The Fate
"PAK YUNUS?!"
"Oh, ya. Anulika, ya? Senang ketemu kamu lagi di sini."
Jika jatuh dari ketinggian gedung tidak akan membuatnya sakit, Anulika ingin sekali menjatuhkan diri beberapa kali untuk sekadar memastikan bahwa dia tidak salah melihat dan mendengar, atau bahkan mungkin tengah berhalusinasi sehingga perlu disadarkan.
Ada sesuatu yang menggerus di hatinya, seolah-olah ada yang membor di sana, memberi semacam lubang yang menganga.
Lantas layaknya video dokumenter, ingatan Anulika kembali ke memori beberapa jam lalu, tepatnya ketika Veronika mengutarakan intensinya untuk menikah.
"Berarti yang Mama pilih itu... apa persis seperti yang Mama jabarkan itu-udah bikin Mama terkesan dan ngejar sampai dapat?"
"Kamu bakal tau setelah ketemu langsung. Tapi sebelumnya... kamu nggak bakal marah sama Mama kalo cerita dari awal, 'kan?"
"Kenapa harus marah?"
"Soalnya... Mama sejujurnya udah agak lama jadian sama dia. Bukannya sengaja mau backstreet, tapi Mama hanya nggak mau koar-koar duluan sebelum beneran jadi. Mama butuh kepastian dulu... untuk memastikan kalau dia adalah orangnya."
"Dia udah tau masa lalu Mama, belum?"
"Udah, tapi Mama nggak cerita banyak tentang kamu karena udah telanjur sepakat untuk saling menerima setelah yakin dengan perasaan masing-masing."
"Saling menerima? Jadi... dia udah punya anak juga?"
"Pinter sekali. Iya. Katanya, dia juga udah punya anak dan kayaknya seumuran kamu, deh."
Duda. Nggak, nggak mungkin Pak Yunus sudah punya anak. Tapi--
Menikah... serius, ya, Mama bakal menikah sama Pak Yunus?
Suara hati Anulika belum lagi selesai ketika melihat wajah seseorang dari balik buku menu. Gerakannya menggeser turun begitu dramatis seolah-olah dia adalah tokoh teater yang sudah saatnya menunjukkan diri.
"SASKARA?!" teriak Anulika sejadi-jadinya, berhasil menarik perhatian banyak orang di rumah makan itu.
"Kamu inget juga, ya, sama Saskara?" Pak Yunus tertawa, yang diiringi dengan sepasang lesung pipi, tetapi sayangnya tak lagi menulari Anulika. Dia sibuk menyangkal dan tidak bisa menerima bahwa Pak Yunus sudah mempunyai anak.
Nggak mungkin. Ini cuma mimpi. Plis, yakinkan ini cuma mimpi....
Kenapa... kenapa Pak Yunus orangnya?
"You seem like very very love him that much." Anulika bisa mengingat bagaimana dirinya menyeringai saat mengucapkan kata-kata itu di meja makan tadi sore. Begitu santai dan tanpa beban karena belum mengetahui siapa calon yang akan dinikahi oleh mamanya.
Tunggu dulu, Anulika. Kamu harus tetap tenang. Tetap tenang. Ingat, kamu nggak boleh gegabah. Anggap aja bukan hal besar.
"Keponakan yang Bapak maksud berarti Saskara yang ini, ya?" Anulika memutuskan untuk mengalihkan topik, tetapi matanya masih terpancang pada Saskara seolah sedang menaruh minat yang besar, padahal itu hanyalah cara Anulika agar emosinya tidak terlalu kentara. Situasinya mendukung karena Saskara menghindari matanya dan ini menjadi kekuatan bagi gadis itu untuk memanfaatkan kelemahannya.
"Keponakan?" Pak Yunus membeo, seketika nge-lag.
"Bapak lupa? Yang pas habis upacara itu. Bapak ngakunya teringat sama seseorang trus bilang kalo dia adalah keponakan Bapak."
Anulika masih betah berdiri di sebelah kursi saking gencarnya menanti jawaban dari Pak Yunus. Ada sejuta pertanyaan yang ingin dia utarakan sekarang juga seperti bom yang mau meledak, tetapi berusaha ditahannya supaya acara malam ini tidak kacau.
Walau bagaimanapun, seorang Anulika Latief belum pernah mempermalukan orang tuanya di depan publik. Begitu pula sebaliknya. Gadis itu sudah terbiasa berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak.
"Lika, Pak Yunus itu udah punya anak--"
"Saskara Damian adalah anak saya." Pak Yunus memotong. Beliau langsung mendapat serangan tiga pasang mata yang mendelik meski dalam situasi yang berbeda; Veronika melebarkan mata karena kata-katanya dipotong padahal menurutnya konteksnya sama, Anulika menatap horor karena mendapat klarifikasi yang sangat tidak ingin dia dengar, serta Saskara yang menghujam kepada sang paman karena memberi pernyataan yang membuat segalanya bertambah pelik.
Bagaimana tidak? Baru saja Pak Yunus menyetujui maksudnya, lantas mengapa sekarang malah tidak sinkron lagi?
Pak Yunus sepertinya berniat untuk melanjutkan kata-katanya, tetapi terdistraksi oleh salah seorang pramusaji yang membawakan makanan. Setelah selesai menata di meja, beliau mengajak untuk makan sambil bercerita sebab waktu sudah melewati jam makan malam seharusnya.
"Kita hanya tidak menyangka saja kalau mereka saling mengenal dan saya juga ngenal anakmu," ujar Pak Yunus yang segera disetujui oleh Veronika.
"Kenapa Pak Yunus menutupi semuanya dari sekolah? Saya tahunya Bapak masih single."
"Oh, jadi Pak Yunus yang kamu elu-elukan di sekolah, toh. Yang satu-satunya masih jomlo--"
"MAMA!" Anulika memekik spontan, membuat semua orang mendelik. Saskara lebih dramatis karena tidak disangka-sangka mempunyai kebiasaan latah.
"MAMA-MAMA-MAMAKU!" Saskara melantunkan latahnya dengan sempurna, membuat fokus semua orang kini beralih meski lagi-lagi situasinya harus berbeda karena 'umpatan' cowok itu sarat akan humor yang berpotensi menaikkan mood.
Benar saja. Mereka tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tergelak. Pengunjung restoran lain bahkan ikut tertawa.
Pak Yunus yang paling susah menghentikan tawanya. Dari sini jelas menunjukkan betapa recehnya humor beliau sementara Saskara begitu malu hingga ekspresinya sekentara itu menunjukkan bahwa tak ada lagi yang diinginkannya selain hilang ditelan bumi.
Cowok itu tidak tahu saja kalau Anulika diam-diam sedang memperhitungkan apa yang dia saksikan hari ini.
"HA HA HA! M-maaf. I'm sorry, my bad. Saya cuma... Ha ha ha... nggak pernah lihat Saskara latah begini. Pfft! Baru pertama kali."
"Payus!" tegur Saskara, tetapi suaranya melemah, seolah-olah energinya tersedot lebih dari setengah. Ekspresi wajahnya lelah sementara rona merah sudah menjalar hingga ke tengkuknya.
"Alright. Alright. Sorry, my bad."
"Oke, Bapak akan ceritain semuanya." Pak Yunus mulai serius usai menyeruput air dalam gelasnya untuk melegakan tenggorokan sehabis tertawa hingga batuk-batuk. "Lebih tepatnya, Saskara adalah keponakan Bapak, tapi statusnya udah jadi anak Bapak."
"Maksudnya gimana, Pak? Anak angkat maksudnya?"
"Bingo! As usual, you are that clever girl!" puji Pak Yunus, lagi-lagi memamerkan sepasang lesung pipi.
"Kalo gitu... apa yang terjadi sama orang tua... hmm, sori kalo nyinggung yang sensitif...."
"Nggak apa-apa, Veronika. Santai aja--"
"Kalo gitu kenapa nggak jujur aja di sekolah? Hmm... maksud saya...." Anulika gencar bertanya, tetapi suaranya berubah menjadi pelan ketika melihat Pak Yunus memelototinya dengan garang. Mau tidak mau, dia jadi teringat dengan kebiasaan Pak Yunus di sekolah. Mungkin dikarenakan karakter gaulnya lebih mendominasi sehingga ekspresi galak Pak Yunus bisa berefek dua kali lebih mengerikan yang memungkinkannya bersaing dengan aura killer-nya Bu Naura.
"Ck. Santai bukan berarti bisa potong omongan Bapak juga, kali." Pak Yunus mendecak. "Oke, Bapak maklum. Mungkin karena kamu terlalu kepo. Masalahnya bukan karena Bapak sok rahasia-rahasia, melainkan karena Saskara yang nggak izinkan Bapak spill. Nama belakang Bapak aja nggak ada yang tahu. Saskara yang paksa Bapak buat ngomong ke Pak Rio untuk rahasiakan nama belakang Bapak."
"Tapi... tapi kalo gini malah kesannya kayak... kayak anu, Pak."
"Anu apa?" Pak Yunus lagi-lagi masuk ke mode galak, membuat Veronika kicep karena belum pernah melihat sisi lain dari Pak Yunus.
"Kayak MBA nggak, sih?"
"MBA?" Pak Yunus mulai berpikir, lantas berekspresi kesal saat tahu konteksnya. "Ya nggaklah! Visual Bapak boleh aja kayak badboy badboy ganteng, tapi Bapak bertingkah laku sesuai guru yang benar-benar guru yaitu memberikan teladan.
Kamu, sih!" Pak Yunus tiba-tiba memicingkan matanya ke Saskara. "Kayaknya bakal ribet kalo anak-anak pada tahu statusnya kamu. Kesannya jadi kayak menutupi aib padahal kamu anugerahnya Papa."
"Payus, a-aku...."
"Bantu rahasiakan, ya, Anulika. Karena udah kepalang rahasiain, rasanya nanggung kalo ungkapin di sekolah."
"Bapak jadi nikah, ya, sama mama saya?" Anulika lagi-lagi menatap Saskara sebagai bentuk pertahanan diri.
"Hmm... soal itu...." Pak Yunus melirik Veronika, seketika clueless karena tidak tahu harus menjawab apa.
"Kayaknya jangan bahas dulu. Kalian pasti masih syok karena udah saling ngenal, ditambah rahasia yang nggak disangka-sangka ini. Yang penting, kita udah adain pertemuan keluarga. Mama sama Pak Yunus sudah lega dengan situasi yang begini. Makasih, Lika.
Tante ucapin makasih sama kamu juga, Saskara." Veronika meneruskan pada Saskara, lengkap dengan tatapan teduhnya. "Terlepas dari rahasia itu, Tante senang dipertemukan sama kamu. Tante nggak tahu apa yang semesta rencanain untuk pertemuan ini, tapi untuk satu hal yang pasti, jika takdir membawa kita menjadi keluarga, Tante bersyukur bisa menjadi bagian dari keluargamu."
Saskara tidak pernah lagi berinteraksi dengan yang namanya ibu sejak lepas SD, sehingga ketika mendengar semua penuturan dari seorang ibu lainnya, semua kata-kata itu begitu terenyuh hingga berhasil menyentuh sesuatu dari dasar hatinya.
Maka tidak heran jika tenggorokan Saskara terasa sakit dan dia tahu itu adalah perwujudan dari rasa sakit hatinya yang terdalam. Meskipun demikian, dia selalu berhasil memenangkan dirinya dan menunjukkan segalanya baik-baik saja.
Namun, semua itu sudah terciduk dengan baik oleh Anulika karena dia sedari tadi memperhatikan cowok itu. Herannya, indra penglihatannya seolah-olah hanya difungsikan untuk mengamatinya.
Baginya aneh, tetapi entah kenapa di satu sisi dia bersyukur karena berhasil terdistraksi oleh rasa sakit hati karena mengetahui pria yang disukainya harus terlibat dengan mama kandungnya.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro