Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[4] New Teachers & Stupid Brother

Rena menatap tajam kearah Tsukasa yang juga tersenyum namun mengeluarkan aura gelap disekelilingnya. Perkenalan terhenti karena pertemuan tak terduga kedua kakak beradik yang sepertinya sama-sama tidak mengetahui posisi masing-masing. Dalam hal ini Tsukasa tidak tahu bahwa Rena adalah anggota dari kelas 3E dan Rena bahkan hanya mengetahui pekerjaan kakaknya sebagai salah satu host di klub dekat rumah mereka.

"Aku akan meminta paman untuk memindahkanmu ke kelas D."

[Dan ia akan menyuruhku untuk mengambil ujian lisan lagi! Aku tidak akan bisa naik ke kelas D dengan kemampuanku yang sekarang kak!]

"Tetapi tidak sampai harus berada di kelas E! Aku tidak akan setuju jika paman Asano sampai memindahkanmu ke kelas E!"

[Kenapa? Kau sama seperti mereka yang memandang rendah kami di kelas E?]

"Kau tahu aku tidak akan melakukan itu nona muda. Jadi, jaga apa yang kau pikir dan kau tuliskan," Tsukasa tampak menatap tajam kearah adiknya itu dan membuat Rena tersentak dan menggerutu pelan, "kau tahu jika kelas E itu berbahaya untuk sekarang. Ada gurita aneh yang bisa saja melukaimu kapanpun."

"NYHUHA! AKU TIDAK AKAN MELAKUKAN ITU TSUKASA-SAN!"

"Dengarkanlah aku, aku hanya tidak ingin kau berada dalam bahaya," Tsukasa tampak menghela napas dan memegang kedua bahu Rena yang menolak melihat kearahnya.

[Seperti saat kau merahasiakan pekerjaanmu sebagai bagian dari department pertahanan?]

...

"Pekerjaan itu berbahaya. Kumohon, kau harus keluar dari kelas ini bagaimanapun caranya," Tsukasa tampak menatap langsung kearah Rena yang menggigit bibir bawahnya. Ia tahu maksud berbahaya bagaimana jika melihat bahwa ayahnya juga berada dalam posisi yang sama dengan Tsukasa sebelum tewas.

"Tenang saja Tsukasa-san," sebelum Tsukasa atau Rena bisa mengatakan sesuatu, gurita kuning itu tampak menepuk bahu Tsukasa dengan salah satu tentakelnya, "kau ingin ia masuk kelas D? Kalau begitu biarkan ia berada disini selama 1 semester atau kurang. Aku akan memastikan ia bisa kembali ke gedung utama. Bahkan memasuki kelas 3A."

"Huh?"

"Aku akan mengajarkannya sebaik yang aku bisa lakukan. Lagipula aku adalah wali kelas 3E mulai sekarang. Jadi, aku akan melakukan yang terbaik untuk Rena-san dan juga yang lainnya," gurita itu juga menepuk kepala Rena dengan tentakelnya yang lain. Rena memegang kepalanya yang di tepuk. Rasanya sama seperti saat Aguri menepuk kepalanya dulu.

...

"Baiklah, aku juga akan membantumu mengajar disini agar bisa menolong Rena jika sesuatu yang buruk terjadi," mata Rena membulat saat mendengar perkataan kakaknya. Ia tahu bagaimana kakaknya, dan ia akan mengerti begitu saja jika kakaknya mengajar; maka itu adalah neraka untuk para murid laki-laki.

Her Mask
Genre : Friendship/Romance
Rating : T
Pairing : Karma x Fem!OC, Past!Male!OC x Irina

"Berdiri!"

Semua orang bersiap dengan senjata di tangannya dan mengarahkannya pada gurita kuning itu.

"Beri hormat!"

Dan ratusan peluru BB anti sensei yang diberikan oleh pihak pemerintah menuju kearah gurita kuning yang sedang berada di depan mereka itu.

"Baiklah, selagi kalian menembakiku aku akan mengabsen kalian satu persatu," gurita itu tampak menghindar sambil membuka salah satu buku absen disana, "Isogai Yuuma-kun."

"Hadir!"

"Okajima-kun."

"Ada!"

Sudah tiga hari sejak gurita itu memperkenalkan dirinya sebagai wali kelas yang baru, dan sapaan pagi selalu diawali dengan percobaan pembunuhan gurita itu. Dan tentu saja--

"Takamasa Rena-san?"

Dan sebuah peluru BB anti sensei dihadang dengan dua buah kapur putih disana.

"Tembakan yang bagus Rena-san, dan sensei sangat senang karena tidak ada yang absen hari ini! Tetapi tembakan kalian meleset semua termasuk Tsukasa-san yang mencoba ikut menembakiku ditengah pekerjaanku mengabsen kalian," semuanya menoleh kearah jendela yang terbuka sedikit dan menunjukkan moncong senjata yang mengarah kearah gurita itu.

...

"Ahaha, kukira aku bisa membantu untuk membunuhmu lebih cepat. Makanya aku menembak di titik butamu."

"Kalau aku manusia biasa, tentu peluru yang kau tembakkan benar-benar akan mengenaiku. Tetapi kurasa bisa dibilang aku tidak punya titik buta," gurita itu tampak tersenyum penuh kemenangan dan Tsukasa hanya menjulurkan lidahnya sambil memainkan pistolnya.

"Kakakmu benar-benar menarik ya," Yada tampak tertawa melihat tingkah dari Tsukasa dan menatap Rena yang berada di belakangnya dan menghela napas. Dan pada akhirnya, pelajaran kembali dimulai saat Tsukasa memutuskan untuk pergi dan meninggalkan ruang kelas.

.
.

[Kenapa kau memberikan PR lebih banyak padaku?!]

Rena menatap kesal wali kelasnya itu sambil menunjukkan tulisan di handphonenya. Pelajaran bahasa Inggris selesai dan Rena menemukan tugasnya lebih banyak daripada murid lainnya. Padahal bahasa inggris adalah subjek yang paling tidak ia kuasai meskipun kakaknya expert dalam bidang itu.

"Kau punya waktu 1 semester untuk bisa membuktikan kalau nilai akademimu bisa untuk masuk ke kelas 3A. Dan bahasa Inggris adalah pelajaran yang paling tidak kau kuasai selain Home Economy," gurita itu tampak tertawa mengejek membuat Rena tampak kesal dan mengayunkan pisau anti senseinya yang tentu dihindari olehnya, "tenang saja, kau akan bisa mengerjakannya karena Rena-san adalah murid yang baik dan memperhatikan dengan baik."

Tepukan lagi dari gurita itu membuat Rena diam dan hanya menatap kearah PR yang diberikan sebelum menyadari sesuatu.

[Kau melakukan itu untuk mengalihkan pertanyaanku bukan?! Sensei, itu tetap tidak adil!]

"Nurufufu~ karena kau yang paling sedikit bisa menjawab pertanyaanku tadi selain dari kelompok Terasaka-kun, Rena-san~"

Rena hanya menatap kesal gurita itu sambil mengembungkan pipinya. Sementara ia mencoba menebas gurita itu, Tsukasa hanya menatapnya dari jauh sambil tersenyum dan menghela napas.

"Sifatmu dan adikmu benar-benar mirip," pemuda itu menoleh dan menemukan Karasuma yang berjalan di lorong tempat ia berdiri dan mengamati, "walaupun sedikit berbeda dari saat dulu aku bertemu dengannya."

"Kematian kedua orang tua kami mengubah semuanya Karasuma," Tsukasa menghela napas dan tersenyum sambil berbalik menatap pemuda didepannya, "bukan hanya dari dia yang tidak bisa berbicara, namun juga bagaimana ia menjaga jarak dari siapapun dengan senyumannya."

...

"Termasuk dariku."

Karasuma hanya menghela napas dan berjalan kembali meninggalkan Tsukasa yang juga akan menghampirinya.

"Oi Nagisa," langkah Tsukasa berhenti saat mendengar suara Terasaka yang mengajak Nagisa, "kita akan merencanakan pembunuhan gurita itu. Ayo ikut kami!"

Nagisa hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Terasaka. Tsukasa yang melihat itu hanya diam sambil menatap mereka dengan tatapan datar dan memutuskan untuk berjalan mempersiapkan pelajaran selanjutnya. Toh, ia dan Karasuma harus tetap menjaga gurita itu meski terikat dengan perjanjian.

...

'Kau murid yang jenius bukan? Kalau hanya seperti ini, kau akan mudah melakukannya.'

Sesuatu yang kembali terngiang di pikirannya membuat Tsukasa berhenti berjalan dan memikirkannya. Ia menghela napas dan menyisir rambutnya ke belakang sambil tersenyum.

"Kenangan yang buruk..."

Ia menghela napas dan berbalik keluar dari tempatnya.

.
.

"Tuliskan puisi yang menggunakan kalimat 'tentakel' sebagai temanya."

Pelajaran selanjutnya adalah sastra Jepang. Pelajaran yang tidak disukai oleh Rena maupun Tsukasa. Mereka berdua ada di kelas itu, namun perbedaannya adalah Tsukasa yang tidak perlu mengerjakan tugas aneh dari gurita itu dan Rena yang harus berpikir keras untuk menyelesaikan tugas itu.

Sementara Rena dan yang lain tampak mengerjakan pekerjaan mereka setelah Kayano Kaede--murid baru yang masuk beberapa hari setelah kematian Aguri--menanyakan nama gurita itu, Tsukasa masih melihat rombongan Terasaka dan juga Nagisa.

'Aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Tetapi kantung itu mencurigakan.'

Nagisa berdiri, dan dan membawakan kertasnya. Semua orang hanya melihat pisau dibalik kertasnya dan bagaimana Nagisa mencari celah untuk menyerang gurita itu.

'Rencana pembunuhan, tidak mungkin ia hanya mengincar serangan yang sangat terlihat terutama jika ia akan mengincar monster seperti gurita itu. Yang bisa kupikirkan hanya,' menyadari sesuatu sesaat setelah serangan pertama Nagisa gagal dan segera berlari ketika Nagisa mendekap Korosensei. Granat kecil keluar dari kantung itu, dan Tsukasa segera mendorong Nagisa setelah mengambil paksa granat itu bersamaan dengan Terasaka yang menekan tombolnya.

Suara ledakan terjadi saat ratusan BB Anti Sensei meledak dan mengenai baik Nagisa ataupun Tsukasa dan monster gurita itu.

"Kita berhasil membunuh monster itu!"

"Tunggu Terasaka, apa yang kau berikan pada Nagisa?!"

"Tsukasa-san!"

Suara teriakan itu tampaknya terdengar cukup samar. Suara ledakan yang cukup dekat membuat telinganya berdengung. Namun tidak ada yang sakit di tubuhnya karena ledakan itu. Seolah ada sesuatu yang melindunginya dan juga Nagisa.

'Tetapi kepalaku sakit karena suara keras itu,' Tsukasa sempat menutup kedua telinga Nagisa, namun itu membuatnya tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Nagisa beranjak dari posisinya dan aku mencoba untuk bergerak.

"Rena-chan!"

Tsukasa memegangi kepalanya dengan sebelah tangan dan melihat Rena yang menghampiri dan menatapnya dengan tatapan cemas dan takut.

"Aku tidak apa..."

Tsukasa mengerti jika adiknya itu sama sepertinya. Ia khawatir akan keselamatannya seperti Tsukasa yang selalu khawatir dengan keadaan Rena. Meskipun ia menunjukkannya dengan cara yang berbeda dari yang Tsukasa lakukan.

"Tsukasa-san kau tidak apa?"

"Ya, bagaimana denganmu Nagisa-kun?" Tsukasa tersenyum dan menepuk kepala Nagisa.

"Bagaimana mungkin mereka tidak terluka, dan selaput apa ini?" Terasaka melihat selaput yang ada disekeliling Tsukasa dan juga Rena. Sebuah tentakel hitam menyeruak keluar dari selaput itu dan dari atas tampak monster gurita itu yang menempel di dinding-dinding dan terlihat berwarna hitam sekarang.

'Dia marah...' Tsukasa yakin bukan hanya dia yang memikirkan hal itu namun semua orang menyadari kalau gurita itu tampak marah. Tsukasa hanya menghela napas dan berdiri dibantu oleh Rena. Gurita itu bergerak cepat dan kembali dengan membawa papan nama rumah dari semua murid disana, "ingat perjanjianmu..."

"Aku mengerti, aku tidak akan melukai mereka sedikitpun," gurita itu tampak menunjukkan wajah senangnya saat menatap kearah Tsukasa sebelum menatap marah kearah Terasaka. Tsukasa tidak begitu bisa mendengar apa yang dikatakan karena rasa pusing di kepalanya. Dan ia memutuskan untuk pergi meskipun keadaan masih tegang karena gurita itu.

.
.

"Tsukasa-san."

Tsukasa berada di ruang guru untuk beristirahat dan mengistirahatkan telinganya saat suara Nagisa terdengar. Ia yang menutupi matanya dengan kompres es membuka kompresnya dan menatap Nagisa yang membungkuk dan menghampirinya.

"Anda tidak apa-apa?"

"Ya, sudah kubilang aku tidak apa. Lagipula ledakan itu ditahan oleh gurita itu bukan?" Tsukasa mengangguk dan menatap Nagisa.

"Korosensei..."

"Hm?"

"Kami menamainya dengan Korosensei dari kata Korosenai dan juga sensei," Nagisa menjelaskannya.

"Oh kukira kalian menamainya itu karena kepalanya bulat dan selalu menggelinding kemana-mana," Tsukasa tampak mengangguk-angguk.

"Bisa juga sih," Nagisa hanya tertawa mendengar itu. Namun ia menatap Tsukasa yang menghela napas dan meletakkan kompres es di kepalanya, "kau benar-benar tidak apa Tsukasa-san?"

"Maksudmu ini? Ya, aku hanya sedikit pusing karena suara ledakan itu terlalu dekat. Sudahlah, kau harus bersiap dengan pelajaran selanjutnya bukan?" Tsukasa mengusir Nagisa yang tampak ragu namun memutuskan untuk mengangguk dan membungkuk sekali lagi sebelum berbalik dan pergi dari ruang guru itu.

Tsukasa menutup matanya, tampak melepaskan kompres es itu sebelum mengusap leher belakangnya menampakkan sebuah luka jahitan yang cukup banyak di belakang lehernya.

"Untung saja tidak berakhir buruk..."

...dan ia menghela napas kembali.

To be Continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro