40-Talking to the mirror🔫
Hanya butuh sepersekian detik untuk diriku menyadari.
Bahwa yang terjadi saat ini, bukan hanya sekedar delusi.
Bagaimana rasanya?
Aku menatap kesegala arah, tapi yang tertangkap dalam netra tak berarti apa-apa.
Otakku terus bekerja, seakan memutar adegan romansa dalam bayang-bayang nostalgia.
Kepada hati yang tersentak oleh perpisahan tiba-tiba.
Semoga engkau pandai menyadarkan logika.
Harusnya kita memang sudah tak saling bersua,
Sejak kau meletakan kertas perpisahan bergores pena.
Ternyata, selucu itu semesta bercanda.
Perihal rindu yang dibalas sendu.
Tanpa pelukan tanpa kata perpisahan.
Cerita singkat yang berjarak sekat.
Semoga melupakanmu juga tak perlu menghitung abad.
Akan kuterima takdirku,
Semoga saja, sang waktu bersedia membantu.
Biarlah saat ini luka berbisik dalam kalbu.
Sampai akhirnya aku benar-benar rela melepaskanmu.
Selamat tinggal, pangeran pelindungku.
—•—•—
"Hey Zel, ingatlah tujuan awalmu datang kesini. Sekarang kau sudah menemukan apa yang kau cari. Takdirmu disini, anggaplah kejadian kemarin hanya angin berlalu, atau sekedar cerita singkat yang tak seharusnya membuatmu sedih." Gadis itu menatap cermin, tersenyum getir, berbicara pada dirinya sendiri, sungguh ... Ada hal yang benar-benar membuat hatinya tak baik. Sejujurnya apa yang ia katakan tak pernah bisa ia lakukan pada perasaanya.
Ia terluka.
Dan masih tidak bisa mengikhlaskan cerita lalunya berakhir begitu saja.
"Harusnya kau bahagia, kan? Oh, Ayolah ... Jangan begini." Matanya sudah berkaca-kaca, namun ia tetap memaksa sudut bibirnya melengkung ke atas.
Tok tok ...
Zelda menyeka sisa air matanya, seseorang muncul di pintu kamarnya, "Nak, ayo turun. Kita makan malam bersama."
"Ah, iya Ayah. Aku akan segera menyusul."
"Baiklah, Ayah tunggu dibawah ya!"
Zelda pergi ke kamar mandi, mencuci mukanya agar terlihat lebih segar, kemudian ia keluar dari kamarnya dan bergabung di ruang makan.
Mereka melangsungkan acara makan malam bersama, ada Ny.Collins, Arpiar, Ayahnya serta dirinya.
Zelda sempat bertanya mengapa ayahnya bisa tinggal di rumah ini, jawabannya karena Ayahnya itu merupakan Manajer perusahaan ini katanya. Saat Zelda bertanya mengapa kepengurusan kantor bisa terbawa ke urusan pribadi hingga ke tempat tinggal, Tn.Jison berkta itu sudah ketentuannya.
Tinggal bersama Arpiar? ~ Ya, tak ada yang aneh sampai saat ini, karena memang saat siang hari mereka disibukan urusan kantor.
Meski begitu, Zelda harus tetap berjaga-jaga tentang hal itu.
—•—•—
Keesokan harinya Zelda mengabari Nevva melalui telepon. Mungkin saja kabar dirinya pergi, sampai pada sahabatnya itu. Ia hanya tidak ingin Nevva ikut mencemaskan kepergian dirinya.
"Di rumah Arpiar," ucap Zelda dengan nada santai.
"Are you kidding me? Lo kabur ke Arpiar gara-gara dikhianatin Alban?"
Zelda meringis mendengar Nevva menyebut nama itu, terasa nyeri. "Engga Va, bukan begitu. Aku sudah menemukan ayahku, dia seorang Manager Antares Grup."
Seketika pikiran Nevva menerawang jauh.
"E-mm Zel, apa itu tidak terlalu kebetulan?"
"Kebetulan seperti apa Va? Dia ayahku. Aku sudah cukup mendapat keyakinan atas apa yang dia tahu tentang aku, Ibu dan semuanya," terangnya pada Nevva. Gadis itu tengah bersandar di pagar balkon sambil menatap pantulan dirinya pada kaca jendela.
"Kamu tinggal serumah dengan Arpiar?" Nevva terus menghujani Zelda dengan pertanyaan-pertanyaan.
"Yep!" Gadis itu mengangguk.
"Hati-hati."
Seketika hening.
"Va, kamu cemburu? Tenang aja ak—"
"Gue bilang hati-hati Zelda, siapa juga yang cemburu. Astaga!"
Siapa pula yang akan terkagum-kagum dengan manusia kejam seperti Arpiar. Nevva menyesal pernah menilai Arpiar hanya dari covernya saja.
"Baiklah, kau tidak memberi ucapan selamat kepadaku, Va?"
"Baiklah, selamat untuk sahabat Nevva yang sudah menemukan sang ayah." Kata-kata itu terdengar ragu.
Mereka terus melanjutkan obrolan mereka. Membahas tentang kabar Nada, bercerita bagaimana reaksi Zelda saat pertama tahu ayahnya ada di Antares grup. Sampai tiba-tiba percakapan mereka berbelok ke arah yang sepertinya Zelda tak berniat membahas itu.
"Zel, boleh gue bahas tentang Alban?"
"Darimana kamu tahu kalau dia—" Zelda tercekat, tak sanggup melanjutkan perkataannya. Perlu diakui bahwa hatinya sakit, bahkan ia merasa air matanya mulai menumpuk di pelupuk mata tanpa diundang.
"Oke, maaf gue menyinggung hal ini. Apa lo tau, cewe yang lo temui itu ... Tunangannya Alban?"
Sebenarnya Nevva tidak mau merubah suasana hati Zelda, ia terdengar riang saat pertama menelpon Nevva. Tapi, mau tidak mau Nevva harus membicarakan ini agar sahabatnya tau apa yang sebenarnya terjadi.
Zelda berpikir sejenak, ia menggeleng tidak percaya, "Nggak, nggak mungkin Va, tunangan dia udah meninggal dua tahun lalu."
"Iya memang, tapi itulah kenyataanya Zel. Lagipula, mayat yang ditemukan di dekat mobil saat kecelakaan Alban itu sudah tidak bisa dikenali kan? Itu jenazah orang lain."
"Darimana kamu tahu semua hal itu?" tanya Zelda, ia hanya takut apa yang dikatakan Nevva hanya sebuah kebohongan untuk menutupi rasa sakit hatinya tentang Alban.
"Alban cerita pas dia nyari lo saat ko kabur dari apartemen. Kalo soal cerita kematian tunangannya, aku tahu dari Andy."
Zelda masih mencoba mencerna perkataan Nevva.
"Dan yang kamu lihat saat itu memang sebuah kesalahpahaman, Zel. Alban tidak—"
"Cukup Va, aku tidak mau mendengarnya lagi. Itu sudah berakhir, tak ada lagi yang perlu dibahas. Jadi untuk saat ini, biarkan aku menjalani kehidupanku yang baru."
Nevva mengerti, Zelda tak ingin membahas hal itu. Mungkin benar, lebih baik Zelda fokus dengan kehidupan barunya. Meskipun sebenarnya ada hal yang membuat Nevva tidak sepenuhnya yakin.
Tentang berita ayahnya Zelda.
—•—•—
"Ayah mengusirnya dari sana!" Lelaki itu langsung berbicara dengan nada sedikit tinggi pada ayahnya.
"Tidak, dia memang hendak pergi meninggalkan Apartemen," Tn.Gerald menjawabnya dengan nada cukup santai.
"Ya, dia pergi karena Ayah menyuruhku membawa Ditha. Zelda memergoki ku dengan Ditha. Itu semua karena ayah! ...
... Aku bahagia bersama Zelda, Ayah. Tidakkah kau mengerti. Perasaanku untuk Ditha sudah tidak bisa kumengerti. Aku hanya ingin Zelda."
Tn.Gerald melemparkan sebuah foto kepada Alban. Alban memerhatikan kumpulan foto itu satu-persatu.
"Itulah sebabnya Ayah bilang kalau gadis itu tidak cocok untukmu Alban. Ayah pernah berpesan padanya, jangan khianati Anakku. Tapi yang ia lakukan sangat menodai kepercayaan Papah."
Kini Alban tengah memegang sebuah foto, terlihat dua orang manusia tengah dalam posisi mesra di sebuah tempat bermain.
Itu adalah Zelda dan Arpiar.
Alban meremas foto itu, tak habis pikir terhadap apa yang telah dilakukan Zelda padanya.
Sejak kapan Zelda mengkhianatinya seperti ini?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro