan jeritan kecil.

"Gue ...."

Marvel menuntutnya untuk menghela nafas terlebih dahulu dengan gerakan tangan sebelum gadis itu mengeluarkan perkataan selanjutnya.

Satu ....

Dua ....

Tiga ... seperempat

"BOCOR!!!"

Satu ledakan terlepas tepat di telinga Marvel.

"No drop? No bocor, hik." Lelaki itu meniup gendang telinganya yang berdegung selagi menirukan iklan sponsor No drop cat pelapis anti bocor nomer 1 di Indonesia.

"Ambeyen, Goblok!" Davina mengumpat kasar.

Beberapa detik menit yang lalu, mengumpat kasar, sekarang menjadi lemah lembut kembali. "Sorry, gue PMS!"

Mungkin beberapa menit lagi, tunduk cewek PMS akan berkembang biak dengan cepat.

Dulu, ketika Davina PMS, Marvel lah yang lebih baik mengalah.

"Bantuin gue, kek!" jerit Davina kembali. Mode kasar, ontime.

Tadi, ketika Davina berjongkok akan keluar, tiba-tiba pantatnya menjadi tidak nyaman, ditambah dengan perjalannya ke kampus, memakan waktu sedikit lama, tanpa disadari datang bulan.

Meningat jadwal, seharusnya masih berada di minggu depan. Karena tiada persiapaan, dan takut tembus, Davina memilih menahan lengan Marvel agar tetap bersamanya--setidaknya, tidak meninggalkannya di dalam kondisi genting seperti ini.

Marvel yang kini memakai kameja lengan panjang dengan dua kancing terbuka itu menyodorkan hodie--biasa dipakai olehnya itu tertata rapi. "Pakek!" ujarnya lalu mendorong pintu mobil.

"Marveling? Jangan ninggalin gue, kek!" Teriak Davina memanyunkan bibir.

Jika--seandainya, dulu Davina mengatakan kalimat tersebut, setidaknya hubungan mereka saat ini masih terjalin baik.

Tindakan Marvel kali ini membuat jantungnya hampir saja lepas dari peredaran.

Lelaki itu tiba-tiba mengelus rambutnya seraya berkata, "Tetep disitu, gue pergi bentar."

Davina masih terdiam dengan apa yang dilakukan Marvel dengan perlakuan yang tidak wajar dengan status hubungan mereka saat ini. Only friends.

"Dasar cewek, dielus dikit baper!" Batin Davina.

***

Mey 18 

Suasana di Universitas Airlangga mendadak ramai sejenak dikarenakan undangan festival yang diperoleh semua murid.

Suasana di lorong Universitas hanya terdapat dua remaja--Davina mengejar Marvel yang kini berada di lorong Universitas. Matanya menerjam sekitar, luasnya universitas hanya terdapat kedua remaja itu yang akan memulai perang dunia ke III, coming soon.

Gadis itu barusaja mencengkal tangan Marvel, namun lelaki itu menghibasnya kuat dengan napas terengah.

"Secuek-cueknya lo, sedingin-dinginnya lo, gue anggep apa sih, Vel?" Davina menghela nafas dalam, nafasnya sedikit tercekat dengan gelagat dari lawan bicaranya.

Marvel berbalik arah meraih undangan dari teman-temannya yang kini berada di gengaman gadis itu. "Cuma masalah karena gue ke club, lo permasalahin?"

Davina terdiam.

Bukan mengatur, hanya saja, Davina tidak menyukai pergaulan Marvel dengan teman-temannya. Gadis itu hanya takut pergaulan Marvel lebih menyimpang.

Meski tidak menutup kemungkinan, Davina juga terjatuh ke dalam dunia malam, tetapi gadis itu sangat membatasi pergaulannya.

"Itu hak lo."

***

Marvel merasa detik itu juga, dan seterusnya, ia merasa berbeda, gadisnya itu tidak lagi melarangnya dan tidak lagi memberi nasehat.

Saat ini, Marvel hanya ingin memperbaiki hubungan yang saat ini terjalin, belahan melawan ego.

Nyatanya, hubungan mereka jalani dahulu, tidak bisa dijalani hanya melibatkan salah satu pihak. Marvel tertutup akan hal itu.

Gadis itu masih berada di dalam mobil membuka kaca spionnya, setelah memperhatikan keberadaan Marvel, ia melambaikan tangan antusias.

"Lama banget, bambank! Keburu kelas pagi," komentar Davina namun lelaki itu tidak merespon.

Marvel membuka mobilnya lalu menekan tombol remote, berkata sekilas, "Turun! Gue anter ke kamar mandi."

Yang ada Davina malah menjitaknya dengan mengatai hidung belang.

Lelaki itu meraih hoodie yang sedaritadi diberikannya kepada Davina, lalu mengikatnya ke bagaian pingang gadis itu. Badan hoodie sengaja ia buat agar menutup pantat Davina dimana bencak darah mens berada.

Setelah selesai, lelaki itu meraih tangan Davina, dengan niat mengajaknya namun hal itu membuat gadis itu sempat tertegun.

Sesampai di kamar mandi, Marvel memberikan sebuah kresek hitam yang sedaritadi berada di gengamannya itu.

"Isinya bukan bom, kan?" selidik Davina dengan polos.

"Gue beli pembalut panjang lebih dari empat puluh meter biar bebas bocor selama mens. Relax nigh."

Davina menatap jenggah terasa menyebalkan ketika Marvel banyak bicara dengan perkatannya unfaedahnya itu. 

"Vel?"

"Marvel?"

"Marveling?"

Davina menghentikan langkah Marvel hampir berbalik arah.

"Kalau gue baper lagi, ke lo gimana?" goda Davina, tanpa diketahui gadis itu tertawa kecil.

Marvel yang menghiraukannya, terlihat dari gerak-geriknya tanpa memoleh ke belakang, ke  arahnya sedikitpun, membuat Davina lagi-lagi berteriak lebih kencang. "Dasar! Pangeran kutub!"

"Gue mimpi apa, pernah relationship sama punguin???"

***

udah hampir end ini,
aku juga nulis lagi naskah fanfiction,
yang suka ff ntar mampir yaak wkwk
*promositerselebung.

saragheo😋

12-11-20

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro