Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11 || Tamu Asing

Aku kadang masih memutar balik ingatan satu tahun silam. Mengingat-ingat lagi betapa bahagianya hubungan kami dulu di tahun-tahun pertama.

Ran memang tipikal seseorang yang tenang, tapi ia tidak pernah sedingin ini. Ran memang dominan diam, tapi ia tidak pernah sediam ini. Semuanya tampak anomali belakangan. Jadi ada waktu juga di mana aku sibuk bertanya-tanya di kepala, apakah semua hubungan orang dewasa memang berjalan seperti ini?

Di tahun awal, dunia rasanya berwarna cerah seperti pelangi. Dan di tahun selanjutnya, hubungan mulai redup seperti cuaca mendung di luar.

Aku tidak tahu apa yang salah, juga tidak merasa ada yang ganjil dari kejadian sebelum-sebelumnya. Karena itu perubahan sikap Ran benar-benar membuatku bingung setengah mati. Dinding tebal yang mendadak dibuat Ran membuatku merasa asing di hadapannya.

Jane, apakah kamu bukan seseorang yang pantas untuk menjadi teman cerita Ran?

***

Ran mengeraskan rahangnya begitu menutup telepon dari Charles. Ia buru-buru menelan dimsum di mulut dan menegak habis segelas air mineral, kemudian bangkit berdiri dari kursi.

Ekspresinya yang berubah menjadi tegang membuatku ikut beranjak dari duduk dan bertanya-tanya. Ada apa ini? Siapa tamu yang datang? Tamu dari mana yang membuat Ran bertingkah tidak biasa seperti ini?

Ran tidak menjawab tatapan penuh tanyaku. Ia berlalu begitu saja dengan tergesa-gesa, dan aku refleks mengekorinya karena penasaran.

Baru kali ini aku melihat sikap Ran semarah itu. Ran menuruni anak tangga setengah berlari dengan kedua tangan yang mengepal. Napasnya tidak teratur, terlihat dari punggungnya yang naik-turun dengan ritme cepat. Aku berusaha menahan diri untuk berhenti bertanya, tapi tidak bisa.

"Ran, itu siapa?" tanyaku seraya mengejar langkah Ran yang begitu cepat.

Ran tidak menjawab. Ia sudah tiba di lantai dasar dan melihat siapa tamunya yang datang.

Tidak berselang lama, aku juga sampai di lantai dasar, menyadari orang asing ada di dalam rumah ini.

Di ruang tengah, orang itu tampak mencolok dengan setelan pakaian hitamnya. Ia seperti baru pulang bekerja, terlihat dari setelan jas dan tas tenteng yang umum dipakai para pria kantoran. Hanya saja aku tidak mengerti, siapa dia? Kenapa ia mengatakan dirinya tamu Ran dan tamuku? Ran mungkin sudah kenal, tapi apa kaitannya denganku?

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Ran langsung bertanya tanpa perlu berbasa-basi. Jadi sudah jelas, ia marah, sebab pertanyaan itu tidak pantas ditanyakan kepada tamu yang baru sampai.

"Ran, ia baru sampai," ingat Charles yang meletakkan secangkir teh hangat di meja. "Kau mau kubuatkan teh juga?" tanya pria itu, berusaha menenangkan Ran.

"Ia tidak butuh teh, Charles." Ran menatap tajam pria itu, dan kalimatnya barusan penuh penekanan. Rahang Ran semakin mengeras begitu juga dengan kepalan di tangannya.

Sementara yang ditatap tidak merasa terintimidasi sedikit pun. Ia hanya duduk tersenyum di kursi ruang tengah lalu menyesap secangkir teh dari Charles. Seolah-olah tidak menyadari ada ketegangan yang terjadi di sini. "Tehmu sangat enak, Charles," katanya, menyanjung.

"Yah, kurasa begitu semua rasa teh di dunia," ujar Charles dan berakhir terkekeh sendiri. Mungkin berusaha mencairkan suasana.

"Tidak semua teh rasanya seperti ini," kata pria itu lagi, seraya meletakkan kembali tehnya di meja.

Ran maju selangkah. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. "Sudah cukup, waktunya kau pergi. Aku tidak mengharapkan kunjunganmu." Ia merentangkan tangannya mengarah ke pintu luar. "Lewat sini."

"Ran!" bentak Charles. "Mana etikamu?!"

"Kau tidak tahu apa-apa tentangnya, Charles!"

Aku menelan ludah. Seumur hidup aku tidak pernah melihat mereka bersitegang seperti ini. Wajah Ran memerah dan kepalan tangannya sudah siap untuk meninju wajah Charles. Sama halnya dengan Charles, tatapan lembutnya juga lenyap dilahap api amarah. Dan sebelum mereka berakhir adu tinju, dengan ragu aku melangkah mendekati Ran dan menyentuh lengannya, berharap bisa menenangkan.

"Tolong kontrol emosimu, Ran," ucapku hati-hati. "Iya, kami tidak tahu apa-apa. Jadi tolong beritahu kami ada apa sebenarnya?" lanjutku, dengan nada selembut mungkin agar kemarahan Ran tidak semakin terpantik.

Kemudian terdengar suara tas dibuka, maka aku segera menoleh dan menyadari tamu asing itu mengambil sesuatu dari tasnya.

"Ini jawaban yang kalian butuhkan," kata pria tersebut, menyodorkan sebuah amplop putih di meja. "Saya pamit."

Tatapan kami berpindah pada amplop putih tersebut. Lantas beralih kepada pria setelan hitam yang kini sudah bangkit berdiri dan mulai beranjak pergi. "Teh buatanmu enak Charles, kapan-kapan kau harus merasakan teh buatanku." Itu kalimat terakhir yang ia sampaikan sebelum pergi.

Dan untuk saat ini pertanyaan yang tersisa adalah ...

... apa isi amplop itu? []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro