III
PART 3
" AARRGGHHH!"
" Siapa yang melakukan ini?" Geo menjatuhkan barang-barang didalam kamarnya.
Kecewa. Sedih. Marah. Hanya tiga kata itu yang dapat menggambarkan perasaan Geo saat ini.
Kecewa. Geo kecewa karena saat anniv nya ia harus kehilangan Val -pacarnya. Sedih. Siapa yang tidak merasa sedih saat kita kehilangan orang yang kita sayang? Marah. Tentu saja Geo sangat marah kepada orang yang membunuh Val.
Hanya ada satu cara untuk menghilangkan amarah Geo. Membunuh seseorang.
***
Sesosok perempuan dengan rambut cokelat yang menutupi sebagian mukanya menatap Zya balik. Wanita itu tersenyum sinis ke arah Zya.
"Kerja lo bagus, Zya." Zya berbicara pada dirinya sendiri.
Tangan Zya merogoh sesuatu didalam lacinya. Dan lagi-lagi dirinya tersenyum puas melihat barang itu. Ia memasukkan mawar putih -barang itu kedalam tasnya.
Melompat keluar dan berjalan sembunyi-sembunyi dibalik semak sudah menjadi hal yang sangat biasa bagi Zya. Ia membunuh bukan tanpa alasan. Ia membunuh karena ingin membalas dendamnya kepada setiap orang yang telah berani menyakitinya.
Zya memasukkan tanganya ke dalam saku hoodie abu-abu yang kini ia pakai. Jari-jarinya saling bertautan. Sementara kakinya berjalan dengan tenang menuju rumah Marcell -mantan kekasihnya.
Sudah sejak lama Zya merencanakan pembunuhan ini. Namun, terlalu banyak orang yang mendekati Geo. Membuatnya mengharuskan membunuh orang-orang itu.
"Zya, apa yang lo lakuin di rumah gue malem-malem?" Marcell memandang Zya dengan pandangan bertanya.
Tanpa ba-bi-bu Zya membekap mulut Marcell. Zya membaringkan tubuh mantannya itu diatas karpet sebelah kasur. Ia tersenyum puas karena kali ini mantannya itu sedang pingsan akibat dkbekap olehnya. Zya mengikat kaki tangan Marcell.
"Ini karena lo," ucap Zya. "Kalo lo ga putusin gue demi cewek lain, nyawa lo mungkin lebih panjang."
Zya membuka tasnya. Ia mengeluarkan pisau yang sama. Pisau yang selalu ia bawa untuk membunuh orang-orang yang sudah menyakitinya.
"Gue ga berniat membunuh lo," Zya mengusapkan pisau dingin itu ke pipi Marcell.
"Tapi, pisau ini berkata lain."
Seperti biasa, Zya mencelupkan tangannya kedalan darah segar yang mengalir dan menuliskannya pada 'cermin'.
YOU ARE NEXT.
***
"Zya," panggil Hailey.
Zya mengerutkan dahinya samar. Hailey adalah sahabat Val. Dan Hailey tidak mungkin mengenal seorang invisible semacam Zya.
"Who are you?" Zya memasukkan tangannya ke dalam saku celana jeansnya.
"Lo bener Zya kan? Gue liat lo semalem lagi masukkin suatu barang ke tas lo." Jawab Hailey dengan nada yang, sedikit menyelidik.
Zya menghela napas pelan. Hampir saja ia ketahuan ia telah membunuh mantan pacarnya. Rupanya mata Hailey tidaklah tajam dimalam hari. Padahal, jika orang biasa dengan mata tajam akan mudah melihat barang apa yang Zya masukkan ke dalam tasnya kemarin malam.
"Mungkin yang lo liat buku gue. Emm Hailey(?)" ucap Zya pura-pura tidak mengenal Hailey.
***
"Lo kelihatan sedih akhir-akhir ini." ucap Zya setelah mendudukkan pantatnya di kursi taman. Tepat sebelah Geo.
"Ya lo pikir gue harus seneng setelah kematian Val?" Geo mendelik Zya.
Sungguh Geo sangat kesal terhadap Zya. Zya pikir Geo akan senang saat kekasihnya meninggal? Zya pikir Geo akan bersenang-senang dengan teman-temannya setelah Val meninggal? Jawabannya tentu saja tidak.
Senyum sinis terpancar dari wajah Zya. "Ngapain lo harus sedih disaat lo yang ngebunuh Val, pacar yang sangat lo sayang itu."
"Gue ga bunuh Val." ucap Geo dengan menekankan setiap kata yang ia ucapkan.
Zya menghembuskan napasnya senang. Rencana pertamanya berhasil. Ia dan Geo bisa berbicara sedekat ini. Walaupun percakapan yang tercipta harus tentang kematian Val.
"Ga ada bukti yang mendukung kalo bukan lo yang ngebunuh, sayang." ucap Zya main-main.
"Lagian gue juga punya bukti kalo lo seorang pembunuh."
"Gue bukan pembunuh. Dan lo ga tau apa-apa." Geo menatap Zya dingin.
Senyun sinis Zya semakin terlihat diwajahnya. "Gue bicara karena gue punya bukti."
Zya bangkit dari duduknya. Ia berjalan beberapa centi dari kursi taman.
"Lo kemarin malem keluar rumah dan diatas sepatu lo semalem," Zya menggantungkan kalimatnya. "Terdapat bercak darah."
Zya membalikkan badanya menghadap Geo. "Lo kurang ahli dalam hal ngebunuh. Dan kalo lo berniat meningkatkan keahlian lo, lo bisa dateng ke rumah gue."
***
Dengan santai perempuan ber sweater biru itu jalan menuju kelasnya. Zya. Ia sangat senang rencana pertamanya agar dekat dengan Geo berjalan lancar.
"Lo bakal jadi milik gue, Geo." Zya tersenyum penuh kemenangan.
Zya kembali berjalan santai menuju kelasnya. Sendirian. Tanpa teman sudah biasa bagi Zya. Ia tetap senang walaupun tanpa teman. Yang bisa membuatnya bahagia adalah dapat membunuh orang yang ia benci tanpa diketahui seorang pun.
Kini hidupnya akan semakin bahagia. Karena sebentar lagi, Geo akan menjadi milik Zya selamanya. Dan tidak akan ada yang menggangu mereka.
***
Hailey membekap mulutnya sendiri dengan kedua tangannya sendiri. Ia berlari sekencang mungkin agar dapat dengan cepat menjauhi taman belakang kampusnya.
Air mata Hailey tidak dapat dibendung lagi. Bulir-bulir air mata itu kini telah jatuh berlomba-lomba dipipi Hailey. Ia benar-benar todak percaya. Dugaannya selama ini terhadap Zya benar. Zya seorang psychopath.
"Lo kurang ahli dalam hal ngebunuh. Dan kalo lo berniat meningkatkan keahlian lo, lo bisa dateng ke rumah gue."
LANJUT KE PART IV
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro