Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

e m p a t

Dion terus mendatangi Bia kemanapun gadis itu pergi, Bia curiga jangan-jangan Dion adalah stalker, sebab ia juga sampai mendatangi rumah Bia. Padahal, usai kepindahan Dion ke Tangerang Selatan, Bia juga pindah dari blok F, ke blok D.  Dion ini … mencurigakan!

Seperti sekarang, Dion membuntutinya ke kantin. Sejak pagi cowok itu menunggu Bia di luar jendela kelasnya yang tepat berada di halaman belakang sekolah. Ketika bel istirahat pertama berbunyi, Dion terus mengintip dibalik jendela. Sampai sekarang, Bia di kantin menunggu Andra yang tengah ekstrakulikuler di jam pulang sekolah, cowok itu masih menunggu Bia!

Tidak ada yang Dion katakan selain meminta tolong pada Bia, dan gadis keras kepala itu juga tetap konsisten pada keputusannya sejak awal: tidak mau membantu Dion sebelum tahu apa masalah cowok itu.

"Ong, gue kasih lo waktu lima menit buat kabur dari hadapan gue. Sebelum gue bikin kaki lo pincang," ucap Bia dengan wajah datar, namun ancamannya tidak main-main.

"Please, Bi, kali ini aja gue mohon bantuan lo."

Bia menatap Dion tajam, sesendok siomay ditangannya tidak jadi ia lahap. Ia menatap Dion seolah-olah Dion adalah mangsanya, yang ditatap malah memasang wajah melas. Tidak gentar dengan ancaman Salsabilla Airindiva sekalipun.

Tak tahan dengan rasa kesalnya, Bia memukul meja dengan keras. "Pergi atau gue tendang lo sekarang?!!" ancam Bia, sedikit berteriak namun berhasil menyedot perhatian para pengunjung kantin yang hanya beberapa orang.

Sebagian dari mereka menatap Bia dengan aneh, sebagian lainnya ngeri sekaligus iba karena menganggap Bia memiliki beban berat hingga kejiwaannya terganggu, sebagian lagi yang merupakan teman sekelasnya menertawakan Bia dan tak lupa mengabadikan momen Bia yang menyentak angin.

Bia belum menyadari jika dirinya menjadi pusat perhatian, namun Dion sadar betul apa yang terjadi dengan sahabat lamanya itu.

Social bullying. Bia mengalami hal tersebut, karena Dion, untuk yang kedua kalinya setelah terakhir insiden pembacaan isi diary Bia.

Cowok itu hanya bisa berharap Bia mampu melewati hal ini, sebab Dion tidak tau lagi harus kepada siapa meminta bantuan.

"Heh, Bila! Lo gila ya?" tanya Eva, teman sekelasnya. Mulutnya sudah gatal memperhatikan Bia yang berbicara sendiri sejak tadi.

"Kalo gila jangan kumat di kantin dong, repotin orang yang mau makan aja," kata teman sekelas Bia yang kerjaannya nyinyir setiap waktu—Mita.

"Lo semua gak liat gue ngomong sama siapa? Pada buta apa gimana, sih?" balas Bia, sedikit murka.

"Kita? Buta? Lo yang sinting dari tadi ngomong sama angin! Please deh, Bil, lo tuh cuma malu-maluin kelas! Sadar napa jangan freak mulu, kasian banget, mana masih muda!!" Mita kembali bersuara.

Andra muncul ditengah-tengah keributan tepat sebelum Bia melayangkan bogem pada Mita, cowok itu membawa Bia menjauhi kerumunan yang dibuat murid SMA Bima Sakti yang tengah rehat dari kegiatan ekstrakurikuler-nya.

Sayup-sayup mereka yang mengenal Bia berbicara tentang Bia dengan keanehannya, serta menyumpahi Bia karena bisa dilindungi oleh sosok Andra.

Setelah menjauhi kerumunan, Bia melepaskan rangkulan Andra secara kasar, dan menatap Andra dengan nyalang. "Ngapain lo dateng?! Mereka musti dikasih pelajaran, Ndra!!"

Andra menarik nafasnya, cowok itu mencoba untuk bersikap tenang. "Gue udah setengah jam di kantin nunggu lo, kenapa lo nggak baca chat gue?"

Bia masih marah, deru napasnya bisa Andra dengar. Padahal Andra menyaksikan sendiri Bia tadi berbicara pada angin, cowok itu sengaja tidak menghampiri Bia karena ingin tahu apa yang Bia lakukan. "Emangnya, tadi lo ngobrol sama siapa, Bi?" tanya Andra setelah Bia terlihat sedikit lebih tenang.

"Dion, Ndra. Tapi kayaknya dia langsung pergi pas temen-temen gue nyari ribut."

Jelas sekali jika Andra melihatnya berbicara sendiri, kenapa jadi menyebut nama Dion?

Andra mengulas senyuman untuk menenangkan Bia yang sedikit kacau, "Lo masih mimpiin Dion, ya?"

"Iya, malah tuh bocah nyamperin gue mulu. Heran."

"Se-kangen itu lo, Bi, sama Dion. Nanti kita ketemuan sama Dion, deh." Andra kembali merangkul Bia dan membawa gadis itu meninggalkan wilayah kantin.

"Balik, yuk! Gue traktir caramel macchiato, kayaknya lo butuh piknik juga." Ajakan Andra yang seperti ini sesungguhnya tak bisa Bia tolak. Tapi mood-nya yang kacau memaksanya harus berpura-pura menolak.

"Lo emang udah beres ngelatih adek kelas bikin tandu?"

"Dari tadi juga udah beres, Bi. Lo aja gak baca chat gue, orang gue nyariin."

Bia mengembuskan napas, langkah kakinya mengikuti Andra yang meninggalkan area sekolah. Kemudian, mereka pulang, dan menyimpang sebentar ke kedai kopi untuk memesan dua gelas caramel macchiato.

°°°

Sudah seminggu berlalu, Dion terus mendatangi Bia untuk meminta tolong pada gadis itu. Bia masih berpegang pada prinsipnya, ia tidak berani meng-iya-kan sebelum Dion menceritakan permasalahannya dan apa yang harus Bia lakukan.

Anehnya, tiap kali Bia menagih dua hal itu Dion akan terdiam—seperti orang yang tersambar petir. Karena itu Bia ragu untuk menolongnya, ditambah sifat jahil Dion yang Bia tahu, membuat gadis itu terus menaruh curiga pada sosok Dion. Hal janggal lain yang dilakukan Dion adalah, ketika ada orang lain saat sedang bersama Bia maka ia akan menghilang begitu saja tanpa pamit.

Bagaimana Bia bisa berpikir positif mengenai Dion, jika yang dilakukannya saja aneh seperti itu?

Sementara itu, Andra justru semakin khawatir terhadap Bia. Ia bingung, haruskah menceritakan tentang Bia yang selalu membahas Dion kepada Mami Bia? Sebab, Andra sendiri tidak pernah melihat sosok Dion. Yang Andra tahu justru Bia sering bicara sendirian, dan berkata bahwa ia tengah bicara dengan Dion.

Bia menjadi bulan-bulanan teman sekelasnya karena kerap terlihat bicara sendirian tiap kali dirinya menunggu Andra saat jam ekstrakulikuler, alias jam pulang sekolah.

Andra bahkan terus menghubungi Ran untuk membantunya menanggapi persoalan Bia. Ran sendiri tinggal di Malang bersama neneknya, karena mengikuti anjuran keluarganya—anak kembar sepasang harus dipisahkan ketika mulai remaja.

Terakhir kali Andra dan Bia berkomunikasi dengan Dion adalah lima tahun yang lalu. Setelah itu, karena Dion sering nakal di sekolahnya, orang tua cowok itu memutuskan untuk melakukan program homeschooling pada Dion. Khawatir anaknya melakukan hal yang dibatas wajar jika Dion menuntut ilmu di sekolah umum.

"Bi, lo sakit? Belakangan ini lo sering keliatan pucet, lemes juga," ujar Andra. Sekarang mereka tengah berada di rumah Bia, bersantai setelah mengerjakan tugas masing-masing secara bersama.


"Lo bilang gitu seolah-olah gue sakit sampe ringkih nggak berdaya tau gak, Ndra," sahut Bia sedikit ketus.

Andra memijat pelipisnya, tak tahu harus bagaimana lagi menjelaskan kepada Bia kalau ia tidak baik-baik saja. Masalahnya, Andra tak tega melihat Bia yang kini selalu mendapat perlakuan kurang enak oleh beberapa warga sekolah. Ya, karena Bia selalu terlihat berbicara sendirian dan mengatakan bahwa ia sedang bicara dengan Dion.

"Atau lo ikut gue ke psikolog, sekali aja."

Sontak Bia bangkit dari posisinya, kini ia duduk menghadap Andra yang menggigit bibir bagian dalamnya.

Anjir, gue salah ngomong kayaknya, batin Andra. Ia yakin sebentar lagi Bia akan mengomel, atau bahkan mengajaknya baku hantam.

"Maksud lo bilang gitu, lo lebih percaya sama mereka yang bilang gue halu soal Dion?" Bia tertawa merendahkan. "Gue kira dari jutaan manusia yang gue temui bakalan ada satu orang yang percaya sama gue soal Dion, dan gue harap itu lo, Andra." Sedetik kemudian Bia berdiri, melangkah dengan tergesa menuju kamar tidurnya.

Kalau sudah begini, urusannya malah lebih repot.

Bia ngambek, sementara Andra hanya mengkhawatirkan keadaannya.

Sekarang, kalau sudah begini Andra musti bagaimana? Jangankan membujuk Bia untuk membicarakan masalah ini baik-baik, menemui Andra saja sudah pasti Bia menolak mentah-mentah.

Andra tahu, Bia tengah menghadapi hal yang berat. Teman-teman di kelasnya semakin menyudutkan Bia, ditambah kini ia selalu dianggap kurang waras karena sering berbicara sendiri juga terus membicarakan soal Dion. Mungkin Bia rindu berat pada Dion, oleh karenanya Andra terus mencari keberadaan Dion. Namun hasilnya nihil, bahkan Dion sudah tidak aktif di media sosialnya sejak tiga bulan terakhir. Dion … seperti ditelan bumi.

Memberanikan diri menemui Bia, Andra melangkah menuju pintu kamar yang tadi dibanting Bia. Andra mematung sepersekian detik, menimbang keputusannya untuk langsung masuk menemui Bia atau mengetuk pintu kamarnya terlebih dulu?

Langsung masuk aja deh. Akhirnya cowok itu memutuskan.

Ketika tangannya hendak memutar kenop pintu, Andra dapat mendengar isakan tangis Bia.

"Harusnya lo nggak gini, Ong … lo bikin gue keliatan gila. Lo mau minta tolong apa, sih? Oke, oke gue nyerah. Gue mau nolongin lo!!"

🌻🌻🌻

Cringey bgt:"))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro