Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 08

    Changkyun berlari di lobi hotel menuju pintu keluar dan sempat membuat Jisung heran.

    "Kau dari mana?" teguran yang terabaikan begitu saja. Jisung yang merasa khawatir pun segera menyusul.

    "Changkyun, kau ingin pergi kemana?" lantang Jisung begitu melihat Changkyun berlari meninggalkan hotel.

    Di sisi lain. Wonsik segera bergegas menuruni tangga setelah mendengar suara benda jatuh dengan rahang yang mengeras. Memandang ke sekeliling, ia menemukan sebuah kota kado di samping kakinya. Joohyun yang merasa tak tenang pun segera menyusul.

    "Apa ada orang?"

    Wonsik menjatuhkan pandangannya. Membimbing pandangan Joohyun untuk menemukan kotak kado di bawah kaki mereka. Joohyun segera membungkuk dan mengambil kotak kado itu.

    "Milik siapa ini?"

    "Kau tunggu di sini."

    Wonsik segera keluar dari tangga darurat dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk menemukan seseorang yang mungkin bisa ia curigai sebagai pemilik dari kotak kado yang di tinggalkan di tangga darurat. Melihat seorang petugas keamanan yang berdiri tidak jauh dari tempatnya, Wonsik pun menghampiri pria itu.

    Dari arah pintu masuk Jisung datang dengan wajah yang murung. Dan pandangan yang menatap ke bawah itu membuatnya tak menyadari keberadaan ayahnya yang hanya berjarak beberapa langkah saja darinya. Pemuda itu berjalan ke arah lift dan segera masuk setelah pintu terbuka.

    Sedangkan Wonsik yang mendapatkan sedikit informasi pun lantas kembali menghampiri Joohyun yang tampak panik.

    "Bagaimana?"

    "Petugas keamanan mengatakan sempat melihat anak muda keluar dari sini."

    "Siapa?"

    Wonsik mengendikkan bahunya, tak terlalu peduli.

    "Kau ini! Aku sudah memperingatkanmu."

    "Tidak perlu cemas, mungkin hanya anak yang tersesat ... aku dengar ada yang sedang menyelenggarakan pesta ulang tahun di gedung ini."

    Wonsik mengambil kotak kado itu dari tangan Joohyun dan melemparnya sembarangan. "Jangan terlalu di pikirkan."
   
    Wonsik meraih telapak tangan Joohyun dan membawa wanita itu kembali menaiki anak tangga. Pandangan Joohyun sempat memandang kembali kotak yang tergeletak di lantai dengan perasaan yang tak tenang. Merasa takut jika hubungannya bersama Wonsik di ketahui oleh Taehwa.

    Setelah berjalan cukup jauh, Changkyun terlihat duduk di pinggir jalan yang tampak sepi. Pandangannya terjatuh pada aspal di hadapannya. Mengabaikan hawa dingin di penghujung musim dingin ketika suasana hatinya benar-benar memburuk.

    Dadanya masih terasa sesak hingga detik ini ketika dengan jelas melihat perselingkuhan ibunya di depan matanya. Dan malam itu Changkyun tahu, urusan pekerjaan yang di gunakan sebagai alasan oleh ibunya agar tidak ikut liburan musim dingin bersama dengan ayahnya, justru di gunakan untuk berlibur bersama pria lain.

    Changkyun marah, dia kecewa terhadap ibunya. Namun bodohnya dia yang justru melarikan diri seperti ini. Harusnya ia menegur ibunya, atau setidaknya mengajak Jisung untuk menangkap basah perselingkuhan yang di lakukan oleh kedua orangtua mereka.

    Dalam diam, pemuda itu menangis. Tak bisa memikirkan bagaimana ia bisa berhadapan dengan ibunya setelah ini. Haruskah ia berpura tidak tahu? Atau mengatakan pada ayahnya malam itu juga?

    Menurunkan kedua lututnya yang sebelumnya terangkat di depan tubuh. Pemuda itu bersila dan mengambil ponselnya. Satu-satunya benda berharga yang ia bawa ketika ia meninggalkan ranselnya di mobil Jisung.

    Menghubungi ibunya. Changkyun mendekatkan ponselnya ke telinga dan menunggu hingga sang ibu menjawab panggilannya. Air mata pemuda itu kembali jatuh ketika sang ibu tak kunjung menjawab panggilannya. Dan setelah panggilan pertamanya benar-benar di abaikan, Changkyun kembali mencoba menghubungi ibunya.

    "Cepat angkat! Apa yang sedang ibu lakukan?" makinya yang justru terdengar lirih di kalimat terakhirnya.

    Hampir putusasa, sang ibu pada akhirnya menerima panggilannya. Changkyun segera melontarkan pertanyaan menuntut, "ibu ada di mana?"

    "Ada apa? Ibu sedang berada di Butik sekarang," sebuah kebohongan yang kembali menghancurkan hati Changkyun.

    "Ibu pulang sekarang, aku ingin bicara."

    "Bicara apa? Apa terjadi sesuatu? Ayahmu ada di mana?"

    "Aku membutuhkan ibu, bukannya ayah!" Tak mampu menahan rasa sesak di dadanya, Changkyun tanpa sadar membentak dan tentu saja hal itu mengejutkan Joohyun.

    "Changkyun ... apa yang kau lakukan? Kenapa kau membentak ibu?"

    "Ibu pulang sekarang!"

    "Tidak bisa ... hari ini ibu ada Klien penting. Ibu juga sudah mengatakan pada ayahmu ... jika ada sesuatu yang penting, bicarakan saja dengan ayahmu."

    Changkyun memutuskan sambungan dan menjatuhkan ponselnya di aspal begitu saja. Menghadapkan wajahnya ke langit yang gelap, mencoba menahan air mata yang menumpuk di pelupuk matanya.

    Dari arah kanan, Jaebum yang baru saja mengantar Seulgi pulang tidak sengaja melihat Changkyun. Sempat meragukan penglihatannya. Jaebum lantas menghentikan mobilnya dan memundurkannya lalu menghentikannya kembali di tempat yang tidak jauh dari tempat Changkyun.

    Jaebum turun dari mobil setelah benar-benar yakin bahwa pemuda yang di lihatnya itu adalah Changkyun.

    "Kim Changkyun."

    Changkyun menoleh ketika sebuah teguran datang dari arah kanan. Sedikit terkejut dengan kedatangan Jaebum yang baru ia kenal kemarin sebagai kekasih dari Seulgi, Changkyun segera membersihkan sisa air mata di wajahnya dengan kasar.

    Sebelah alis Jaebum sempat terangkat ketika ia menyadari bahwa pemuda itu baru saja menangis, "apa yang kau lakukan di sini?"

    Changkyun menggeleng. "Kenapa Paman bisa ada di sini?"

    "Aku baru saja mengantarkan bibi Seulgi, dan tidak sengaja melihatmu di sini. Kenapa kau bisa ada di sini?"

    "Aku ... aku ingin pulang," jawab Changkyun dengan ragu.

    Pandangan Jaebum menangkap ponsel Changkyun yang tergeletak di dekat kaki pemuda itu, mengingatkannya akan sesuatu yang sangat familiar. Namun juga semakin penasaran dengan apa yang di lakukan oleh anak dari sahabatnya itu di pinggir jalan malam itu.

    "Kalau begitu masuklah, paman akan mengantarmu."

    Tak berupaya untuk menolak, Changkyun meraih ponselnya dan beranjak berdiri. Jaebum merangkul bahunya, membimbingnya berjalan menuju mobil dan keduanya pun pulang bersama.

    Jaebum sesekali mencuri pandang ke arah Changkyun ketika merasa bahwa pemuda itu sepertinya baru saja mengalami masalah yang serius. Dan setelah cukup lama berdiam diri, Jaebum pun memutuskan untuk menegur.

    "Kau dari mana? Kenapa pakaianmu terlihat rapi sekali?"

    Tanpa memandang lawan bicaranya, Changkyun menjawab, "aku dari pesta ulang tahun temanku."

    "Apa kau mengalami kejadian yang tidak menyenangkan di sana?"

    Changkyun tersenyum dan sekilas mengusap sudut matanya. "Dari mana paman tahu?"

    "Kau seperti ayahmu dulu saat putus cinta."

    Mendengar hal itu, Changkyun lantas memandang Jaebum. "Dari mana Paman tahu?"

    "Ayahmu tidak bercerita?"

    Changkyun menggeleng.

    "Paman dan ayahmu sudah berteman sejak SMP, dan baru berpisah saat masuk Universitas."

    "Apa yang di lakukan oleh ayah waktu itu?"

    "Waktu itu ... kalau tidak salah kejadiannya sebelum ujian masuk Universitas ..." Jaebum sekilas memandang Changkyun dan melanjutkan, "ayahmu memutuskan hubungan dengan bibi Seulgi."

    Changkyun tertegun. Setelah ia mengetahui perselingkuhan ibunya, sekarang ia mengetahui hubungan masa lalu antara ayahnya dengan sang Sekretaris.

    "Ayah, dan bibi Seulgi ..."

    "Kau jangan salahpaham. Mereka mengakhiri hubungan dengan baik dan memutuskan untuk berteman."

    "Waktu itu ... apa yang terjadi pada ayah dan bibi Seulgi?" tanya Changkyun ragu, terlalu takut jika fakta yang ia terima kembali menyakitinya.

    "Waktu itu aku menemukan ayahmu duduk di pinggir jalan. Sama sepertimu barusan ... aku pikir dia kenapa, tapi dia mengatakan bahwa baru saja mengakhiri hubungannya dengan bibi Seulgi." Jaebum kembali memandang Changkyun. "Kau ingin dengar kisah mereka?"

    Changkyun mengangguk.

    "Tapi aku tidak yakin bahwa ayahmu tidak akan memarahiku setelah ini." Jaebum tersenyum lebar.

    "Tidak apa-apa, aku ingin mendengarnya. Bisakah Paman menceritakannya padaku?"

    "Tentu."

Selesai di tulis : 15.05.2020
Di publikasikan : 16.05.2020
   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro