Lembar 12
Malam itu, keluarga kecil itu berkumpul di ruang keluarga dengan perasaan yang sedikit tak bersahabat. Joohyun yang duduk berdampingan dengan putranya di sofa, sedangkan Taehwa yang tetap berdiri di dekat meja. Memilih mundur dan membiarkan istrinya yang lebih dulu berbicara kepada putra mereka.
Joohyun memulai pembicaraan dengan meraih kedua telapak tangan putranya yang tetap menunduk sejak duduk di sana.
"Sekarang katakan dengan jujur, kenapa kau melempari Butik?"
Changkyun tak menjawab, tak juga berniat memandang sang ibu atau ayahnya.
"Kenapa diam saja? Jawab pertanyaan ibu."
Changkyun menarik tangannya dengan mulut yang terkatup rapat.
"Changkyun, ada apa denganmu? Katakan pada ibu apa masalahmu dan kita selesaikan bersama ... kau tidak mendengarkan ibu?"
Changkyun tak kunjung memberikan respon, dan hal itu membuat Taehwa terpanggil. Pria itu mendekati keduanya dan menyentuh bahu Joohyun, membuat sang istri memandangnya.
"Biar aku yang berbicara pada Changkyun."
Joohyun kembali memandang putranya. "Kau benar-benar tidak ingin bicara pada ibu?"
"Sudah, tunggulah di kamar. Kita bicara setelah ini."
Taehwa lantas meraih lengan Changkyun dan menarik lembut sang putra untuk mengikuti langkahnya. Memandang kepergian suami serta putranya, Joohyun sekilas memijat keningnya yang memperlihatkan sedikit kerutan. Merasa heran sekaligus khawatir dengan putranya yang tiba-tiba bersikap aneh.
Meninggalkan ruang keluarga, Taehwa membawa Changkyun ke kamar pemuda itu. Mengarahkan sang putra duduk di tepi ranjang, ia kemudian menjatuhkan satu lututnya di hadapan pemuda itu dan meraih satu tangan sang putra.
"Sekarang, katakan pada ayah. Kenapa kau melakukan hal ini?"
Tetap seperti sebelumnya, namun kali ini Changkyun memalingkan wajahnya. Tak bersedia untuk memandang sang ayah.
"Changkyun, jangan seperti ini. Seorang pria sejati tidak akan takut untuk mengatakan kebenaran ... sekarang, katakan pada ayah. Ayah tidak akan memarahimu."
Changkyun masih tak merespon dan mulai membuat Taehwa resah.
"Kau memiliki masalah di sekolah?"
Pada akhirnya Changkyun merespon dengan sebuah gelengan yang kemudian menuntun kepalanya untuk menunduk semakin dalam.
"Bicara pada ayah, kita akan menyelesaikannya secara baik-baik."
Mengumpulkan keberaniannya, Changkyun lantas berucap, "aku ingin Butik ibu di tutup saja."
"Alasannya?"
Changkyun kembali diam dan sebuah usapan lembut ia dapatkan di wajah bagian kirinya.
"Apa hanya itu? Tidak ada alasan lain?"
Changkyun menggeleng. Taehwa lantas beranjak berdiri dan mengusap puncak kepala putranya beberapa kali sembari berucap, "ayah akan membicarakannya dengan ibumu. Sekarang, lebih baik kau segera mandi dan makan malam."
Taehwa lantas meninggalkan putranya yang langsung mengusap air mata yang tiba-tiba terjatuh. Taehwa sempat kembali memandang putranya dan tersenyum tipis sebelum menutup pintu dari luar.
Beralih ke kamarnya, Taehwa menghampiri Joohyun yang saat itu tengah menghapus riasan di depan meja rias.
"Dia mengatakan sesuatu padamu?" tegur Joohyun ketika mendapati pantulan Taehwa di dalam cermin.
Taehwa berdiri di jarak satu meter dengan istrinya dan berucap, "kita perlu bicara."
Joohyun tampak heran ketika menyadari nada bicara Taehwa. Wanita itu memutar posisi duduknya hingga menghadap Taehwa.
"Bicara apa? Kita sedang membahas Changkyun."
"Tidak bisakah kau kembali seperti dulu lagi?"
Dahi Joohyun mengernyit, "apa maksudmu?"
"Changkyun membutuhkanmu. Dia melakukan hal ini hanya untuk menarik perhatian dari ibunya, tidakkah kau paham tentang keinginan putra kita?"
"Tunggu sebentar, kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu? Apa yang Changkyun katakan padamu?"
"Dia, ingin ibunya bisa seperti dulu lagi."
Joohyun terlihat bingung, ia pun berdiri dari duduknya. "Yang seperti apa? Aku rasa tidak ada yang berubah di sini."
"Kau terlalu sering menyibukkan dirimu dengan pekerjaan sehingga kau tidak sadar bahwa kau sudah menelantarkan putra kita."
"Tunggu sebentar." Joohyun tampak tak terima dengan tuduhan sepihak yang dilontarkan oleh Taehwa. "Kapan aku pernah menelantarkan Changkyun? Meskipun aku sangat sibuk, aku tetap memperhatikan putra kita. Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?"
"Aku tidak ingin membahasnya lagi, sekarang keputusan ada di tanganmu. Kurangi aktivitasmu di luar rumah, atau tutup Butikmu."
Joohyun menatap tak percaya, ia lantas mendekati Taehwa. "Apa maksudmu dengan menutup Butikku? Kau tahu bagaimana perjuanganku untuk membesarkan Butik itu."
"Aku masih sanggup memberikan kehidupan yang layak untukmu tanpa kau harus bekerja sekalipun."
"Tidak, ini bukan masalah itu. Kau tahu bahwa Butik itu adalah impianku, dan sekarang kau ingin aku menutupnya."
"Aku tidak akan menutupnya jika kau bisa membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga dengan baik. Changkyun membutuhkan perhatian dari ibunya. Dia merasa kehilangan, itulah sebabnya dia melakukan sesuatu untuk menarik perhatianmu ... mengertilah tentang keinginan dari putramu."
Joohyun terlihat gelisah. Ia kemudian maju satu langkah dan memegang lengan Taehwa. Suaranya yang sempat meninggi lantas kembali melembut, "aku tidak tahu jika putra kita akan berpikiran seperti itu. Aku tidak bisa menutup Butik begitu saja, aku sudah mendatangi kontrak dengan Klien ... mengertilah bagaimana posisiku saat ini."
"Kau tidak perlu menutupnya. Cukup kembali seperti dirimu yang dulu ... kurangi aktivitasmu di luar rumah dan luangkan waktumu untuk putra kita."
"Jika aku bersalah, aku minta maaf. Aku akan memberikan pengertian pada Changkyun. Jangan marah lagi padaku."
Joohyun lantas memeluk Taehwa. Namun Taehwa sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyambut pelukan itu dengan baik, hingga pelukan itu menjadi pelukan sepihak yang tak memiliki balasan ketika Taehwa lebih memilih untuk berdiam diri.
Taehwa keluar dari kamar mandi setelah selesai mandi dan tak menemukan Joohyun berada di sana. Taehwa lantas meninggalkan kamarnya dan bergegas menuju ruang makan, berpikir bahwa mungkin saja Joohyun dan Changkyun sudah ada di sana.
Sampai di ruang makan, Taehwa memandang ke sekeliling ketika hanya mendapati Joohyun dan bibi Jang yang tengah menyiapkan meja makan. Dia mendekat dan menarik perhatian dari Joohyun.
"Kau sudah selesai? Duduklah, makanannya sudah siap."
"Di mana Changkyun?"
Pergerakan Joohyun sempat terhenti. "Kau tidak memanggilnya?"
"Aku akan memanggilnya sebentar."
Taehwa meninggalkan ruang makan dan kembali ke lantai atas. Membuka pintu kamar Changkyun, Taehwa melihat bahwa putranya telah berbaring di atas ranjang dengan posisi miring membelakangi pintu.
Taehwa masuk dan menghampiri Changkyun tanpa menutup pintu. Beralih ke sisi ranjang tepat di hadapan Changkyun, Taehwa kemudian mendudukkan diri di tepi ranjang. Memperhatikan putranya yang menutupi wajahnya menggunakan selimut dan hanya memperlihatkan puncak kepalanya.
Taehwa menarik pelan selimut itu hingga memperlihatkan wajah Changkyun yang sudah terlelap. Tangan Taehwa kemudian terhenti pada bahu pemuda itu.
"Changkyun ... kau belum makan malam, kenapa sudah tidur?"
Changkyun tak memberi respon, meski sebenarnya pemuda itu tak benar-benar tidur. Dan hal itulah yang membuat sang ayah kembali mencoba membangunkannya.
"Changkyun, bangunlah. Kita makan dulu baru tidur."
Kali ini Changkyun bereaksi. Bukannya merespon sang ayah, dia justru menarik kembali selimut hingga menutupi kepalanya dan setelahnya berbalik membelakangi sang ayah.
"Apa perlu ayah bawakan kemari?"
Tetap tak merespon, hingga pada akhirnya Taehwa menyerah. "Baiklah, jika kau tidak ingin makan, tidak apa-apa. Asal jangan melewatkan sarapanmu besok ... selamat malam."
Taehwa beranjak dari duduknya dan meninggalkan kamar putranya. Kembali ke ruang makan menghampiri istrinya yang telah duduk menghadap meja makan sembari sibuk dengan ponsel di tangannya dan bahkan tak sadar jika suaminya berjalan menghampirinya.
Tepat setelah Taehwa menjangkau tempat Joohyun, ia segera mengambil ponsel di tangan istrinya dan membuat Joohyun sedikit terlonjak.
"Taehwa ... kenapa kau mengagetkanku?"
"Tidak ada yang boleh bermain ponsel di meja makan, aku harap kau tidak melupakan itu."
"Aku tahu ... aku hanya membuka pesan dari Asistenku."
Taehwa membalik layar ponsel Joohyun guna melihat apakah benar yang di katakan oleh Joohyun. Namun belum sempat ia membacanya, Joohyun lebih dulu mengambil ponsel itu dari tangannya dengan sedikit panik.
"Lebih baik kita segera makan. Di mana Changkyun?"
"Dia sudah tidur."
"Tidur?" Kepanikan itu berubah menjadi rasa heran. "Dia belum makan, kenapa sudah tidur?"
"Biarkan saja, biarkan dia istirahat."
Joohyun menghela napasnya lalu kemudian meraih lengan Taehwa. "Ya sudah, duduklah."
Taehwa menempati tempat duduknya dan malam itu mereka makan malam tanpa putra mereka dengan suasana yang di rasa cukup canggung bagi Joohyun. Entah mengapa ia merasa bahwa sepertinya suaminya itu tengah menjaga jarak darinya. Terlihat sedikit kaku dan misterius.
Selesai di tulis : 30.05.2020
Di publikasikan : 31.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro