18 || Ancaman
Ketemu gue lagi hiyaa
Jangan lupa vote + comment!
[Author POV]
"Lo itu kayak bola masuk ke kandang sapi."
"Pasti lo mau bilang 'sayang sekali permirsa' yakan?"
"Bukan, kayak tai maksudnya."
"Kampret lo, Yam!"
Atsumu kemudian duduk berjongkok dengan bibir mengerucut ke depan sejauh lima sentimeter. Yamamoto dan Nishinoya tergelak lalu bertos ria setelah berhasil membuat spesies buaya jamet kuning itu pundung karenanya.
Berbeda dengan lainnya, Tanaka sedari tadi hanya diam memandang jalanan sambil duduk menyandar pada tiang listrik seolah mengenang tragedi tiang ketubruk beberapa tahun lalu.
Kelima cowok gabut itu seketika menoleh kala segerombolan teman cowok lainnya menghampiri mereka. "Gue butuh bantuan kalian."
Kuroo menarik napasnya, mewakili anggota-anggota Jambi lainnya yang masih diam. "Mereka dateng lagi."
Nishinoya terdiam dan menjadi orang yang mengangguk pertama. "Gue ikut kalau ini ada hubungannya sama kejadian tahun lalu," ucapnya mantap.
Lima cowok belangsak itu seketika memasang raut serius. Namun ada lagi yang lebih serius dari mereka. Tanaka yang sedari tadi bergeming kemudian berdiri dengan cepat, meninggalkan temannya.
"Bentar, bang! Gue kebelet berak!"
*****
"Shir, Shir, lihat tuh ada du-"
"Bacot. Gak lagi gue ketipu sama lo, Ter."
Terushima kemudian berjalan melenggang dengan bibir mengerucut bak cocor bebek sedangkan Shirabu masih setia berdiri di pinggir lapangan dengan dahi mengkerut dan tatapan yang setia memantau para babu-babunya bekerja.
Kedua netra Shirabu menyipit tatkala melihat suatu kejanggalan di antara pengunjung pagelaran seni budayanya. Tangan cowok itu kemudian meraba-raba kantongnya, hendak meraih handphone yang sudah lama tidak ia buka sejak dini hari.
"Sialan, bokap setan!"
Cowok dengan poni simetris itu kemudian menoleh kesana kemari, lalu berlari menghampiri kala matanya menangkap dua pria berbadan kekar dengan bersetelan jas berdiri bak patung.
"Papa nyuruh apa lagi?" ungkapnya tanpa pembuka.
Lelaki dengan rambut yang tersemir rapi itu membuka suara, "Tuan muda diminta untuk segera pulang dan pergi ke pesta perusahaan Tuan besar. Tuan juga berpesan untuk segera membawa Tuan muda untuk pulang sekarang juga."
Shirabu berdecih lalu menatap nanar dua orang suruhan keluarganya. "Apa enggak bisa diundur? Kalian tahu sendiri kan gue masih dibutuhkan di sini dan sekarang lagi ada acara besar?!" bentak Shirabu.
"Maaf Tuan muda, tapi Tuan meminta anda untuk kembali sekarang juga."
Tangan Shirabu terkepal erat hingga menampakkan urat-urat di sekujur ruas jarinya. Cowok itu segera mengetik sesuatu pada ponselnya lalu berganti menatap dua orang di hadapannya. "Ayo pulang."
*****
Ting!
Mata (Name) melirik ke arah ponselnya setelah beberapa saat mengeluarkan bunyi notif.
Shirabu : Gue izin gak bisa ikut acara sampai akhir.
Shirabu : Minta tolong buat lo yang handle semua ya.
Shirabu : Maaf.
Dahi (Name) mengernyit. Tidak biasanya Shirabu izin, terlebih lagi ini adalah acara yang mereka buat kecuali ada satu dan lain hal yang benar-benar mendesak dirinya.
(Name) menghembuskan napas berat. Pikirannya kemudian melanglang buana. Tangannya mengusak kasar surai hitamnya hingga baru menyadari, tidak ada satupun penjaga di depan gerbang kecuali Akaashi yang sedang gabut sembari minum kuah popmie rasa tokek fermentasi kesukaannya
"Ini kenapa ngilangnya barengan dah?"
*****
Kuroo, Oikawa, dan anggota Jambi lainnya berdiri di tengah lapangan besar yang menjadi pembatas antara daerah Hayuuk dan Hiyaak.
"Ck, panas bener etdah. Bisa luntur nih sunscreen gue," celetuk Oikawa sembari mengibas-ngibaskan tangannya. Bokuto yang berdiri di sampingnya pun demikian. "Kalau luntur, bisa pake minyak jelantah gak?"
"Lo kalau mau jadi pisang goreng mending nemplok ke ibu kantin sana, wangi ampe ke akar-akarnya."
Kuroo yang sedang duduk di pinggir trotoar kemudian menoleh tatkala melihat dua orang yang baru saja tiba di tempat. "Lo berdua abis kemana dah?"
Suna menyugar rambutnya kemudian melihat ke sekeliling lapangan. "Mereka gak bakal ngajak kita tawuran. Tapi gak tahu lagi kalau suatu saat mereka nyerang dadakan."
Osamu yang juga baru datang bersama Suna, duduk di tengah lapangan sambil nyemil sebungkus lemper yang dibelinya.
"Berarti tujuan mereka mau kesini bukan adu fisik tapi-"
"Provokasi."
Konoha seketika tergelak. "Lo lupa kita punya tukang provokasi modelan Fukunaga? Yoi gak bro?"
Fukunaga yang tengah mencari kutu di rambut Nishinoya menyahut, "Yoi gan."
"Jangan ngeremehin mereka. Tahun lalu, mereka ngancem buat culik anak sekolah kita terutama cewek. Dan sekarang, lo pada mau ngulangin kesalahan yang sama?" sahut Kuroo membuat seluruh orang diam.
Suna termenung lalu membuka suara. "Gue kemarin coba cari tahu tentang dia-"
Bruum! Bruum!
Suara deruman motor seketika memenuhi atmosfir lapangan seolah membangun suasana sengit di antara keduanya. Asap motor yang mengebul langsung memenuhi relung paru-paru mereka membuat mereka sedikit sesak karenanya.
"Apa kabar kalian?"
Dengan mata menyipit, Kuroo dan Suna berdiri menghadap Kyotani, ketua geng sekolah SMA Hiyaak yang kerap bermusuhan dengan mereka.
"Gue baik, gatau lagi deh kalo lo. Kayaknya ada yang lagi ketar-ketir rahasianya bisa dibocorin kapan aja," jawab Suna tenang namun berhasil menyulut amarah Kyotani.
"Kalau lo cuma mau gertak sambal, mending pulang. Kita gak butuh lawan baperan macem lo," ucap Kuroo mengambil alih.
Kyotani sedari tadi menggeram pelan sedangkan anggota-anggotanya yang hanya diam saja berdiri di belakangnya. "Bangsat kalian! Lo lupa gara-gara siapa gue kek gini!?"
"Lupa."
"Betul."
Kuroo dan Suna hanya mengangguk-angguk santai membuat pitam Kyotani semakin memuncak karenanya. Salah seorang dari geng Kyotani kemudian menepuk pelan pundak ketuanya. "Kalem bos, kalem."
"DIEM, ASEP! LO PADA, GUE TANDAIN LO SEMUA! LIHAT AJA PEMBALASAN GUE NANTI!"
Seluruh anggota Jambi hanya diam. Memandang tenang lawan mereka yang bak cacing kepanasan.
Geng SMA Hiyaak kemudian pergi meninggalkan lapangan. Namun, mereka semua tahu, tidak ada yang tenang pada hari itu. Sebab, fakta bahwa Kyotani adalah orang yang rela melakukan berbagai cara demi harga dirinya.
"Kita pikir ini nanti. Sekarang, balik ke sekolah," titah Kuroo yang dibalas anggukan dari anggotanya.
Suna menepuk pelan punda Kuroo, "Semua informasi ada di tangan gue. Lo boleh minta itu kapan aja."
*****
"Ah, dilihat dari manapun dia memang hebat seperti ayahnya."
"Ayahnya benar-benar tidak ada cacat dalam mendidiknya."
Shirabu hanya tersenyum mendengar berbagai macam pujian yang orang-orang lontarkan kepadanya. Dirinya kini tengah berdiri dengan ayahnya yang merangkul dirinya di hadapan ratusan undangan yang hadir pada pesta ulang tahun perusahaan keluarganya.
Tentu saja ayahnya membanggakan anak seperti Shirabu yang pandai dan memiliki segudang prestasi. Lagi-lagi tak ayal itu hanyalah sebuah kebohongan yang tertata rapi.
Seharusnya Shirabu tidak merasa terganggu kala dirinya menjadi satu-satunya putra dari ayahnya dan harus mewarisi rumah sakit milik keluarganya.
Ia muak. Namun tidak bisa melawan.
Mendekati acara penutupan, Shirabu sedikit terlonjak kala ayahnya mendekatkan wajahnya kepada dirinya dan berbisik kepadanya. "Kamu boleh pulang."
Cowok itu terdiam lalu tersenyum kecil kepada ayahnya. Shirabu melenggang lalu meninggalkan aula pesta dan menuju ke arah ballroom yang sepi pengunjung.
"Huh, hebat? Terus aja mereka puji. Abis dijadiin kayak piala langsung dibuang!" Shirabu tersenyum miris sembari melepas dasi yang mengikat lehernya.
"BAJINGAN!"
"MATI LO SETAN!"
Cowok itu menghantam keras dinding ballroom dengan urat yang menonjol di dahi dan di tangannya. Seolah-olah tak membiarkan sedikit pun celah bagi udara untuk menyelinap di antaranya.
"GUE CAPEK ANJING!"
Tubuh dengan tinggi rata-rata itu merosot, menampakkan sisi lelah sang pemilik raga. Shirabu lelah. Shirabu sakit selama hidupnya. Luka-luka tak terlihat dalam dirinya seakan-akan menguar terbuka tanpa pernah ada yang mengobatinya.
"Seandainya gue mati gimana ya?"
*****
TBC
Quitela, 2 November 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro