Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[9] Their Past

Usianya saat itu memang masih sangat muda. Namun, ia sudah biasa untuk mengambil misi melindungi orang-orang penting. Seperti sekarang, saat ia berada di pesta besar yang tampak diikuti banyak orang yang lebih tua darinya. Ia ingat saat itu usianya baru menginjak 21 tahun, dan orang-orang disana adalah para pria tua berusia diatas 40an tahun.

"Tsukasa, tetap fokus."

"Aku tidak suka bau rokok," Tsukasa tampak menghela napas dan menutup hidungnya beberapa kali saat ditegur oleh rekannya. Mereka sedang menyamar menjadi pelayan dan mencoba untuk mengamati klien mereka. Tsukasa tidak begitu senang dengan klien kali ini karena ia adalah seorang koruptor yang menggunakan uang sebagai kekuasaannya. Tetapi pekerjaan tetaplah pekerjaan.

"Apakah kau ingin minum sesuatu gadis manis?"

Ia mendengar suara klien yang tampak mendekat bersama dengan seorang gadis yang bahkan terlihat lebih muda. Berambut blonde, dengan ukuran dada yang cukup besar.

'Enam belas? Tidak, kurasa tujuh belas atau delapan belas,' ia yang membawa nampan berisi sampagne memberikannya pada kedua orang itu. Saat mata mereka bertemu, gadis itu hanya tersenyum, dan Tsukasa membalasnya begitu saja.

.
.

"Kau terlihat kesal," Tsukasa tampak berjalan ke dalam bangunan bersama dengan Irina di sampingnya yang membolak balik halaman tabletnya dan juga beberapa file di tangannya.

"Aku tidak punya waktu untuk bernostalgia di saat seperti ini. Lagipula aku tidak punya waktu untuk meladeni mantan musuhku," Tsukasa tampak menatap Irina sebelum menghela napas ketika Irina sampai di depan kelas untuk mengajar, "oh Irina. Jangan terlalu meremehkan mereka. Mereka tidak akan suka itu."

"Apa maksudmu?"

.
.

"Kami tidak butuh tawaranmu!"

"Kalau tidak mau mengajar, pergi sana!"

"Ganti dengan Korosensei!"

Rena tampak ikut kesal dan melempar penghapusnya kearah Irina bersama dengan yang lain karena perempuan itu tampak merendahkan mereka. Tentu ia sama sekali tidak masalah jika guru itu menyebalkan, namun merendahkan mereka adalah satu hal yang lain.

Rena baru saja akan melempar lagi saat menoleh kearah jendela dimana kakaknya tertawa melihat mereka dan Karasuma hanya menghela napas menanggapinya.

.
.

"Kau pelayan yang tadi bersama dengan pria tua itu kan?"

Tsukasa yang berada di belakang bangunan menoleh saat mendengar suara yang familiar itu. Ia menemukan gadis remaja yang bersama kliennya itu kini berada di belakang bangunan tempat pesta tadi diadakan.

"Begitulah, apa ada yang bisa kubantu miss..."

"Irina. Panggil saja aku Irina," dari pose dan gerakan tubuhnya, Tsukasa bisa menebak jika gadis itu biasa bekerja sebagai seorang penggoda, "bagaimana denganmu?"

"Namaku Tsukasa, salam kenal Irina," pemuda itu tampak tersenyum dan mengulurkan tangannya sebelum dijabat oleh Irina. Namun, bukannya hanya dijabat, pemuda itu menarik tangan Irina dan membuat jarak mereka cukup untuk terlihat seperti berciuman.

Tentu saja tidak...

"Siapa yang mengirimmu kemari," suara itu pelan namun memiliki tekanan yang membuat Irina tampak sedikit bergidik mendapati suara itu berbisik tepat di telinganya, "Irina-chan...?"

Irina tampak mendorong tubuh Tsukasa dan memegangi telinganya dengan wajah merah padam.

.
.

"...ei. Tsukasa-sensei?"

Suara itu membuat Tsukasa tersadar dan menatap kearah Korosensei yang duduk di kursi pantai dan membuat soal-soal quiz. Namun, Korosensei tampak melihat kearah tangan Tsukasa dimana ia sedang mengukir buah pisang menjadi bentuk roket.

...

"Ah harusnya yang kubuat model RS-25," Korosensei sendiri tidak bisa tidak sweatdrop mendengar itu. Tsukasa menghela napas sambil duduk di parasol yang juga disiapkan oleh Korosensei dan memakan pisang yang ada di tangannya.

"Kulihat, kau mengenal Irina-sensei Tsukasa-sensei?"

"Antara pendengaranmu yang terlalu bagus atau kau memang berbakat menjadi stalker," Tsukasa menutup matanya dan menghela napas, membiarkan tangannya terlipat dan menjadi bantal kepalanya, "aku memang mengenalnya."

"Oooh, apakah ada kisah dibalik hubungan kalian berdua?" Korosensei mengubah warna kulitnya menjadi pink dan tampak bersemangat dengan cerita Tsukasa hingga cairan jus anggurnya mengenai kertas soal dan membuatnya harus mengulangi penulisan soal.

"Tidak ada, aku bertemu dengannya saat aku sedang bertugas menjaga seseorang," Tsukasa mengambil jus kaleng yang ada di meja kecil diantara parasolnya dan juga Korosensei, "berapa usianya saat itu? Hmmm enam belas, tujuh belas...? Terlalu muda untuk membunuh seseorang."

"Kau dan Karasuma-sensei juga menjadi anggota department pertahanan pada usia yang muda bukan?"

"Itu cerita lain, aku tidak bisa meninggalkan Karasuma sendiri. Ia terlalu kaku untuk kutinggalkan," ia bersumpah mendengar geraman Karasuma di salah satu semak di dekatnya. Dan saat ia menoleh, ia bisa melihat Karasuma dan Irina yang berada disana dan sukses dibuat sweatdrop, 'mengingat sifat Irina kurasa ia diusir oleh murid-murid dan sekarang Karasuma sedang menasihatinya.'

.
.

"Ia membuat soal yang berbeda untuk semua anak," Karasuma menatap Korosensei yang sedang berbincang dengan Tsukasa bersama dengan Irina, "ia mencoba untuk mengembangkan soal agar para murid bisa menghilangkan kelemahannya. Lalu disana--"

Karasuma menunjuk pada lapangan dimana murid-murid bermain bola berbentuk Korosensei dan pedang untuk menangkisnya.

"Mereka sedang bermain... kan?"

"Tidak, Karasuma membuat permainan itu untuk melatih mereka menyerang objek yang bergerak sembarangan," Tsukasa berjalan menghampiri mereka, "mereka tidak punya pengalaman membunuh, tetapi mereka menginginkan hadiah itu. Jadi, kau tidak bisa sembarangan merendahkan mereka."

"Tsukasa-sensei!" Beberapa murid termasuk Hinano tampak menghampiri dan dan membawa sebuah kotak bekal, "kami membuat makanan baru seperti yang dikatakan oleh sensei kemarin!"

"Oh, pantas saja," Tsukasa mengambil sumpit dari Hinano dan mencicipi makanan itu, "kalau kalian menggunakan rasa yang seperti ini, kurasa pasti akan ketahuan. Lagipula baunya kurang..."

"Tsukasa sendiri juga membantu dengan caranya."

"Maksudnya? Ia hanya mengajarkan masakan bukan?"

"Kau tahu apa yang membuat rencanamu gagal tadi bukan," Karasuma menatap kearah Irina yang berpikir sejenak, "karena ia memiliki indera penciuman yang tajam, dan bau apapun akan tercium olehnya."

"Ah!"

"Kau mengerti sepertinya, masakan yang dibuat dan diajarkan oleh Tsukasa memiliki dua bau. Bau yang terlalu kuat untuk membuat makhluk itu mencium adanya bahan asing seperti peluru bb yang dihancurkan, atau makanan tanpa bau yang tidak ada dicurigai," Karasuma menyilangkan tangannya dan menatap Tsukasa yang masih mencicipi sementara Korosensei sudah ikut mencicipi juga.

"Karena makhluk itu kelas ini sudah terbagi menjadi dua dan melaksanakan tugasnya masing-masing untuk mendukung satu sama lainnya. Kau memang seorang pro, tapi jika kau tidak bisa menyeimbangkan pekerjaanmu dengan menjadi guru, maka kau gagal disebut pro," Karasuma tampak menjelaskan sambil menatap Irina.

.
.

"Kenapa kau tidak memberitahu klienmu kalau aku akan membunuhnya?"

Mereka berdua berada di salah satu kamar tamu yang ada di mansion itu. Sepertinya klien menyukai cara kerjanya dan memperpanjang misinya sebagai bodyguard. Dan ironisnya, sepertinya kliennya menyukai seorang Irina Jelavic dan memutuskan untuk membawa gadis itu ke mansion miliknya.

"Ada dua alasan, pertama karena sebenarnya aku tidak begitu menyukai klien itu dan cara kerjanya, dan yang kedua karena aku mendengar ia membawamu ke mansionnya," Tsukasa menuangkan teh yang ia bawa saat menyamar menjadi pelayan begitu juga dengan kue kering yang ia sertakan.

"Memang kenapa dengan itu? Oh, karena kau takut klienmu terbunuh olehku?"

"Oh, itu alasan yang masuk akal," Tsukasa menepuk kepalan tangannya seolah itu adalah pemikiran yang terakhir kali ia pikirkan, "tetapi kurasa karena aku tahu kau sebenarnya tidak mau melakukan itu."

...

"Huh?"

.
.

"Jadi, kalian hanya perlu menggunakan kata ganti ini untuk membentuk kalimat yang benar."

Karena mereka belum setuju dengan Irina yang mengajar mereka dan Korosensei serta Karasuma yang sibuk, pada akhirnya mereka meminta Tsukasa untuk mengajar di kelas mereka terlebih dahulu. Tentu saja menjadi agen pemerintah dan bekerja di department pemerintahan membuat Tsukasa menganggap bahasa Inggris adalah bahasanya sehari-hari.

"Baiklah Rinka-cha--" ia baru saja memanggil salah satu murid saat pintu geser menuju kelas terbuka dan menunjukkan Irina yang menuju ke depan kelas, Irina-chan, kami sedang ada kelas."

"Aku adalah guru bahasa Inggris mereka. Bukan kau," Irina tampak menggerutu dan menatap Tsukasa yang menghela napas sambil tersenyum. Menutup buku yang ia bawa dan melihat Irina yang menuliskan sebuah kalimat di papan tulis.

"Ulangi kata-kataku, You are incredible in bed."

Tsukasa tersedak ludahnya sendiri saat mendengar dan melihat tulisan di papan tulis. Ia bisa melihat Rena sama cluelessnya dengan semua murid kecuali Karma yang sudah tertawa dan Rio yang hanya diam dengan wajah memerah. Ia bisa menebak mereka tahu arti dari kalimat itu.

"Ayo, ikuti aku."

"Y-yuu aa inkuredeiburu in beddo."

Tsukasa beruntung Rena menolak untuk berbicara, atau ia akan serangan jantung saat itu juga.

Ia jadi ingat bagaimana Irina merayu kliennya dengan kata-kata yang sama saat mereka pertama kali bertemu.

"Itu adalah kata-kata yang kupakai saat aku melakukan pembunuhan di LA. Dan itu adalah yang juga dikatakan oleh orang itu padaku. Jika kalian menanyakan artinya, Beddo deno kimi wa sugoi yo... ♡"

'Kenapa kau menyuruh anak SMP untuk mengulangi kata-kata seperti itu?' Menyadari hal itu, semua murid tampak merona dan tidak bisa mengatakan apapun lagi. Tsukasa kembali tertawa dan menatap Irina, mengingat kembali apa yang terjadi sebelum ini.

.
.

"Kau pasti sangat hebat di ranjang."

Tsukasa menoleh kearah Irina saat ia sedang berada di salah satu gerbang pintu sedang menjaga ruangan dimana kliennya sedang melakukan pertemuan. Mendengar itu, Tsukasa hampir saja tersedak dan menatap Irina dengan tatapan kaget dan wajah memerah.

"Pertanyaan macam apa itu?!"

"Oh, raut wajah yang tidak pernah kubayangkan. Kau masih... perjaka?" Irina menatap dengan tatapan mengejek dan Tsukasa hanya bisa menatapnya dengan tatapan tidak percaya, "maaf kalau itu benar-benar mengenai perasaanmu. Hahaha~"

Irina tampak tertawa mengejek dan berbalik akan meninggalkan Tsukasa sebelum Tsukasa menariknya dan mengkabedon Irina sambil tersenyum kearahnya.

"Aktingku sebegitu baiknya untukmu kah?" Tangannya sebelah menahan bahu Irina agar tidak beranjak dari posisinya, dan bibirnya berada di samping telinga untuk membisikkan kata-kata yang langsung membuat Irina kembali terdiam dengan wajah memerah, "kau ingin jawaban pertanyaan itu? Bagaimana kalau kau melihatnya sendiri...?"

...

PLAK

"Bodoh," Irina berbalik dan tampak menjauh dari Tsukasa yang tampak tertawa dan memegang pipinya. Ia menatap Irina yang segera menghilang perlahan dari koridor itu sambil menghela napas.

"Kau tidak perlu melakukannya kalau kau memang tidak mau kan...?"

.
.

"Kalau memang kalian tidak mau aku mengajari kalian, maka aku akan menyerah dalam pembunuhan ini," Irina menautkan tangannya dan tampak menatap kearah semua murid disana, "kalau seperti itu, kalian tidak masalah bukan? Dan maaf atas apa yang kukatakan sebelumnya..."

'Ia tidak berubah. Tentu saja murid disini sangat baik, mereka akan menerima,' Tsukasa tersenyum dan menatap para murid yang tampak tertawa mendengar dan melihat sifat Irina yang berubah.

"Kalau begitu, kita tidak bisa memanggil Bitch-nee-san lagi," salah satu murid tampak berbicara dan Irina tampak terharu, "kita akan memanggilnya Bitch-sensei."

Tsukasa tertawa mendengarnya saat Irina tampak mencoba untuk menghilangkan panggilan itu. Namun,  tentu saja itu tidak berhasil karena mereka tetap memanggilnya Bitch-sensei.

"Panggilan itu tidak buruk, Bi--"

"Jangan berani memanggilku begitu Tsukasa!" Irina menoleh kesal kearah Tsukasa yang segera berhenti berbicara karena pistol mengarah padanya. Namun ia tampak tertawa bersama dengan yang lainnya.

.
.

Tsukasa membuka perlahan matanya dan menatap langit-langit yang ada di atasnya. Ia masih mengenakan kemeja putihnya tadi malam, meletakkan tangan kanannya diatas dahinya untuk menghalangi cahaya yang menyilaukan. Saat sudah sepenuhnya sadar, Tsukasa menoleh kearah sampingnya dimana gadis itu tertidur seperti anak kecil. Seperti seharusnya gadis seusianya tertidur.

"Hm," Irina bergerak saat Tsukasa mencoba untuk menyentuhnya dan bergerak.

"Kau bangun?"

"Menurutmu?" Irina tampak hanya tersenyum dan masih menutup matanya.

"Bangunlah kalau kau memang sudah bangun. Atau kau membutuhkan ciuman dari pangeran tampan ini, Irina-chan?" Tsukasa tampak menunjuk bibirnya dan tersenyum pada Irina yang segera memukul dan menekan bantal di wajahnya, "Iwinhaa hahu hihak hiha henahah! (Irina aku tidak bisa bernapas!)"

"Makanya jangan mengatakan yang aneh-aneh," Irina melepaskan bantal itu dan masih menenggelamkan wajahnya di badan Tsukasa, "seperti yang kukatakan, kau hebat saat di ranjang."

"Jangan berbicara seolah aku melakukan hal yang buruk padamu. Kau hanya tidak bisa tidur dan aku menemanimu tidur," Tsukasa menyentil dahi Irina yang mengaduh dan memegangi dahinya.

"Maksudku, aku sudah lama tidak tidur senyaman ini. Aku selalu dibayangi oleh misi dan juga ancaman," Irina tampak menghela napas dan menerawang dibalik tubuh Tsukasa, "kurasa kau yang membuatku seperti ini?"

"Itu rayuanmu yang paling baru? Kurasa tidak buruk..."

"Itu bukan--" Irina akan berbicara dan menatap Tsukasa saat Tsukasa memberikan ciuman singkat di bibirnya dan memeluknya, membenamkan wajah Irina di tubuhnya.

"Jangan melihatku dulu sekarang, untuk kali ini kurasa rayunamu sedikit membuatku terpengaruh," Irina tidak bisa melihat wajah Tsukasa, namun ia tahu saat itu wajah pemuda itu memerah karena perkataannya.

"Kau benar-benar lelaki yang unik."

...

"Setelah ini selesai, ikutlah aku ke Jepang. Akan kukenalkan kau dengan adikku..."

.
.

"Bagaimana, menyenangkan mengajarkan mereka bukan?"

Tsukasa menghampiri Irina yang tampak baru saja selesai dengan pelajaran yang sempat ia gantikan. Irina tampak menoleh pada Tsukasa dengan tatapan dingin sebelum akhirnya ia berbalik dan akan meninggalkan Tsukasa.

"Tunggu," ia tampak menghentikan Irina dan menarik tangannya, "kau masih memikirkan masa lalu itu?"

"Sama sekali tidak," Irina menepis keras tangan Tsukasa yang menariknya sebelum menatap tajam kearahnya, "aku hanya tidak tahan berada terlalu lama bersama dengan orang munafik sepertimu."

Dan ia segera berbalik meninggalkan Tsukasa yang menghela napas dan menatap tangannya.

"Sepertinya ini jadi tontonan yang menarik untuk kalian Nagisa-kun, Karma-kun, Rena," Tsukasa menoleh kearah belakang dimana ketiga murid yang disebut tampak tersentak kecuali Karma.

"Ma-maaf, kami hanya ingin menyerahkan tugas kami dan tanpa sengaja mendengarnya," Nagisa yang tampak meminta maaf dan membuat Tsukasa bersemu sedikit sambil menggaruk dagunya.

"Itu terlihat memalukan untukku ya..."

"Heee~ tidak juga, menarik melihat wajah seriusmu dan juga Bitch-sensei tadi," Karma melanjutkan dan tampak menyilangkan tangannya di belakang kepalanya.

[Tapi aku tidak pernah tahu kau mengenal Bitch-sensei kak.]

"Rena, jangan menulis kata-kata vulgar itu," Tsukasa menghela napas dan menatap kearah Irina pergi tadi, "lagipula, hubungan yang kalian pikirkan itu tidak pernah ada."

"Kau mencoba untuk membunuhku bukan?!"

Pria tua gemuk itu menjambak rambut Irina dan membuatnya menoleh kearahnya.

"Aku sudah tahu rencana busukmu wanita murahan. Dan aku tidak akan membiarkanmu."

"Aku hanya pria jahat di kehidupannya," Tsukasa menghela napas, menatap ketiga muridnya yang menatapnya heran.

"Setidaknya katakan siapa yang memberitahumu semua itu?"

.
.

"Agent Tsukasa. Dia yang memberitahuku semua rencanamu."

"...bukan apa-apa."

To be Continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro