Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 11

    Berbaur dengan para manusia. Yoo Kihyun, sang Dewa Kematian yang kembali di bebaskan dari tugasnya tampak menikmati masa cutinya setelah Lee Juyeon di tunjuk untuk menggantikan posisinya. Namun bukan berarti bahwa ia tidak lagi memiliki tanggung jawab, karena ia justru di tugaskan sebagai pengawas para Dewa Kematian baru agar tidak berbuat kesalahan seperti yang telah di lakukan oleh senior mereka sebelumnya.

    Menikmati film yang terputar di layar besar. Kihyun tampak duduk seorang diri di dalam sebuah bioskop. Menyaksikan drama menyedihkan yang justru membuat wajahnya menegang. Bukan apa-apa, hanya saja wajahnya memang seperti itu.

    Dua orang datang dan menempati bangku kosong di sebelahnya. Sempat menarik perhatiannya sebelum terabaikan. Namun baru dua detik mengabaikan, tatapan Kihyun yang serupa dengan ujung mata pisau itu kembali bergerak ke samping. Menemukan sebuah buku yang tampak familiar berada di tangan pemuda di sampingnya.

    Netranya memicing, perlahan pandangannya terangkat dan menemukan pemilik buku yang telah menarik perhatiannya. Tampak jengah. Kihyun kembali mengarahkan pandangannya ke depan selama beberapa detik sebelum beranjak berdiri.

   "Aigoo ... kenapa filmnya membosankan sekali?" sebuah keluhan keluar sebelum ia meninggalkan kursinya.

    Gunhak dan Juyeon yang sebelumnya berhasil menarik perhatian Kihyun pun turut berdiri dan menyusul senior mereka. Sebenarnya Juyeon tidak ingin terlibat. Namun karena Gunhak memaksa dan terus mengganggunya, pada akhirnya secara terpaksa dia mengantarkan Gunhak untuk melakukan konsultasi pada Kihyun.

    Keluar dari gedung. Keduanya menghampiri Kihyun yang saat itu duduk di bawah pohon yang berada di tengah halaman dengan kedua lutut yang bertumpuk.

    "Apa kabar, Senior?" sapa Juyeon di sertai oleh sebuah tundukan kepala dan di ikuti oleh Gunhak.

    "Lee Juyeon?" terdengar malas dan tak bersahabat.

    "Benar, aku adalah orang yang di tunjuk untuk mengambil alih tugas Senior."

    "Dan temanmu ini?"

    "Namaku Kim Gunhak, mohon bimbingannya," ujar Gunhak, terdengar kaku sekaku wajahnya.

    "Ada perlu apa?"

    Juyeon memandang Gunhak, membawa pandangan Kihyun tertuju pada Gunhak. Namun yang di pandang hanya berdiam diri.

    "Cepat katakan sekarang."

    Juyeon menepuk singkat punggung Gunhak dan sempat membuat pemuda itu tersentak.

    "Cepat katakan," ucap Juyeon dengan suara yang pelan.

    Gunhak terlihat gugup. Dia berdehem sebelum mulai berbicara. "Begini ... ini tentang anak yang menjadi reinkarnasi dari Lim Changkyun Seonbaenim."

    Netra Kihyun membulat, menunjukkan reaksi terkejutnya. Ia pun lantas berdiri. "Kau, menemukan anak itu?"

    "Ye."

    "Di mana?"

    "Dia menjadi putra dari seorang pria yang akan tutup usia kurang dari satu bulan."

    "Lalu, apa masalahnya?"

    "Anak itu, bisa melihatku."

    Sebelah alis Kihyun terangkat, menyatakan keheranannya meski itu bukanlah kasus pertama. "Anak itu ... bisa melihatmu?"

    Gunhak mengangguk. "Ketika aku berada di halaman rumahnya, dia menegurku."

    Kihyun memalingkan wajahnya dan tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum bergumam, "dia bisa melihatmu, tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan melihat roh ayahnya."

    "Itulah yang aku khawatirkan. Tujuanku datang kemari adalah untuk meminta bantuan dari Senior."

    Kihyun kembali memandang. "Buka bukumu."

    Gunhak membuka buku miliknya dan menunjukkannya pada Kihyun. Netra Kihyun memicing ketika ia membaca setiap kata yang tertulis dalam buku Gunhak, dan hal itulah yang membuat senyum tak percaya terlihat di salah satu sudut bibirnya.

    "Apa-apaan ini?" kata-kata itulah yang mampu ia ucapkan ketika melihat riwayat hidup Taehwa sebelum tutup usia. Dan menurut Kihyun itu sangatlah konyol namun juga menyedihkan dalam waktu bersamaan ketika ia tahu bahwa Changkyun telah bereinkarnasi menjadi putra dari pria itu.

    "Berapa kali kau bertemu dengannya?"

    Gunhak menutup bukunya sembari menjawab, "satu kali."

    "Untuk sementara waktu, hindari pertemuan dengan anak itu. Aku akan mengkonfirmasikan hal ini pada Asosiasi."

    "Ye, terima kasih atas bantuannya."

    "Tunggu dulu, siapa tadi nama anak itu?"

    "Kim Changkyun."

    Sudut bibir Kihyun kembali terangkat. Menggaruk keningnya, ia kemudian berucap, "kalau begitu pergilah, anak itu akan menjadi tanggung jawabku."

    Setelah memberi salam pada Kihyun, kedua Dewa Kematian junior itu segera menghilang dari pandangan Kihyun. Menyisakan hembusan angin pelan di sekitar tempat Kihyun berdiri.

    Kihyun terlihat resah. Dia senang karena setelah mencari sekian lama, pada akhirnya ia akan bertemu dengan reinkarnasi dari Lim Changkyun. Namun di sisi lain ia resah setelah mendapati fakta bahwa anak itu bisa melihat mereka. Memang kasus seperti itu bukanlah yang pertama kali terjadi. Namun Kihyun menduga bahwa kasus Changkyun kali ini lebih berat dari pada kasus Yoongi yang sebelumnya menghajar Dewa Kematian, karena Changkyun sendiri pernah menjadi Dewa Kematian sebelumnya.

    Kihyun lantas melangkahkan kakinya menyusuri keramaian malam di kota Seoul. Mengeluarkan ponselnya, ia lantas menekan satu angka dan mendekatkan benda pipih itu ke telinga.

    "Yoo Kihyun di sini," ujar Kihyun setelah panggilan tersambung. "Aku ingin melaporkan masalah tentang anak reinkarnasi dari Dewa Kematian Lim Changkyun ... turunkan lisensi untuk melakukan tindakan lanjutan pada anak itu."

    Sosoknya perlahan menghilang di antara para pejalan kaki malam itu. Namun di tempat yang baru saja ia lewati, di sanalah pemuda bernama Kim Changkyun itu melangkahkan kakinya tanpa semangat. Seperti ia yang tidak memiliki tujuan malam itu.

    Berjalan beberapa menit dari tempat sebelumnya. Memisahkan diri dari keramaian. Changkyun berdiri di depan sebuah Butik yang tak terlalu ramai oleh pengunjung. Cukup lama pemuda itu berdiri di sana, menyaksikan lalu-lalang para pengunjung.

    Setelah beberapa saat tak melihat satu orang pun yang keluar dari bangunan itu. Changkyun melangkah mendekat dan berhenti setelah berjalan satu meter. Pemuda itu membuka resleting ranselnya dan mengambil sebuah batu seukuran kepalan tangan orang dewasa yang kemudian ia pindahkan ke tangan kiri. Setelah itu ia kembali memasukkan tangannya ke dalam ransel dan kembali mengeluarkan batu dengan ukuran yang hampir sama.

    Terhitung tiga batu yang kini berada di tangannya. Tak mempedulikan sekelilingnya yang terbilang cukup sepi, pemuda itu mengambil ancang-ancang lalu melemparkan batu tersebut ke lantai atas bangunan itu dan berhasil menghancurkan kaca di sana yang kemudian mengundang keterkejutan dari orang-orang yang mendengar suara kaca yang hancur itu.

    Tak cukup sampai di situ. Changkyun juga melemparkan dua batu yang tersisa di tangannya ke lantai bawah.

    "Ya! Ya! Bocah! Apa yang sedang kau lakukan?" sebuah teguran datang dari samping.

    Changkyun segera melarikan diri ketika seorang paman berseragam polisi mendekati tempatnya.

    "Ya! Berhenti di sana! Dasar bocah nakal ... jangan kabur!"

    Malam itu, Joohyun memasuki Kantor Polisi setelah mendapatkan kabar bahwa seseorang melempari Butiknya dengan batu. Tak begitu terburu-buru, wanita itu segera menghampiri salah satu petugas di sana.

    "Permisi, aku ingin bertemu dengan anak yang baru saja melempari Butik dengan batu."

    "Apa Nyonya orangtuanya?"

    "Aku pemilik Butiknya."

    "Ah ... begitu rupanya. Anak itu ada di sana, kami sudah menghubungi orangtuanya. Mungkin sebentar lagi mereka akan datang."

    Joohyun mengalihkan pandangannya pada pemuda yang duduk di depan meja interogasi, dan seketika kedua netranya membulat terkejut ketika mendapati bahwa pemuda itu adalah putranya sendiri.

    Dengan langkah lebar, Joohyun menghampiri Changkyun dan segera menarik bahu pemuda itu agar menghadap ke arahnya.

    "Changkyun ... kenapa kau bisa ada di sini?"

    Tak berusaha membela diri. Changkyun justru memalingkan wajahnya. Dari pintu masuk, Taehwa datang dengan wajah yang tampak panik dan segera menghampiri putranya begitu melihat sosok pemuda itu.

    "Changkyun."

    Joohyun segera menegakkan tubuhnya dan menoleh ke arah pintu masuk. Taehwa sedikit heran ketika melihat Joohyun sudah ada di sana.

    "Kau di sini?" tegur Taehwa.

    "Apakah kau yang bernama Tuan Kim Taehwa?" tegur salah seorang petugas.

    "Benar, aku ayah dari anak ini."

    "Baiklah kalau begitu, aku akan menjelaskan sebentar tentang tindakan putra Tuan ... putra Tuan telah melempari Butik Nyonya ini dengan batu ..."

    Taehwa membawa tatapan herannya pada Joohyun sebelum memandang putranya yang menunduk. Joohyun kemudian segera menghentikan penjelasan dari petugas itu.

    "Tidak perlu di perpanjang lagi, aku mengenal Tuan Kim Taehwa dengan baik. Kami akan mengambil jalur damai."

    "Jika itu keputusan Nyonya, kami tidak akan ikut campur."

    "Apa yang terjadi?" tanya Taehwa yang masih belum mengerti dengan keadaan di sana.

    "Kita bicarakan saja di rumah, kau bawa Changkyun bersamamu." Joohyun sekilas menepuk lengan Taehwa sebelum pergi terlebih dulu. Tak ingin jika hal ini bisa membuat nama keluarga mereka menjadi buruk.

    Taehwa lantas menghampiri Changkyun dan menarik lembut lengan putranya hingga pemuda itu berdiri. Takut-takut Changkyun membawa pandangannya untuk bertemu dengan tatapan khawatir sang ayah.

    "Kita pulang sekarang."





Selesai di tulis : 19.05.2020
Di publikasikan : 24.05.2020

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro