[1] Mute Girl
Suara sirine mobil polisi terdengar sejauh telinganya bisa menangkap getaran suara. Beberapa orang tampak berkumpul dan berdiri dibalik garis kuning polisi. Beberapa dari mereka yang mengenakan pakaian polisi ataupun pakaian bebas tampak berlalu lalang masuk dan keluar dari bangunan di depannya.
"Are you alright Little Girl?"
Ia saat itu berusia 8 tahun. Seorang polisi wanita tampak menyelimutinya dengan selimut dan tampak mendudukkannya di belakang salah satu mobil ambulance yang ada disana. Bahasa yang asing yang membuatnya hanya diam dan mencengkram erat selimut kecil di punggungnya. Matanya selalu mengedar saat kantung kuning yang tertutup itu dibawa keluar beberapa kali.
"I think she's a Japanese. What should we do?"
"Call Tsukasa, he's a Japanese too."
Suara-suara itu terdengar dengan bahasa yang tidak ia mengerti. Ia hanya menenggelamkan diri dalam ingatan samar yang baru ia rasakan. Suara tembakan, teriakan, dan juga suara-suara ayah dan ibunya yang menyuruhnya bersembunyi. Ia mengerti jika salah satu suara teriakan yang ia dengar adalah suara ibunya.
Dan itu artinya, semuanya berakhir bagi ibunya.
"Huh? Rena?" Dari beberapa suara yang tidak ia kenal, salah satu suara terdengar sangat familiar. Dan saat ia menoleh, seorang pemuda berambut hitam segera berlari menghampirinya dan memegang kedua bahunya, "Rena, kau dan ayah ibu... kalian ada disini?"
Ia membuka mulut, mencoba untuk berbicara. Namun, tidak ada suara yang keluar. Ia masih ingat bagaimana ibunya mencoba untuk selalu mengingatkannya untuk tidak berbicara sedikitpun. Bagaimana para pelaku terlihat menembaki orang-orang yang panik dan berteriak.
Bagaimana keheningan itu terdengar saat ia memutuskan untuk tidak berbicara. Bagaimana ia merasa sangat aman ketika ia tidak berbicara.
"...Rena?"
Ia harus menjawab perkataan pemuda itu. Kakaknya. Tapi tidak ada suara yang bisa ia keluarkan.
"Tsukasa, kau harus melihat ini..."
Pemuda itu tampak menoleh saat seorang pria berambut hitam menghampirinya. Ia menghampiri dan melihat kertas yang sepertinya berisi list para tamu yang ada disana. List para korban pembantaian malam itu. Dimana hanya ia yang selamat. Hanya gadis kecil itu.
Dan terakhir kali yang ia ingat adalah raut wajah kakaknya yang selalu riang dan tersenyum sekarang tampak menyerengit dan menatapnya dengan tatapan sedih.
'Kenapa kau menatapku seperti itu, Onii-chan...?'
Her Mask
Genre : Friendship/Romance
Rating : T
Pairing : Karma x Fem!OC, Past!Male!OC x Irina
"Hanya ujian lisan ini yang bisa membantumu tetap berada di kelas D Rena. Meskipun nilai matematika dan juga senimu sempurna, namun kalau kau tidak bisa melakukan ini, kau akan nyaris tidak lulus dan masuk ke kelas 3E."
Ruangan itu tampak seperti ruangan kelas biasa. Hanya ada gadis berambut cokelat gelap itu dan juga seorang guru. Ia hanya menghela napas, menuliskan sesuatu di atas kertas sebelum menunjukkannya pada sang guru.
[ Kalau begitu lebih baik kau masukkan aku ke kelas 3E sensei. ]
Ia hanya menatap guru itu dengan senyumannya yang biasa diberikan. Sang guru hanya menatapnya aneh sebelum menghela napas. Dibalik meja itu, Rena menggenggam erat tangannya yang gemetar dan mengatur napasnya.
"Baiklah. Mulai tahun ketigamu, kau akan berada di kelas 3E."
.
.
Kelas 3E adalah kelas yang dianggap semua orang (termasuk sang kepala yayasan Asano Gakuhou) tempat bagi para murid dengan masa depan yang suram. Bisa terlihat pada tahun ajaran baru, ketika semua murid tampak senang dengan kelas mereka, hanya deretan 25 orang di bagian pinggir kananlah yang menunduk dan tidak berbicara dengan yang lainnya.
"Tahun ajaran baru bukan berarti kalian bisa bermalas-malasan. Kalian bisa menjadi gagal dan dikirim ke kelas 3E seperti mereka. Tentu saja kalian tidak mau seperti itu bukan?"
Menjadi olok-olokan guru serta murid adalah hal yang biasa terjadi. Mereka menertawakan ke-25 murid yang ada disana yang tampak tidak melawan dan hanya diam tertunduk.
Karena dalam pikiran mereka, ucapan semua orang benar adanya.
Pemuda berambut hitam pendek dengan handband di tangan kanannya yang berada di barisan paling belakang. Itu yang ia yakini sebelum seseorang tampak menepuk pundaknya. Gadis berambut cokelat gelap tampak tersenyum padanya. Ia menggunakan kedua tangannya yang seolah menarik kedua sudut bibirnya.
Dan ia tersenyum lebih lebar.
Pemuda itu hanya tersenyum canggung.
Gadis itu tampak memberikan secarik kertas dan pemuda itu membuka untuk menemukan sebuah gambar dimana seseorang berdiri di depan barisan orang banyak. Dan mereka berkepala anjing semua selain yang berada di tepi kanan. Tanpa kata-katapun pemuda itu tahu gambar itu menunjukkan keadaan disini.
[Biarkan para anjing menggonggong. Lagipula bukan mereka yang menentukan kita gagal atau tidak ^^]
Tulisan itu yang tertera disana. Dan saat pemuda itu menoleh lagi, gadis itu menunjuk kearah depan mereka seolah memberi tanda jika kertas itu mungkin bisa diedarkan kembali kesana.
Pemuda itu tampak mengangguk dan memberikan pada barisan di depannya yang tampak membaca dan menahan tawa seperti pemuda itu. Terus hingga barisan paling depan dimana pemuda berambut hitam dengan Ohagi itu membacanya dan tertawa pelan.
Dan suasana suram itu mendadak kembali pecah dengan mereka para murid kelas 3E yang menahan tawa mereka.
.
.
"Hei," semua murid berjalan ke kelas masing-masing. Termasuk 25 orang yang akan memasuki kelas 3E. Bedanya, kelas mereka berada di puncak bukit yang ada di dekat sana yang membuat mereka harus berjalan kaki cukup jauh. Cukup untuk membuat mereka berbincang di tengah perjalanan.
"Kau yang membuat gambar tadi bukan?" Pemuda ber-handband tadi tampak menghampiri gadis berambut cokelat gelap itu, "namaku adalah Sugino. Siapa namamu?"
Alih-alih menjawab gadis itu tampak membuka handphonenya dan mengetikkan sesuatu sebelum menunjukkan pada pemuda itu.
[Takamasa Rena. Salam kenal, Sugino-kun.]
Gadis itu tersenyum dan seolah tidak menyadari tatapan kaget dari pemuda bernama Sugino itu. Dari gelagat dan bagaimana gadis itu mau repot-repot mengeluarkan handphone dan mengetiknya, pemuda itu sadar satu hal.
Gadis itu, kemungkinannya adalah bisu.
[Tidak perlu canggung karena aku tidak bisa bicara. Lebih baik kau memperhatikan jalanmu.]
"Jalan?"
DHUAK
Dan ia menabrak sebuah batang pohon besar karena tidak melihat kearah depan. Semua murid disana tampak tertawa melihat itu. Dan Rena hanya bisa terkikik geli sambil berjalan kembali kearah bangunan tua yang ada didepan sana.
.
.
Rena berjalan dengan semangat tidak seperti murid lainnya yang tampak tidak bergairah. Ia membuka kelas seolah mengetahui bangunan itu sebelum masuk kelas 3E. Yang lainnya mengikuti, dan Rena memutuskan langsung duduk di salah satu dari dua bangku yang ada di barisan paling belakang.
"Kau bersemangat sekali," Rena menoleh kearah depannya untuk menemukan gadis berkuncir dua yang dikepang dan berkacamata.
"Oh, kau murid yang terlambat dan menggambar di kertas itu kan? Gambarmu bagus sekali," pemuda berambut abu-abu yang juga ada di depannya, "namaku Sugaya Sousuke. Aku juga suka membuat gambar seperti itu. Tapi aku lebih suka membuat mural atau tattoo."
"Namaku Okuda Manami... gambarmu tadi sangat lucu," gadis berkepang itu juga tampak memperkenalkan diri. Rena mengetikkan sesuatu lagi di handphonenya dan menunjukkan pada keduanya.
[Terima kasih, namaku Takamasa Rena. Salam kenal!]
Ia menoleh pada bagian depan kanannya dimana pemuda berambut hitam dengan poni menutupi matanya tampak duduk diam namun memperhatikan mereka.
"Chiba Ryunosuke..."
[Salam kenal!]
"Apakah kau bisu?" Sugaya menanyakannya begitu saja seolah itu bukan hal yang bersifat privasi. Manami dan juga Chiba sebenarnya juga ingin menanyakannya namun tidak enak.
[Kalian bisa katakan seperti itu. Tapi jangan bersikap canggung denganku ya! Kita sudah saling berkenalan bukan?]
Rena tersenyum dan tampak memiringkan kepalanya.
.
.
Sudah lewat 2 jam dari jam pelajaran dan tidak ada guru yang masuk saat itu. Semua murid tampak berbicara sendiri termasuk pemuda yang juga duduk di barisan belakang.
Rena sedang mendengarkan perbincangan Sugaya dan juga gadis di sebelah kirinya yang bernama Hara Sumire. Tapi matanya selalu mengedar keluar jendela seolah menunggu guru yang tak kunjung datang.
"Ada apa Rena-chan?"
[Kenapa gurunya tidak datang-datang?]
"Guru siapa yang mau mengajar di kelas buangan seperti ini," Sugaya mengangkat bahu dan menghela napas, "tidak ada yang mau mengajar di kelas 3E Rena-chan mereka hanya akan mengajar jika ada waktu kosong saja. Itupun kalau mereka tidak malas."
...
Rena berdiri dari bangkunya dan tampak berjalan kearah depan dan menuliskan di papan tulis tulisan yang besar.
[Ayo belajar sendiri dan mengagetkan mereka dengan nilai kita!]
Semua murid tampak menoleh kearah papan dan juga gadis itu seolah gadis itu gila.
"Untuk apa? Lagipula mereka tetap akan meremehkan kita. Tidak mungkin kita akan bisa menghadapi kelas lain tanpa ada yang mengajarkan," salah satu murid laki-laki tampak berdecih dan Rena tampak hanya diam melihatnya sebelum menghapus tulisan disana dan tampak menggunakan kursi untuk menggambar sebuah script komik kecil di papan tulis.
Berceritakan tentang bagaimana mereka semua tampak tetap belajar di kelas yang kosong meskipun tidak ada guru. Lalu membuktikan kalau mereka bisa mendapatkan nilai bagus hingga akhirnya semua orang memohon untuk mengajarkan mereka.
Melihat speed menggambar Rena saja sudah membuat mulut mereka menganga. Rena tampak menghapus sebagian gambar untuk mencari tempat menulis beberapa kalimat di papan tulis.
[Tidak mau balas dendam dan mengatakan "Kami tidak butuh guru tidak berguna seperti kalian?"]
...
Dan semua orang tampak tersenyum licik dengan aura intimidasi di wajah mereka. Penuh balas dendam.
.
.
"Aku terlambat! Karena pekerjaanku di lab aku sampai kesiangan," seorang guru perempuan berambut hitam pendek berlari sambil membawa buku absen dan juga tumpukan kertas. Ia berlari kearah kelas 3E dan masuk secepat yang ia bisa.
"Mereka pasti sudah menunggu lama," guru itu tampak membuka pintu geser kelas, "maafkan aku karena aku terlambat--"
"Harusnya kau menggunakan kata does bukan did Rena," beberapa orang tampak berada di depan papan tulis dengan Rena yang menulis disana. Gadis berambut pirang panjang dan lurus tampak melingkari salah satu kalimat yang ada disana sambil memperbaikinya.
[Rio-chan benar-benar pintar berbahasa Inggris ya!]
"Aku hanya bisa pelajaran itu. Bagaimanapun juga nilaiku yang lain membuatku berakhir disini."
[Kau pasti bisa!]
"Terima kasih Rena-chan!"
[Sama-sama! ヾ(*´∀`*)ノ]
Rena melihat kearah pintu depan dan melihat guru perempuan itu dan tersenyum lebar.
[Selamat datang sensei!]
Guru itu sedikit kaget dengan suasana riang yang tidak ia sangka akan terlihat di kelas 3E dan ia bisa menyangka kalau gadis itu adalah sumbernya. Ia hanya tersenyum.
"Duduklah di tempat masing-masing," guru itu tersenyum ramah dan berdiri di depan meja guru, "namaku adalah Yukimura Aguri. Aku akan jadi wali kelas kalian selama 1 tahun ini. Salam kenal!"
To Be Continue
Saya bikin buku ini cuma buat iseng aja. Saya tidak mengharapkam vomment, karena hanya ingin meluangkan ide. Tapi saya tidak menolak sih untuk Vomment.
Dan BTW buku ini update tidak tentu. Bisa satu hari dua tiga chapter kalau saya lagi kaya akan ide atau bahkan 1 bulan yang diupdate kalau saya lagi kismin. #...
Oke, bye~♡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro