Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 07

    Malam itu setelah jam belajar berakhir. Sesuai dengan pesan Taehwa, Changkyun tidak kembali ke rumah melainkan pergi ke rumah Jisung untuk mengganti pakaiannya.

    Kedua pemuda itu masuk rumah dengan obrolan ringan di antara keduanya dan menarik perhatian dari ibu Jisung yang saat itu berada di ruang keluarga.

    Kim Bora. Wanita cantik itu beranjak dari duduknya untuk melihat dengan siapa putranya berbicara. Sedikit tertegun ketika ia melihat dengan siapa putranya pulang malam itu. Ia kemudian menghampiri keduanya yang saat itu berhenti di depan pintu.

    "Jisung, kau sudah pulang?"

   "Ibu? Ibu ada di rumah?"

    "Ibu sudah ada di rumah sejak sore." Bora mengusap bagian belakang kepala putranya dan menjatuhkan pandangannya pada Changkyun.

    "Salam, Bibi." Changkyun sekilas menundukkan kepalanya.

    "Bukankah ini Changkyun, putra dari tuan Kim Taehwa."

    "Ibu mengenal ayah Changkyun?"

    "Hanya sekedar tahu. Ini sudah malam, kenapa membawa tamu kemari?"

    "Aku dan Changkyun akan pergi ke ulang tahun teman kami. Rumah Changkyun terlalu jauh, jadi aku membawanya kemari."

    "Ulang tahun? Kenapa kau tidak memberitahu ibu sebelumnya?"

    "Aku sudah memberitahu ayah."

    "Ya sudah, kalian mandi dulu. Ibu akan meminta bibi Choi untuk menyiapkan makan malam, sekalian Changkyun juga makan di sini."

    "Ayo, Changkyun." Jisung membimbing langkah Changkyun.

    Changkyun sekilas menundukkan kepalanya sebelum mengikuti langkah Jisung. Dan saat itulah tatapan hangat Bora sebelumnya berubah menjadi sedikit tak bersahabat, terlebih ketika ia memalingkan pandangannya sebelum bergegas menuju dapur.

    Jisung membawa Changkyun ke dalam kamarnya. Pemuda itu berjalan menuju meja belajar sembari berucap, "kamarku tidak sebesar kamarmu. Tapi kupastikan kamarku selalu bersih."

    Changkyun memandang sahabatnya itu. "Kenapa bicara seperti itu? Kamarmu bagus."

    Jisung berbalik. "Tidak sebagus kamarmu ... taruh saja tasmu di sini."

    Changkyun menyusul Jisung dan menaruh ranselnya di kaki meja belajar Jisung.

    "Siapa yang mandi duluan?"

    "Aku akan mandi di rumah saja."

    "Kau ingin pergi ke pesta tanpa mandi?"

    "Inikan hanya pesta ulang tahun."

    "Tapi ada banyak orang di sana. Kau ingin mereka mencium bau keringatmu?"

    Changkyun mengangkat lengannya dan sekilas mengendus ketiaknya. Dia kemudian berucap, "tidak bau."

    "Tetap saja kau harus mandi ... kau duluan saja yang mandi."

    "Kenapa kau suka sekali memaksa?" gerutu Changkyun yang berjalan ke arah pintu di dalam ruangan itu yang ia yakini adalah kamar mandi.

    Jisung berjalan ke lemari pakaian dan mengambil handuk bersih lalu menyusul langkah Changkyun. Tepat sebelum Changkyun masuk ke kamar mandi, Jisung mengalungkan handuk itu di leher Changkyun.

    "Jangan bilang kau jarang mandi jika di rumah."

    Changkyun tersenyum lebar. "Jika hari libur aku hanya akan mandi satu kali."

    "Aish ... sudah sana!" Jisung mendorong Changkyun masuk ke kamar mandi.

    Lima belas menit berlalu. Changkyun sudah rapi dengan pakaian yang akan ia kenakan untuk menghadiri pesta ulang tahun malam ini, sedangkan Jisung tengah berada di dalam kamar mandi.

    Pemuda itu memasukkan ujung kemeja berwarna biru langitnya ke dalam celana bahan berwarna hitam yang nantinya akan di padukan dengan jas berwarna hitam yang membuatnya terlihat lebih dewasa dari usianya. Sedikit berlebihan untuk sebuah pesta ulang tahun anak SMP.
    Namun karena mereka berasal dari keluarga terpandang, maka penampilan lah yang utama. Terlebih lagi, di bandingkan dengan teman-teman sekelasnya. Sebenarnya ayah Changkyun lah yang paling kaya. Hanya saja sejak awal Taehwa mengajarkan pada putranya untuk hidup sederhana.

    Pintu kamar Jisung terbuka dari luar dan dari sanalah Bora masuk dengan seulas senyum di wajah cantiknya. Changkyun sekilas menundukkan kepalanya dan terlihat begitu canggung.

    Tanpa menutup pintu, Bora mendekati Changkyun dan berdiri di hadapan pemuda itu. "Apa Jisung sedang mandi?"

    "Ye."

    "Tidak perlu sungkan seperti itu."

    Pandangan Bora terjatuh pada jas di atas ranjang. Ia pun mengambilnya dan berucap, "biar bibi bantu."

    "Ah ... tidak perlu, bibi tidak perlu melakukan hal itu. Aku bisa melakukannya sendiri," panik Changkyun.

    "Tidak apa-apa, biar bibi yang membantumu."

    Dengan canggung, Changkyun memasukkan lengannya pada lengan jas dengan di bantu oleh Bora. Meski ia bisa melakukan hal itu sendiri dengan mudah.

    Bora menahan tangannya pada jas Changkyun. Sedikit membenahi letaknya dengan senyum yang tertahan di bibirnya. Wanita itu kemudian berucap, "bagaimana kabar ibumu?"

    Changkyun menjawab dengan canggung, "ibuku, baik-baik saja."

    "Butiknya semakin besar. Dia pasti sangat sibuk sekarang."

    "Apa ... Bibi berteman dengan ibuku?"

    "Teman?" Bora tertawa pelan dalam waktu yang singkat. "Sebenarnya aku juga ingin melihat wajah ibumu secara langsung."

    Bora menarik tangannya dan memandang Changkyun dengan senyum yang memudar di wajahnya. "Boleh bibi bertanya padamu?"

    "Apa yang ingin Bibi tanyakan?"

    "Apakah ibumu sering pergi ke luar kota ataupun pulang malam."

    "Bagaimana Bibi bisa tahu?"

    "Bibi pernah melihat ibumu dari jauh."

    "Di mana?"

    "Di Maldives ... bersama suami orang."

    Netra Changkyun membulat sebelum mengerjap tak percaya. Namun justru senyum Bora lah yang pemuda itu dapatkan sebelum wanita itu meninggalkannya dalam kebingungan.

    Kedua pemuda itu tengah dalam perjalanan menuju Wonjin Hotel, tempat di laksanakannya pesta ulang tahun teman mereka. Namun Jisung merasa ada yang aneh dengan Changkyun, di mana sahabatnya itu tiba-tiba saja menjadi sosok yang pendiam. Dan bahkan tak terlalu menyahuti perkataannya sejak ia keluar dari kamar mandi.

    "Changkyun."

    Changkyun memandang, namun tak memiliki niatan untuk menjawab ketika pikiran pemuda itu hanya di penuhi oleh perkataan Bora sebelumnya.

    "Kau sakit?"

    "Tidak."

    "Lalu kenapa kau diam saja?"

    Changkyun menggeleng dan kembali mengalihkan pandangannya, membuat Jisung merasa tidak enak. Untuk beberapa waktu, suasana kembali hening hingga Changkyun yang kembali memandang Jisung.

    "Boleh aku bertanya?"

    "Apa?"

    "Apakah ibumu baru saja bepergian ke Luar Negeri?"

    Jisung mengangguk. "Ibuku baru saja dari Maldives."

    "Kapan?"

    "Liburan musim dingin kemarin."

    "Kau tidak ikut?"

    Jisung menggeleng. "Ibu bilang ada urusan pekerjaan di sana."

    "Ayahmu?"

    "Ayahku pergi sendiri."

    "Kemana?"

    "Tidak tahu, ibu bilang ayah ada urusan bisnis."

    "Di waktu yang sama dengan ibumu?"

    Jisung mengangguk. Sedikit bingung dengan pertanyaan Changkyun. "Ada apa? Kenapa kau menanyakan hal itu?"

    Changkyun menggeleng dan kembali memalingkan wajahnya. Membuat Jisung merasa serba salah. Changkyun kemudian merogoh ponselnya dan menghubungi ayahnya.

    Taehwa yang saat itu baru saja selesai mandi pun segera menuju ke nakas di mana ia menaruh ponselnya sebelumnya. Melihat putranya menelepon, ia pun segera menerima panggilan itu.

    "Changkyun, ada apa?"

    "Ayah ada di mana?"

    "Ayah ada di rumah."

    "Ibu?"

    "Ibumu belum pulang. Ada apa?"

    "Jam berapa Butik ibu tutup?"

    "Sekitar jam sepuluh ... ada apa?"

    "Tidak ada, aku matikan dulu."

    Changkyun dengan cepat memutuskan sambungan dan tentunya membuat sang ayah terheran. Di samping Changkyun, Jisung sesekali mencuri pandang. Merasa khawatir dengan sahabatnya itu.

    Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, keduanya pun sampai di tempat tujuan. Di pintu masuk hotel mereka bertemu dengan beberapa teman sekelas mereka dan kemudian memasuki bangunan itu bersama-sama.

    "Woah ... Changkyun ... kau terlihat keren," ucap salah satu teman sekelas Changkyun sembari mengacungkan jempolnya.

    "Apa yang kau bawa untuk Yieun?" tanya anak lainnya pada Jisung.

    "Rahasia," acuh Jisung.

    "Kau ini." Pemuda itu beralih pada Changkyun. "Changkyun, apa yang kau bawa?"

    "Hadiah."

    "Eih ... kalian berdua memang sama saja."

    Sekitar enam remaja berdiri di depan lift. Sejenak menunggu lift terbuka dengan obrolan ringan yang tak jarang mengundang tawa di antara mereka, termasuk dengan Changkyun yang tampak akrab dengan teman-temannya hingga senyum itu memudar ketika ia menangkap sosok yang sangat familiar memasuki bangunan itu.

    Changkyun melihat ibunya, datang bersama seorang pria dengan bergandengan tangan. Joohyun sempat melihat ke sekumpulan remaja di mana Changkyun berada. Namun sepertinya wanita itu tak menyadari keberadaan putranya di antara para remaja itu.

    Pandangan Changkyun terjatuh. Masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja di lihatnya. Pemuda itu kemudian memisahkan diri dari teman-temannya dan bergegas menyusul ibunya yang saat itu terlihat memasuki tangga darurat.

    Pintu lift terbuka. Dan saat itu Jisung menyadari bahwa Changkyun tak lagi berada di antara mereka.

    "Jisung, kau tidak ingin masuk?"

    "Kalian duluan saja, aku akan mencari Changkyun."

    Jisung segera beranjak dari tempatnya untuk mencari Changkyun yang sudah tidak terlihat lagi di sana. Di sisi lain, saat itu Changkyun berjalan dengan langkah tanpa suara menyusuri tangga darurat.

    "Hentikan itu, jangan lakukan di sini."

    "Memangnya kenapa?"

    Tatapan Changkyun gemetar ketika ia dengan jelas bisa mendengar suara ibunya bersama suara orang asing yang tampak familiar dalam ingatannya. Hingga langkah pemuda itu terhenti, tertegun ketika pandangannya menemukan sang ibu tengah bermesraan bersama pria asing tepat di ujung tangga yang ia lewati.

    Tangan gemetar pemuda itu mencengkram pinggiran kotak kado di tangannya. Langkahnya mundur perlahan dan segera bersembunyi di bawah tangga ketika menyadari pergerakan sang ibu.

    "Wonsik, kau ini!"

    Netra Changkyun membulat terkejut. Sebuah nama yang akrab dalam ingatannya bersamaan dengan suara tawa pria itu. Memberanikan diri, Changkyun berusaha melihat pria yang saat itu berhadapan dengan ibunya.

    "Bagaimana jika ada orang yang melihat?"

    "Siapa yang akan melewati tempat ini?"

    "Tetap saja." Joohyun terlihat kesal tanpa menyadari kemarahan sang putra.

    "Baiklah ... aku minta maaf. Jangan marah lagi."

    Saat itu ponsel Joohyun berbunyi. Wanita itu pun mengambil ponselnya dan sedikit terkejut ketika melihat Taehwa yang menghubunginya.

    "Siapa?"

    "Taehwa."

     Wonsik segera merampas ponsel Joohyun dan menolak panggilan itu.

    "Apa yang kau lakukan?" Joohyun segera merampas ponselnya.

    "Katakan saja padanya kau sedang sibuk. Kenapa orang itu selalu mengganggu?"

    Changkyun melihatnya. Laki-laki yang bersama ibunya malam itu yang tidak lain adalah ayah dari sahabatnya sendiri. Dan sekarang dia mengetahui kebenaran yang sebelumnya di ucapkan oleh ibu Jisung.

    Detak jantung Changkyun tak beraturan, begitupun dengan napasnya. Ada rasa marah namun kekecewaan lah yang mendominan. Dia kembali bersembunyi ketika Wonsik menarik pinggang Joohyun mendekat.

    Pria itu berucap tepat di depan wajah Joohyun, "ceraikan Taehwa, dan menikahlah denganku."

    Bugh!

    Perhatian keduanya teralihkan. Dengan segera mengarahkan pandangan mereka ke bawah tangga dengan netra yang melebar.





Selesai di tulis : 15.05.2020
Di publikasikan : 15.05.2020

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro