Lembar 05
Malam itu sebelum pukul delapan malam, Taehwa sudah berada di rumah. Duduk di ruang keluarga dengan televisi yang menyala. Mengambil waktu istirahatnya sembari menunggu anggota keluarganya yang belum pulang.
Namun hingga waktu menunjukkan pukul sembilan, tak ada tanda-tanda bahwa dua anggota keluarganya akan segera pulang.
Taehwa tidak heran, karena Butik milik Joohyun baru akan tutup sekitar pukul sepuluh. Sedangkan Changkyun saat ini tengah pergi bersama Seulgi dan juga Jisung untuk mencari hadiah ulang tahun teman keduanya.
Malam yang semakin larut. Perlahan kesadaran Taehwa menipis, hingga tanpa ia sadari bahwa ia jatuh tertidur di tempatnya duduk. Membiarkan layar televisi tetap menyala, dan saat itulah Joohyun memasuki kediaman mereka.
Mendengar suara televisi. Joohyun lantas mengarahkan langkah kakinya ke ruang keluarga. Bermaksud memberikan teguran jika yang berada di sana adalah putranya, mengingat sebentar lagi ujian kelulusan akan segera di mulai.
Niat Joohyun batal ketika bukanlah putranya yang ia dapati, melainkan suaminya. Joohyun lantas mendekat, bergerak pelan duduk di samping Taehwa.
"Kenapa dia tidur di sini?" gumam Joohyun. Ia lantas menyentuh lengan Taehwa dengan hati-hati.
"Suamiku ..."
Panggilan lembut di sertai guncangan pelan yang pada akhirnya mengembalikan kesadaran Taehwa.
"Kenapa kau tidur di sini?"
"Kau baru sampai?" Taehwa sekilas mengusap matanya yang sedikit perih.
"Aku baru datang, kenapa kau tidur di sini?"
"Aku sedang menunggu Changkyun."
"Dia belum pulang? Di mana pak Han?"
"Dia pergi bersama Seulgi."
Joohyun tertegun untuk beberapa detik. "Seulgi?"
Taehwa menyadari perubahan dari raut wajah Joohyun. Dia kemudian berucap, "dia sedang mencari hadiah untuk ulang tahun temannya besok, Jisung juga pergi bersamanya."
"Kenapa kau tidak mengatakan padaku? Pak Han bisa mengantarnya, kenapa harus selalu merepotkan Seulgi?"
Taehwa diam. Merasa tak harus menjawab tuntutan dari wanita di hadapannya itu.
"Kenapa kau diam saja?"
"Jika aku benar-benar memiliki hubungan dengan Seulgi di belakangmu, apa yang akan kau lakukan?"
Joohyun terperangah. "Apa yang sedang kau bicarakan?"
"Jika aku masih mencintai Seulgi, apa yang akan kau lakukan?"
"Itu sama sekali tidak lucu."
"Aku sudah mengenalkan Seulgi dengan salah satu rekan Bisnisku. Berhentilah berpikiran buruk tentangnya."
"Bagaimana aku tidak berpikiran buruk tentangnya jika ucapanmu seperti itu?" bernada sedikit kesal.
"Bersihkan dirimu dan cepat tidur, biar aku yang menunggu Changkyun."
"Hubungi Seulgi. Jangan terlalu malam membawa Changkyun pulang, sebentar lagi dia akan ujian."
"Aku mengerti."
"Kau juga jangan tidur malam-malam." Joohyun mengecup pipi Taehwa sebelum beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan suaminya.
Untuk sesaat Taehwa merasa istrinya telah kembali. Namun ketika ingatannya memutar kembali apa yang ia lihat kemarin, seakan apa yang di lakukan oleh Joohyun sebelumnya hanyalah sebuah formalitas belaka.
Taehwa kemudian membawa pandangannya pada foto keluarga mereka yang terbingkai dengan sempurna, menghiasi ruang keluarga yang perlahan menjadi dingin ketika sang kepala keluarga menyadari begitu banyak perubahan pada keluarga kecilnya.
"Ceraikan aku."
Taehwa menjatuhkan pandangannya pada layar televisi ketika suara seorang wanita menyapa pendengarannya. Dia bahkan tidak sadar sejak kapan acara yang ia lihat telah berganti menjadi tayangan drama mingguan. Terlihat sepasang suami istri yang tengah dalam pembicaraan serius di dalam kamar, dan untuk sesaat Taehwa membiarkan dirinya menikmati apa yang tengah di bicarakan oleh sepasang suami istri di dalam drama itu.
"Setelah semua yang kulakukan untukmu, dan ini balasanmu?" ucap pria dalam drama tersebut.
"Aku sudah bosan denganmu, mari kita akhiri saja."
Si pria dalam drama tersenyum tak percaya. Mengusap wajahnya yang terlihat frustasi. Taehwa tahu alur cerita dalam drama itu, di mana si wanita menginginkan perceraian dengan alasan bosan dan setelahnya pergi bersama pria lain. Sangat miris, dan seakan itu adalah cerminan dirinya. Akankah ia mengalami hal yang sama seperti pria yang ada di dalam drama tersebut.
"Ayah."
Perhatian Taehwa segera teralihkan oleh teguran dari Changkyun yang baru saja pulang. Pemuda itu segera menghampiri ayahnya dengan membawa sebuah box yang telah di bungkus dengan kertas bermotif.
"Sudah dapat?"
Changkyun mengangguk dan duduk di samping sang ayah. "Kenapa ayah masih di sini?"
"Ayah menunggumu ... apa yang kau beli?"
"Jisung membeli boneka. Bibi Seulgi menyuruhku membelikan gaun."
Taehwa tertawa pelan mendengar penuturan putranya. "Ayah sudah menduga ini, bibimu memang seperti itu ... kau sudah makan?"
Changkyun mengangguk.
"Jam berapa pesta ulang tahun temanmu itu?"
"Jam delapan, setelah pulang sekolah."
"Di mana acaranya?"
"Hotel Wonjin."
"Aigoo ... kau masih kecil, kenapa harus menyelenggarakan pesta di hotel?" Taehwa mengusap puncak kepala putranya.
"Ayahnya sangat kaya ... dia selalu berlibur ke Luar Negeri."
"Kau juga bisa melakukan hal itu jika kau mau ... kau ingin merayakan ulang tahun ke tujuhbelasmu di mana?"
"Tidak usah di rayakan. Aku sudah dewasa, tidak perlu lagi perayaan."
Taehwa tersenyum lebar mendengar hal itu. "Ayah sudah menyiapkan sesuatu untukmu."
"Apa itu?"
"Rahasia ... kau akan mendapatkannya di hari ulang tahunmu."
"Ulang tahunku masih sangat lama."
"Berarti kau harus bersabar lebih lama lagi ... untuk besok, langsung bawa baju ganti saja. Tidak usah pulang karena hotel Wonjin sedikit jauh dari sini."
"Besok aku akan pergi dengan Jisung. Jisung bilang pak Choi saja yang mengantar nanti."
"Jisung lagi?"
Changkyun mengangguk ragu, sedikit merasa heran dengan pertanyaan Taehwa.
"Kau tidak memiliki teman lain selain Jisung?"
"Ada banyak, tapi yang paling dekat hanya Jisung. Ayah tidak suka jika aku berteman dengan Jisung?"
"Ayah tidak mengatakan apapun. Kau boleh berteman dengan siapapun, asalkan ... kau tahu perbedaan mana yang baik dan harus kau pertahanan, mana yang buruk dan harus kau tinggalkan."
"Tapi Jisung baik, kan?"
Taehwa mengangguk. "Sudah, sekarang naiklah dan bersihkan dirimu."
Changkyun mengangguk dan segera beranjak dari tempatnya. Taehwa kembali di tinggal sendiri dan kembali pada kesunyian malam itu. Setelah hampir lima belas menit, Taehwa beranjak dari duduknya. Mematikan televisi sebelum meninggalkan ruang keluarga.
Bergegas menuju lantai atas. Tanpa ada niatan untuk kembali ke kamarnya, dia justru pergi ke kamar putranya. Di bukanya pintu itu bertepatan dengan Changkyun yang baru saja selesai mandi.
"Ayah? Kenapa di sini?"
"Ayah akan tidur di sini lagi."
"Kenapa? Ayah bertengkar dengan ibu?"
Taehwa tersenyum lebar. "Tidak ... ayah hanya ingin tidur denganmu."
Taehwa menutup pintu dan berjalan ke arah ranjang. "Kemarilah."
Changkyun mendekat dan duduk di samping sang ayah.
"Apa saja yang bibi Seulgi katakan padamu?"
"Banyak."
"Dia tidak membicarakan tentang ayah?"
"Sepertinya ... bibi Seulgi akan segera menikah."
Sebelah alis Taehwa terangkat. "Menikah?"
Changkyun mengangguk. "Tadi kami pergi bersama pacar bibi Seulgi juga."
"Pacar? Siapa?"
"Kalau tidak salah, namanya paman Jaebum."
Taehwa tampak terkejut. "Jaebum ikut pergi bersama kalian?"
"Ayah mengenal paman Jaebum?"
"Dia teman ayah."
"Ah ..." Changkyun menganggukkan kepalanya sebelum usapan lembut jatuh pada bagian belakang kepalanya.
"Ya sudah, sekarang kita tidur."
"Aku ingin belajar sebentar."
"Belajarnya besok saja, temani ayah tidur."
Changkyun menatap aneh pada Taehwa sebelum menyusul ayahnya itu naik ke atas ranjang dan berbaring di samping sang ayah.
"Ayah matikan lampunya?"
"Jangan ..." sergah Changkyun dengan cepat.
"Kenapa? Ayah di sini."
"Jika di matikan, aku tidak bisa tidur."
"Ada ayah di sini."
"Tetap saja ..."
"Baiklah, tidak usah di matikan."
Keduanya kemudian bersiap pada posisi masing-masing. Changkyun yang menghadap langit-langit, sedangkan Taehwa yang berbaring dalam posisi miring. Memperhatikan wajah putranya dari samping.
Merasa di perhatikan, Changkyun lantas menoleh. "Kenapa ayah melihatku?"
"Hanya ingin saja."
"Jika ayah melihatku seperti itu, aku tidak bisa tidur."
"Kenapa?"
"Rasanya tidak enak jika seseorang memperhatikan seperti itu."
Taehwa tertawa pelan untuk beberapa detik. "Boleh ayah memelukmu?"
Changkyun menatap ragu. "Memelukku?"
"Kenapa? Kau tidak mau?"
"Aku ... sebentar lagi aku akan masuk SMA."
"Lalu?"
"Tinggiku hampir menyamai tinggi Ayah."
"Lalu?"
"Aku sudah besar sekarang ... Ayah tidak perlu lagi memelukku saat tidur."
"Jika ayah merindukanmu, bagaimana?"
Terdiam sejenak, Changkyun kemudian bergerak mendekat dan memeluk ayahnya. Pemuda itu lantas bergumam, "jika aku sudah masuk SMA nanti, aku akan berhenti memeluk Ayah."
Taehwa tersenyum lebar dan menjatuhkan kecupan ringan pada puncak kepala Changkyun. "Lakukan sesukamu. Ayah sangat merindukanmu sekarang."
Beberapa menit berlalu. Changkyun tampaknya sudah tidur, namun tidak dengan Taehwa yang masih terjaga ketika pikirannya masih belum ingin berhenti bekerja. Memikirkan apa yang akan terjadi pada keluarga kecilnya di masa depan. Dan tanpa ia sadari bahwa Dewa Kematian Kim Gunhak telah berada dalam ruangan itu.
Berdiri di dekat meja belajar Changkyun. Gunhak memperhatikan Taehwa sembari sesekali membaca riwayat hidup Taehwa yang tercatat dalam buku di tangannya, di mana semua kejadian selama 29 hari ke depan telah tercatat di sana.
Bagaimanapun juga, nama Taehwa sudah tercatat dalam buku kematian sang Dewa Kematian. Dia tidak akan bisa menghindar lagi ketika nama itu tidak akan bisa terhapus dari buku catatan kematian sebelum jiwanya meninggalkan dunia ini.
Dalam waktu satu bulan. Bisakah ia memperbaiki keluarga kecilnya sebelum sang Dewa Kematian menampakkan diri di hadapannya.
"Waktu tersisa, 29 hari."
Selesai di tulis : 07.05.2020
Di publikasikan : 08.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro