[7] Memories and Devil
Ia tidak ingat kapan ingatan ini terjadi, namun yang ia ingat ia pernah berada di sebuah ruangan serba putih. Semua kebutuhannya ada disini, dan hanya ada dirinya dan beberapa mainan yang ia sukai hingga ia lupa keadaan sekelilingnya.
Tidak ada orang yang datang berkunjung, tidak ayah ibu atau kakaknya. Hanya ada satu orang yang datang, dan selalu membuatnya merinding saat pintu itu dilewati oleh orang itu.
"Pekerjaan hari ini benar-benar merepotkan," seperti saat pintu itu terbuka hari itu, ia selalu merasakan sesuatu yang menusuk tubuhnya. Sesuatu tak kasat mata yang selalu ia rasakan setiap ia bersama dengan orang itu. Meskipun senyumannya tampak ramah dan ia tidak pernah menyakiti anak itu, namun ia tahu sesuatu yang mengerikan terjadi dibalik senyuman itu.
"Apakah kau menjadi anak yang baik hari ini Rena-chan?"
...
"Aku tidak biasa menerima tugas menculik seseorang. Tetapi, kau akan kubebaskan setelah mereka menuruti permintaan klienku. Lagipula, aku tidak akan melakukan apapun diluar misi jika memang kau menjadi anak yang baik," meskipun awalnya ia takut karena perasaan menusuk itu, namun senyuman yang diberikan pemuda itu selalu mengingatkannya pada kakaknya.
...sangat hangat.
.
.
BOING! BOING!
Suara sesuatu yang lembut memantul di dinding kayu itu cukup menyebalkan dan terdengar mengganggu. Semuanya menatap pada Korosensei yang masih sebal karena perlakuan Karma. Semua orang terganggu selain Rena yang hanya diam dan menatap kertas ujian yang sudah terisi penuh dengan jawaban.
Ia suka matematika seperti ia menyukai seni. Soal yang ada di depannya cukup mudah, lagipula nilai matematikanya tidak pernah jauh dari peringkat 3 teratas jika tidak dikalahkan oleh Asano dan... pemuda disampingnya. Karma Akabane.
"Heee ternyata peringkat tiga di Matematika memang beda ya~" sementara Terasaka dan juga gengnya mengganggu Karma, Karma malah lebih sibuk dengan Rena yang masih memainkan penanya dan tidak begitu memperhatikan sekeliling.
'Perasaan itu juga kurasakan saat Nagisa akan mendekati Korosensei saat meledakkan dirinya,' Rena mengusap lengannya sendiri, merasakan bulu kuduknya berdiri karena perasaan takut yang ia rasakan saat Karma akan menyerang Korosensei.
"Hei, kau mendengarkan?" Rena baru menyadari keadaan sekeliling saat mendengar suara Karma yang sangat dekat saat Karma memiringkan wajahnya dan berada cukup dekat untuk Rena hanya melihat Karma dan bukan mejanya. Sebuah eskrim berwarna pink juga disumpalkan dalam mulut Rena yang segera mendorong Karma menjauh darinya dengan wajah memerah dan menggeleng cepat.
Sementara sebuah kapur tampak mengenai dahinya sebelum meluncur kearah Karma yang menghindarinya. Entah sejak kapan kakaknya sudah berada di samping Korosensei dan melempar kapur. Ia tahu inginnya kakaknya melempar kearah Karma, namun kakaknya memiliki akurasi yang sama parahnya dengan dia.
"Maaf Rena! Dan menjauh darinya!"
"Tsukasa-sensei jangan mengganggu jam kuis. Dan Karma, Rena, Terasaka, kalian tidak boleh berisik!" Korosensei memarahi semuanya meskipun Rena bakan tidak berbicara dan hanya pasrah.
'Kenapa semua orang memarahi atau mengomentariku seolah aku ribut dan berbicara?!' Rena hanya menghela napas dan terpaksa memegang gelato yang diberikan oleh Karma. Lagipula, rasanya enak seperti rasa gelato yang dibelikan ibunya saat mereka berlibur ke Italia.
"Maaf sensei karena aku dan juga Rena-chan sudah selesai," Rena menatap Karma seolah mengatakan 'darimana kau bisa yakin?!' Namun Karma mengabaikannya, "kami boleh menunggu jam selesai sambil memakan gelato kan?"
"Tentu saja tidak, lagipula dapat darimana makanan i--HEI ITU GELATO YANG KUBELI LANGSUNG DARI ITALIA!"
'Jadi itu milikmu?!'
"Maaf~ aku menemukannya di kulkas jadi kubawa saja kemari!" Karma benar-benar terlihat sengaja dan tahu jika itu milik Korosensei.
"Tidak bisa diselesaikan dengan meminta maaf! Dan setelah aku membawanya melewati kutub utara agar tidak mencair!"
"Lalu apa yang akan kau lakukan~? Memukul kami berdua?"
"Tentu saja tidak, aku akan memakan apa yang tersisa," Rena tampak sweatdrop melihat Korosensei yang akan terkena jebakan lagi dari Karma. Ia menghela napas bosan karena Korosensei yang terkena jebakan dua kali dari Karma.
[Kau mudah sekali terjebak jebakan murahan seperti ini ya sensei.]
"NYUHAAA!! TENTU SAJA TIDAK RENA-SAN!"
"Kami sudah selesai, aku mengecek jawaban kami sama dan pasti benar semua. Jadi, kau tidak perlu repot-repot untuk memikirkan nilai matematika kami Korosensei!" Karma tersenyum lebar dan mengangkat sebelah tangannya setelah menyerahkan kertas miliknya dan juga Rena yang hendak protes. Namun dengan segera Karma menarik tangan Rena dan membawanya keluar sebelum ia protes lebih jauh.
.
.
[Akabane-kun aku tidak ingin membolos! Lagipula kakakku akan mencariku setelah jam pulang!]
Rena mencoba menuliskan sesuatu sambil berjalan mengimbangi langkah dari Karma. Namun entah Karma tidak melihat atau Karma memang sengaja mengabaikannya.
"Memangnya kenapa? Kau juga sudah selesai, daripada melamun bukankah lebih baik membolos?" Rena mendengus dan memalingkan wajahnya dan memutuskan untuk ikut dengan Karma setelah mengirimkan pesan untuk tidak khawatir padanya.
"Jadi," masih memegang tangan Rena, Karma berjalan menuruni bukit, "kau benar-benar tidak pernah berbicara sedikitpun?"
Ia menggeleng, mengambil roti yang dibawakan Tsukasa untuknya dan memakannya.
"Sekalipun?"
Ia akan mengangguk, namun tampak diam karena ia sudah pernah berbicara dengan Aguri. Namun ia tetap mengangguk walaupun Karma sudah menangkap kebohongannya dan menatapnya dengan seringai yang mengingatkannya dengan iblis.
"Hee~ apa yang membuatmu tidak ingin berbicara?"
[Bukan urusanmu.]
"Tetapi aku ingin mendengar suaramu," wajah Rena memerah karena perkataan dari Karma sebelum pemuda itu tampak melanjutkan dengan nada mengejek, "karena kurasa berdebat denganmu dan membuatmu kesal akan menyenangkan."
...
Rena melempar buku notesnya pada Karma yang segera ditangkap oleh pemuda itu.
"Heee~ baiklah, datang ke kelas 3-E bertemu semuanya, menyapa seperti biasa. Lalu, mencoba untuk menyemangati mereka dan berteman dengan mereka--" Karma tampak membaca isi dari sebagian memo yang ternyata terlihat seperti rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh Rena. Rena mencoba untuk mengambilnya namun tidak bisa karena kalah tinggi dengan Karma yang menaikkannya, "--bertemu dengan Aguri-sensei dan--"
[Lagi-lagi seseorang bernasib buruk karena mendengarku berbicara...]
Rena menendang kaki Karma yang segera membungkuk karena kesakitan juga merebut notesnya. Ia berbalik dan meninggalkan Karma di belakangnya.
.
.
"Ayolah, aku hanya penasaran denganmu saja~ lagipula yang melempar buku kecil itu kau bukan?" Karma berjalan beberapa centi di belakang Rena yang masih berjalan dengan langkah tegas karena kesal.
[Bukan berarti aku memperbolehkanmu untuk membukanya!]
"Ya sudah, kau mau makan sesuatu untukku membayarnya?" Karma tampak berjalan dan Rena hampir terbujuk rayuan Karma, "hmmm makanan manis? Seperti cake, atau parfait?"
'Sial, ia pasti sudah melihat makanan kesukaanku...' Rena berbalik dan menuliskan sesuatu di kertas notesnya.
[Dengan extra gula dan ceri di atasnya.]
"Deal~"
..
Ia memilih cafe yang ada di lokasi yang jauh dari sekolah karena rasa parfait yang memang cukup terkenal dan ukurannya yang jumbo. Karma sendiri hanya memesan milkshake strawberry dan juga kue kering dengan potongan strawberry di atasnya.
'Ia suka strawberry ya,' Rena menatap makanan Karma dan pemuda itu tampak menyadari tatapan Rena sebelum mengangkat bahunya acuh.
"Aku memang suka strawberry, apakah itu masalah?" Rena mengangkat bahu juga tampak tidak begitu masalah. Ia segera menoleh pada parfait yang ada di depannya dengan mata berbinar. Ia suka dengan manis dan juga gula. Dan ia tidak perlu habis pikir untuk segera menyantap makanan itu.
Menepuk tangannya untuk mengisyaratkan mulai makan dan memberi salam, ia segera menyendok parfait itu dengan ukuran yang besar.
'Tidak seenak buatan Tsukasa-nii, tetapi ini memang enak daripada toko lainnya,' ia sibuk memakan makanannya saat Karma hanya memperhatikannya sambil meminum milkshakenya.
"Jadi, kau tidak mencatat kelemahan Korosensei. Tetapi kau cukup dekat dengannya. Kau pasti tahu beberapa kelemahannya bukan," Rena tampak menatap Karma yang bertanya padanya dan menggeleng pelan, "tidak mau mengatakannya atau tidak tahu?"
Rena menunjuk satu.
"Perlu kusogok apa selain parfait yang hampir menghabiskan jatah uang sakuku selama 1 minggu," Karma menatap Rena yang tampak memikirkannya sebelum menepuk tangannya dan menulis sesuatu.
[Tidak ada. Akan kupikirkan nanti. Kenapa tidak menanyakannya pada Nagisa?]
"Nagisa?"
[Ia menulis kelemahan Korosensei di notes kecil. Kau temannya dan kau tidak tahu?]
"Aku baru saja kembali, bahkan tentang guru gurita itu saja baru kuketahui sehari sebelum masuk kelas 3E," Karma mengangkat bahunya dan memakan cookies yang ada di drpannya lagi, "kalau begitu kutanyakan pada Nagisa saja."
Rena hanya mengangguk.
.
.
[Kenapa kau mengikutiku?]
Rena menggerutu pelan saat menatap Karma yang berjalan di sampingnya setelah mereka keluar dari cafe dan berjalan kearah stasiun.
"Tidak~ aku memang akan pergi ke stasiun. Bukankah kau yang mengajakku pergi ke tempat yang cukup jauh dari sekolah?" Karma berhenti di salah satu toko kecil dan membeli dua buah minuman di botol kaca dan memberikan salah satunya pada Rena.
Meskipun kesal, Rena menerimanya dan mengangguk untuk menunjukkan rasa terima kasihnya.
Saat ia menoleh kearah stasiun sambil meminum minuman di tangannya, ia melihat Nagisa bersama dengan dua orang yang sepertinya adalah anggota dari kelas 3-D.
"--bahkan Akabane yang baru saja selesai skorsing berada di kelas itu."
"Uwaaa aku lebih baik mati daripada berada di kelas itu," mereka berdua tertawa mengejek, membuat gadis itu tampak menggerutu kesal dengan empat persimpangan di atas kepalanya. Saat ia melihat kearah sampingnya dimana Karma seharusnya berada, ia tidak menemukannya.
'Dimana di--'
"Jadi kau memilih mati daripada berada disana?" Karma memecahkan minuman kaca yang dibeli olehnya di dekat kepala anak itu, membuat Rena tersedak minumannya sendiri, "kalau begitu bagaimana kalau kau mati sekarang saja?"
Dan mereka berdua berlari kabur saat melihat Karma yang menghampiri Nagisa.
"Aku sudah punya mainan yang lebih bagus daripada mereka. Untuk apa aku membunuh mereka," Karma tertawa, Rena mengembalikan minumannya sambil membayar minuman yang dipecahkan Karma, "ngomong-ngomong kudengar dari Rena-chan, kau mencatat kelemahan dan juga cukup dekat dengan Korosensei Nagisa-kun?"
"Begitulah..."
"Apakah ia akan marah kalau aku menyamakannya dengan gurita?"
"Kurasa malah sebaliknya--"
Saat Karma dan Nagisa berbicara, Rena hanya menatap handphonenya yang terisi penuh dengan pesan dari kakaknya. Sepertinya walaupun ia sudah memberikan kabar, kakaknya tetap saja khawatir.
'Setiap 10 menit sekali... kurasa menjadi Karasuma-sensei benar-benar berat dengan adanya kakak,' Rena sweatdrop dan melihat pesan terakhir yang dikirim 5 menit yang lalu.
[Aku ada beberapa misi yang harus dikerjakan, jadi aku tidak akan pulang beberapa hari ini. Jangan terlalu percaya pada lelaki-lelaki itu. Dan kabari jika ada sesuatu. Aku sudah meminta Karasuma untuk menjagamu.]
Rena hanya menghela napas melihat isi pesan itu. Karena sudah ketahuan, ia memang cukup lega karena kakaknya tidak lagi menyembunyikan apapun. Namun, ia tetap khawatir saat kakaknya mengatakan akan melakukan misi yang cukup lama.
"Kau akan tertinggal kereta jika tidak cepat-cepat Rena-chan," suara Karma dari belakangnya tampak membuatnya tersentak dengan wajah yang merah padam. Ia mendorong wajah Karma dengan segera, "apa karena kakakmu yang siscon itu sampai didekati seperti itu saja wajahmu sudah memerah."
...
"Heeee~ atau ternyata kau suka padaku?"
[Bermimpilah!]
.
.
[Kau tidak pernah menyerah ya.]
Hanya butuh waktu 2 hari untuk Karma kalah dari Korosensei yang segera beradaptasi dengan semua jebakan yang dibuat oleh Karma. Mulai dari takoyaki yang disumpalkan pada Karma, sup yang berakhir dengan Karma memakai celemek bunga-bunga, kemudian saat Karma ditata ulang rambutnya sedemikian rupa.
"Tentu saja tidak mungkin."
[Korosensei akan melakukan apapun untuk bisa bertahan. Dan ia juga tidak akan membiarkanmu untuk melakukan hal yang gegabah seperti Nagisa.]
...
"Melakukan hal yang gegabah ya," Karma menghentikan menggigit kukunya sambil tersenyum aneh. Rena mengerutkan dahinya, merasa ada yang aneh dengan Karma. Dan sebelum ia bisa bertanya lagi, Karma sudah beranjak dan keluar dari kelas. Rena juga melihat Nagisa beranjak dari posisinya dengan tatapan khawatir.
...
Entah kenapa ia juga merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
.
.
"Kau tidak akan bisa mengalahkannya sendiri..."
Rena menatap kearah salah satu jurang yang ada diantara kelas 3E dan Karma berada di batang pohon yang ada diujung jurang. Ia ingin mendekat, namun kakinya tampak menolak.
"Pegang tanganku Rena!"
Ia tidak pernah suka berada di tempat yang tinggi. Seolah sebuah ingatan membuatnya takut untuk menginjakkan kaki di tepi tempat tinggi. Ia hanya bisa melihat bagaimana Korosensei datang dan menasihati Karma yang masih terlihat aneh.
"Korosensei, kau adalah guru yang hebat bukan?"
"Tentu saja."
"Kau akan melakukan apapun untuk menyelamatkan kami bukan?"
"Itulah tugasku sebagai guru kalian," degupan jantung itu semakin kuat, Rena tampak mencoba menghentikan tubuhnya yang gemetar dan berjalan dengan langkah sedikit dipaksakan.
Ia bisa ingat bagaimana tubuhnya mengikuti gravitasi, dan yang ia lihat hanyalah lamgit hitam malam penuh dengan bintang. Seseorang berteriak, namun ia tidak ingat siapa yang berteriak saat itu.
"Kalau begitu," Karma mengacungkan pistol BB di tangannya dan berdiri sebelum melompat ke belakang, jatuh bebas begitu saja, "aku akan bisa membunuhmu sekarang."
Ia tidak merasakan sakit, namun ia merasa seseorang yang memeluknya dengan erat. Dan saat ia membuka mata, hanya cairan pekat dan kental yang hangat yang ia rasakan, bersama dengan pelukan yang terasa dingin dan juga aneh.
...
"Aniki?"
.
.
Karma masih terjun bebas dan mengacungkan senjatanya ke depannya.
'Kalau kau melompat untuk menyelamatkanku, aku akan menembakmu. Tetapi, kalau kau sampai membiarkanku jatuh, eksistensimu sebagai guru juga akan menghilang. Kematian mana yang akan kau pilih?'
"Karma!" Suara itu membuatnya tersentak saat bukan Korosensei yang melompat namun Rena yang tampak mengulurkan tangannya dan melompat, berada di depannya sebelum mendekapnya dengan erat.
"Oi, apa yang kau lakukan?!"
Namun Rena tidak menjawab apapun. Karma melihat kearah depan dan menemukan Korosensei yang bergerak cepat dan membuat sebuah jaring dari tentakelnya tepat di bawah mereka. Dan membuat Karma terbaring diatas jaring tentakel yang lengket itu.
"Rencana pembunuhan yang bagus Karma-kun, kalau aku membawamu dengan kecepatan 20 Marc, maka tubuhmu tidak akan bisa bertahan. Sementara jika aku memperlambatnya, kau akan bisa menembakku. Makanya, aku membuat jaring dari tentakelku dan melekatkannya agar kau tidak bisa bergerak," benar saja, selain ia selamat karena jaring itu dan tangannya yang lengket tidak bisa bergerak, Rena yang masih mendekapnya tidak bergerak sama sekali.
"Meskipun kurasa aku bisa memperlambat jalurku dan menangkapmu karena kau tidak bisa bergerak dengan bebas karena Rena-san," warna kulit Korosensei menjadi garis-garis hijau, menunjukan jika ia tampak cukup tertarik dengan apa yang terlihat disana.
"Ia tidak akan bisa bergerak kalau kau tidak melepaskan kami Korosensei!" Karma tampak cukup kesal dengan posisinya dan Rena tampak tidak bergerak ataupun berbicara. Tentu ia tidak akan berbicara, meskipun Karma yakin...
...ia mendengar Rena meneriakkan namanya tadi.
.
.
"Ka-kau dan Rena benar-benar nekad. Bagaimana kalau tadi Korosensei tidak menangkap kalian," Nagisa melihat jurang di depannya dengan wajah memucat. Karma tampak tidak begitu mempermasalahkannya, sementara Rena hanya terduduk di tanah saat Korosensei mengangkat mereka berdua.
"Yah, kurasa ini karena aku sedikit frustasi setelah semua rencanaku tidak berhasil. Aku bahkan tidak memikirkan bagaimana jika Korosensei tidak menyelamatkanku," Karma menoleh pada Rena yang hanya menunduk saja.
"Tentu saja aku akan menghentikan semua rencanamu untuk mencoba membunuhku Karma-kun," Korosensei menepuk kepala Karma dan juga Rena yang tampak menggerakkan kepalanya menatap Korosensei, "tetapi bukan berarti aku memiliki pilihan untuk membiarkanmu ataupun yang lain dalam bahaya. Apapun yang terjadi. Karena aku adalah wali kelas kalian."
...
"Lagipula, semua rencanamu sangat mudah untuk dihadapi," dan empat persimpangan tampak terlihat di wajah Karma yang kesal karena diremehkan oleh Korosensei.
"Aku akan membunuhmu. Jika tidak hari ini, besok... dan sampai kapanpun aku tidak akan menyerah," Karma menaruh jempolnya di leher dan menggoreskannya secara horizontal. Senyumannya tampak berbeda dari sebelumnya membuat Korosensei terlihat lebih senang.
"Aku akan menunggunya."
"Baiklah Nagisa-kun, Rena, aku akan mentraktir kalian untuk menebus kesalahan karena membuat kalian khawatir. Terutama kau Rena-chan," Karma melempar-lempar sebuah dompet kecil berwarna hitam di tangannya.
"Tu-TUNGGU ITU DOMPET YANG BERISI GAJIKU BULAN INI KAN?!"
"Sudah kubilang kau terlalu mudah untuk ditebak Korosensei, dan kau sangat ceroboh meletakkan barang-barang," Karma berjalan begitu saja diikuti dengan Nagisa. Ia menuju kearah Rena sejenak sebelum mengulurkan tangannya.
"Ayo," gadis itu tampak melihat tangan Karma sebelum mengepalkan tangannya yang gemetar untuk membuatnya berhenti gemetar, menghela napas dan menerima uluran tangannya itu.
Sepenuhnya meninggalkan dan mengabaikan Korosensei yang sudah akan menangis karena gajinya yang diambil oleh mereka.
.
.
Ruangan serba putih itu tampak dipenuhi oleh bau disinfektan yang menusuk hidung. Tidak ada siapapun, dan ruangan itu tampak seperti ruangan pribadi dengan jendela menghadap pada bagian luar yang terlihat sebagai taman.
"Selamat sore, aku akan melakukan pengecekan. Bagaimana keadaanmu hari ini," seorang berpakaian jas putih panjang tampak menghampiri seseorang yang tertidur disana dan tampak membuka mata perlahan dan bangun dari posisinya.
"...Tsukasa-san?"
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro