Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

s a t u

Esok harinya.

Hari Senin ini begitu cerah, tidak seperti hari Minggu yang mendung. Sepertinya matahari tengah mendukung Bia untuk bersemangat di sekolahnya. Tidak seperti matahari yang eksis memancarkan sinarnya, Bia justru terlihat mengerikan karena mata pandanya.

Semalaman ia nyaris tidak tidur karena kembali memimpikan Dion—sahabat masa kecilnya. Ia tidak tahu apa dan kenapa ia terus memimpikan sosok yang sudah lama hilang dari hidupnya, seperti yang ia katakan pada Ran, ia tidak pernah sekalipun memikirkan Dion semenjak kepindahannya ke Tangerang Selatan lima tahun yang lalu. Tetapi belakangan ini Dion seperti menghantui Bia, setiap malam Bia memimpikan masa kecilnya bersama Dion. Bahkan tadi malam ia memimpikan bagaimana Dion membacakan diary-nya menggunakan pengeras suara, mengganggu sekali!

"WOI!"

Teriakan tepat di samping telinga Bia membuat gadis itu meringis merasakan perih di gendang telinganya, dilihatnya sosok Andra yang menenteng kotak bekal.

"Nggak lo, nggak Esmeranda, gila semua kelakuannya. Ngapain sih tereak segala? Penasaran banget kalo gak bikin gue kesel pagi-pagi," gerutu Bia.

"Lagian lo cemberut mulu, kayak gue dong, bersinar," jawab Andra sambil membenarkan kerahnya—angkuh. Karena tindakannya itu, Bia menghadiahkan sebuah bogem kecil pada pundaknya. "Ih, sekarang gitu deh, kasar. Dulu ya, lo tuh kalem, cute juga."

"Sekarang juga gue kalem tuh kalo ketemu orang-orang."

"Kalem apaan, lo gak liat, nih?" Andra menggulung lengan seragamnya, menunjukkan bekas lebam pada lengannya. Luka itu ia dapat karena Bia memukulnya dengan raket tenis.

"Terus, nih!" kali ini Andra menunjuk bekas jahitan di keningnya, luka tersebut dikarenakan Bia menoyor kepala Andra terlalu keras sehingga Andra membentur ujung tembok ketika Andra dan Bia berteduh di teras rumah sakit.

"Ini juga!" bekas luka bakar di punggung tangan Andra juga ia dapatkan dari Bia, saat itu Bia hendak memukul Andra dengan wajan panas, beruntung Andra menangkisnya. Tetapi punggung tangannya lah yang menjadi korban.

"Dan lo masih bilang kalau lo ini cewek yang kalem?!"

Bia menyeringai, sekaligus sedikit malu. "Eh tapi, kalo seandainya lo nggak ngagetin gue juga lo gak akan babak belur gitu, Ndra! Itu kan cuma reaksi spontan dari gue aja pas lo ngagetin gue, lagian lo hobi banget ngagetin orang."

Yang dikatakan Bia tidak salah, benar sepenuhnya malah. Andra memang memiliki hobi mengejutkan Bia, alasannya tak lain adalah karena ekspresi konyol seorang Bia ketika terkejut. Bagi Andra, ekspresi konyol Bia adalah hiburan tersendiri.

"Tapi seriusan, Bi. Dulu lo tuh cewek kaleeemm banget," ujar Andra sambil mengiringi langkahnya bersama Bia melewati selasar kampus yang mulai ramai.

"Ya emang gue kalem kalo ketemu orang."

"Lo perlu bukti visum luka-luka di badan gue gara-gara kelakuan lo?"

"Andra, gue kan bilang kalau gue kalem pas ketemu orang. Nah, lo emangnya orang?"

Pertanyaan yang berhasil menohok Andra itu membuatnya menghentikan langkah, sementara Bia dengan cueknya kembali berjalan menyusuri selasar meninggalkan Andra yang hanya mengelus dada mendengar ucapan sahabatnya.

Dalam hati ingin rasanya Andra membalas semua perlakuan kasar Bia terhadapnya, namun jika hal itu dilakukan maka akan mencoreng harga diri Andra sebagai lelaki sejati.

Sebab lelaki sejati takkan melukai perempuan, kan?

°°°

Di ruang kelas yang sudah cukup ramai oleh para murid, seorang siswi terduduk lesu di bangku pojok di sudut ruangan sambil memeluk tasnya.

Ketika yang lain mengeluhkan perihal tugas yang tak kunjung tuntas, Bia malah stres sendiri karena mimpinya didatangi Dion. Bukan hal yang aneh bagi para murid SMA Bima Sakti kelas XII Bahasa melihat Bia duduk diam sendirian di kursi paling pojok, mereka menganggap Bia ini … aneh.

Lihat saja dirinya yang tidak mau berbaur dengan gadis lain untuk berkumpul—membentuk kelompok gosip, atau sekadar duduk bersama teman yang lain untuk berbagi cerita. Bukankah anak Bahasa terkenal akan kemampuannya berkomunikasi dengan sesama?

Meski Bia tidak pandai bersosialisasi namun dirinya aktif dalam pembelajaran, hal inilah yang membuat sebagian besar kawan-kawannya bersikap salty padanya.

Kali ini Bia cukup menarik perhatian seisi ruangan, seorang cowok bertubuh jangkung menghampirinya, mengusap pelan kepala Bia yang tertidur di meja lalu menepuk pundaknya pelan. Sontak Bia bangkit, siapa gerangan yang mau menyentuh Bia di kelas ini?

Riandra Ghaffari.

"Ngapain lagi?" ketus Bia. "Tumben nggak bikin gue jantungan."

Andra membuka kotak bekalnya, menyodorkannya ke hadapan Bia. "Sebelum lo malak gue, gue cuma mau ngasih jatah lo aja. Oh ya, mau lo apa sih, anjir?! Gue kagetin salah, gue datengin baik-baik juga salah. Gorok aja gue, Bi, gorok!!"

Mengacuhkan Andra, justru Bia malah menyantap pancake dengan selai stroberi yang ada dalam kotak bekal Andra. Dengan mata berbinar ia menikmati bekal milik Andra tersebut.

Andra hanya mampu menghela napas menghadapi Bia, ucapannya yang cukup panjang tidak mendapatkan sahutan apapun dari gadis itu. Ketika dirasa jatah Bia sudah cukup dimakan olehnya, Andra kembali menutup kotak bekalnya. Semua pasang mata para siswi tertuju pada Andra, ia baru menyadari hal itu dan sontak saja merasa risi.

Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Andra merasa tidak nyaman ketika ternyata para siswa pun ikut menatapnya. Parahnya lagi, tatapan dari siswi-siswi di kelas Bia berubah seperti tatapan kawanan serigala yang kelaparan.

Bia yang merasa janggal sahabat cowoknya tidak berbicara lagi lantas melihat kondisi sekelilingnya, kemudian tatapannya tertuju pada Andra yang merasa tidak nyaman.

"Ndra, lo cuma punya waktu 10 detik buat kabur dari kelas ini sebelum lo terjebak di antara fangirl yang pengen minta foto."

Ucapan tersebut membuat Andra merinding. Tidak mau kalimat Bia terwujud, Andra segera berlari dengan membawa kotak bekalnya ke luar kelas. Tak lupa ia berteriak pamit pada Bia.

Bia tertawa melihat sahabatnya terbirit-birit, padahal hari masih pagi. Kini tatapan aneh tertuju padanya, hal ini sudah biasa bagi Bia. Bia yakin, lima detik kemudian teman-temannya akan kembali kepada kesibukannya. Atau mungkin tidak.

"Salsabilla, cewek freak kayak lo kok bisa dapetin cogan macem Andra, sih?"

"Tau. Mau-maunya si Andra deketin lo."

Lah memang gue kenapa? Gue udah kenal si Babon dari jaman jahiliah, rutuk Bia dalam hati.

Bia berusaha tidak peduli, namun satu kalimat yang terlontar dari salah seorang temannya cukup menarik atensi Bia hingga ia tak kuasa menahan argumennya.

"Pake pelet ya lo, Bil? Cewek kayak lo kemungkinan maen dukun, sih."

Menelan pancake yang sudah habis dikunyahnya, Bia kemudian bangkit dari duduknya. Seisi kelas menatap kepadanya.

"Belum puas ngatain gue freak, sekarang malah nuduh gue main dukun? Hidup kalian segabut itu, ya?!" Setelah mengatakannya, Bia meninggalkan kelas sebelum tercipta masalah akibat amarahnya.

Meninggalkan kelas yang mendadak hening, Bia tidak punya tujuan mau pergi kemana. Ia juga terpaksa bolos karena kekesalannya tadi. Sial, kalau ibunya tahu bisa-bisa Bia dicekik sampai mati. Argh, membayangkannya saja sudah ngeri. Bia harus segera kabur dari sekolah sebelum Andra menangkapnya bolos dan mengadukan Bia pada ibunya.

Diam-diam gadis itu kabur dari sekolah dengan memanjat gerbang belakang SMA Bima Sakti. Ia berlari sebelum ada yang mengetahui tindakannya, setelah agak jauh dari lingkungan sekolah, gadis itu duduk di sebuah warung untuk membeli sebotol air mineral.

Rasa kesal Bia terhadap teman-teman sekelasnya terus memuncak ketika salah seorang temannya mengubah deskripsi grup kelas di WhatsApp. Pada deskripsi itu tertulis: Dalam kelas ini tidak mengakui keberadaan makhluk freak yang kabur ketika marah.

Kurang ajar. Semakin didiamkan malah semakin menjadi. Sejujurnya Bia sudah merasa tidak betah berada di kelas ini sejak awal masuk, tapi apalah daya orang tuanya tidak mengijinkan Bia pindah sekolah. Lagipula, bersekolah di sana adalah kemauan Bia.

Menutup aplikasi WhatsApp, Bia meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas. Biasanya kalau sedang kesal begini ia akan mengajak Andra untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan atau mengajak cowok itu ke pusat kebugaran. Tapi saat ini, justru Andra tidak boleh mengetahui keberadaannya.

Bia memutuskan untuk menyusuri jalan, ia tak tahu harus kemana. Tidak mungkin juga ia pulang ke rumah, bisa-bisa besok pagi namanya hilang dari kartu keluarga.

"Perasaan dulu gue nggak pernah dijauhin sama temen begini," monolognya.

Sedih, sudah pasti Bia rasakan. Namun, berkali-kali ia menguatkan dirinya dengan memberi sugesti bahwa teman bukanlah persoalan penting dalam hidup, kecuali orang tersebut membawa relasionalitas dalam hidupnya.

"Bia?"

🌻🌻🌻

Temen-temen si Bia ini orangnya pada salty, tau, kan?
Yap, gampang kesinggung sama hal kecil. Mereka merasa tersinggung karena liat Bia yg ansos tapi aktif di KBM. Jadi keliatan caper ke guru gitu si Bia-nya.

Terimakasih sudah baca, yaa❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro