41-Recollection🔫
Alban tengah menatap laptopnya pagi ini, semalam Justin mengirim surel bahwa ia akan menghubunginya hari ini.
"Hey, What's Up!" Pria itu menyapa Alban dengan wajah girangnya. Terlihat juga Mr.Quts tengah bersantai di sebelah Justin sambil memegang gelas berisi wine.
"Kalian sudah di Greenland?" tanya Alban, pria itu tengah bersender pada sofa yang ia duduki.
"Yep, aku bahkan sudah menemukan seorang gadis cantik disini, sangat beruntung kan?" tawa Justin begitu keras hingga membuat Mr.Quts terlihat terganggu olehnya.
"Oh ayolah, itu informasi yang sangat tidak penting Justin!' Alban menghela nafas dengan malas.
Alban tahu pria itu memang sering berganti-ganti pasangan.
"Aku belum selesai bicara, kamu tau? Aku bertemu dengannya saat terbang ke Greenland, sepertinya dia tengah menghindari dari seseorang, aku membantunya bersembunyi dan kami menjadi dekat." Justin menceritakan kisah barunya pada Alban.
"Kali ini aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk setia pada satu wanita!" tambahnya dengan yakin, Mr.Quts hanya meledeknya dengan menirukan bagaimana cara Justin berbicara.
Seketika Alban langsung teringat kepada Zelda, pertemuan pertamanya dengan gadis itupun saat dirinya terbang dari Toronto ke Vancouver, dimana saat setelah Alban mengambil brankas dari kota itu.
"Hey, kamu ngebayangin aku ngelakuin hal yang aneh-aneh ya? Nggak gitu kok. Tenang aja!" Justin menebak-nebak hal yang sedang dipikirkan Alban, "Oh, aku tahu. Kamu pasti sedang bernostalgia tentang pertemuanmu dengan kekasihmu itu ya. Siapa namanya? Aku lupa."
"Zelda," Mr.Quts tiba-tiba menimpali Justin.
Alban tersadar setelah mendengar suara berat Mr.Quts menyebut nama itu. Tak lama, Ditha datang membawa beberapa roti panggang yang ia buat untuk Alban.
"Morning, lagi video call sama siapa?" tanyanya dan langsung berdiri di belakang Alban kemudian mengalungkan tangannya pada leher lelaki itu.
"Hai!" Sapanya pada dua orang yang berada di layar laptop Alban. Wajah kedua orang itu tampak menegang, sedangkan Alban nampak tidak nyaman dengan posisinya kali ini.
"Call me later!" Alban langsung mematikan sabungan telepon itu, membuat Ditha merasa tersinggung karena dirinya terkesan mengganggu Alban. Ditha pun langsung menyingkirkan tangannya dan berjalan ke arah sofa di seberang Alban.
"Ditha, sejak kapan kau menjadi gadis penggoda seperti itu?" Alban masih bersikap dingin pada Ditha.
Ditha hanya berdecak sebal, "Sudah kukatakan Gel, aku bertingkah seperti itu karena aku merindukanmu. Tidak bisakah kamu bersikap seperti dulu, aku ini tunanganmu. Tolong jangan bersikap seolah kita adalah orang asing."
Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu pikiran Alban, kemana perginya Ditha sebelum ia kembali selalu menjadi pertanyaan dalam benaknya.
"Kamu yang membuatku menjadi seperti ini, Ditha. Kenapa kamu baru kembali sekarang. Kemana saja kamu selama dua tahun?"
"Ingatanku baru kembali beberapa bulan yang lalu, bagaimana aku menemuimu sedangkan aku tidak ingat siapa diriku sendiri." Nada bicara gadis itu merendah, mulai terdengar isakan dari mulutnya.
Alban melembut, ia tak suka melihat seseorang menangis.
"Tidakkah kau mau mendengar penjelasanku sebelum kau berfikir yang tidak-tidak pada diriku, Gel."
Gadis itu menelungkup wajahnya dengan kedua tangannya sendiri, sedangkan Alban tetap diam dalam duduknya tanpa berniat menenangkan gadis itu.
Pikirannya masih terlalu kacau, rasanya sangat sulit melupakan Zelda untuk menerima Ditha kembali. Harusnya Alban membenci Zelda, setelah apa yang dilakukannya dengan Arpiar dibelakang Alban, harusnya Alban bisa menghilangkan semua rasa itu.
-•-•-
Dua orang pria kini tengah berada di ruangan dengan keamanan tinggi. Mereka tengah mencoba membuka sesuatu yang terbuat dari besi berkualitas tinggi.
"Kau sudah menanyakan ini pada Quts?" Tn.Gerald bertanya pada Alban.
"Dia tidak ingin berurusan lagi dengan benda sensitif itu, Yah."
"Bagaimana dengan besinya?" Pria itu membolak-balikkan brankas, mencoba mencari celah untuk membukannya.
"Andy sudah memeriksa, besinya tidak bisa dilelehkan, apalagi dipotong. Itu hanya akan membuang-buang waktu."
Tn.Gerald menghela nafas.
"Jadi, apa yang sebenarnya harus kita lakukan untuk membuka brankas ini?" Alban angkat bicara, bagaimana mungkin Tn.Gerald yang diberi amanat untuk membuka brankas tidak memiliki clue sama sekali.
"Menunggu!" jawabnya, pikirannya menerawang jauh bagaimana saat Tn.Franklin memberinya kepercayaan untuk membuka brankas ini.
"Hanya itu? Apa yang harus ditunggu?" Alban terus menerus melontarkan pertanyaan pada ayahnya itu.
"Seseorang yang akan membawa kuncinya!"
"Kunci apa? Bahkan disini tak ada lubang sama sekali." Alban memeriksa setiap inci brankas itu, dimana letak kunci yang ayahnya maksud?
"Ayahpun tidak tahu Alban, kunci itu pasti akan datang. Tapi entah kapan dia akan tiba."
-•-•-
Sore ini Zelda mengunjungi Kantor Antares Grup bersama Arpiar. Perusahannya cukup normal, tidak terlihat sesuatu yang ganjil. Berbeda dengan Altair Grup yang memiliki arsitektur bertema gelap, nampaknya, Antares Grup ini lebih condong ke premis yang lebih cerah.
Tiba di lobi, beberapa karyawan wanita nampak mencari-cari perhatian terhadap Arpiar. Jangan lupa, beberapa karyawan itupun nampak memberikan tatapan-tatapan sinis kepada Zelda, Zelda hanya menyunggingkan senyum tipis pada orang-orang itu, toh, dia datang kesini pun bukan untuk mencari musuh.
Arpiar mengajak Zelda untuk pergi ke ruangannya, Zelda menolak tawaran itu dan malah bergegas ke toilet.
Zelda membasuh tangannya disana, ia menatap cermin sembari sedikit merapikan penampilannya. Tanpa diduga, tiba-tiba seorang wanita menjatuhkan sebuah wadah berisi air tepat di belakang dirinya, alhasil, cipratan air itu mengenai rok yang ia kenakan.
"Harusnya kamu lebih berhati-hati, Nona," tegur Zelda dengan nada biasa.
"Ups, aku sengaja menjatuhkannya." Tanpa merasa berdosa, wanita itu melontarkan pernyataan yang cukup menyebalkan, kemudian meninggalkan Zelda begitu saja.
Zelda hanya menghembuskan nafas kasar, wanita tadi pasti salah satu pemuja Arpiar, -menyebalkan sekali.
"Lagipula, siapa juga yang ingin mendekati GM pujaan para gadis itu, jelas-jelas aku datang kesini untuk menemui ayahku!" ucapnya sambil membersihkan roknya dengan tisu.
-•-•-
"Apa yang terjadi padamu?" tanya ayahnya saat melihat pakaian bawah Zelda yang basah.
"Never mind, hanya tersiram air."
"Siapa yang melakukannya?"
"Bukan siapa-siapa, ini karena kelalaian ku," bohong Zelda.
Entah sebuah kabar baik atau buruk, Antares Grup mendapat sebuah undangan untuk menghadiri acara pameran yang diadakan Draco's Fashion esok hari. Ayah Zelda menyuruhnya untuk datang bersama Arpiar, sebelumnya Zelda sudah sempat menolak, tapi perintah ayahnya terkesan mutlak dan tak dapat dibantah.
"Datanglah bersama Arpiar, belilah beberapa pakaian disana. Pokoknya, Ayah ingin melihat kamu pulang membawa oleh-oleh," ucap Tn.Jison pada anaknya.
"Tapi Pah-"
"Tenang, kamu aman bersamaku." Arpiar yang baru saja datang tiba-tiba menyelang perkataan Zelda.
Zelda tidak ingin terlalu dekat dengan Arpiar, selain sempat akan melakukan hal yang tidak baik, Zelda juga tidak mau terlalu dikenal publik. Bisa-bisa orang lain menganggap Zelda tidak baik, apalagi kalau sampai terdengar berita menyeleweng tentang dirinya.
'Anak seorang manager terlibat skandal dengan GM muda Antares Grup.'
Astaga, pikiran negatif Zelda terlalu jauh menerawang kepada hal-hal yang belum terjadi.
-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro