Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

˗ˏ 🍧 ˎ˗‍‍‍‍ Chapter 33 (REVISI)

Sebelum membaca alangkah baiknya untuk menekan bintang ★ di pojok kiri bawah 😘

Happy reading!!

🍧🍧🍧

"Nanti pulang sekolah biar saya jemput!" ucap Kenzo memecahkan keheningan diruang makan.

"Hm," deham Nina. Ia masih mode ngambek perihal kemarin. Ia ngambek bukan berarti cemburu hanya saja ia tidak suka di abaikan.

Untungnya kamar barunya sudah selesai jadi tidak perlu berbagi ruangan lagi dengan Kenzo.

Setelah sarapan mereka berangkat. Nina masih saja duduk di belakang. Kenzo juga sudah tidak mempermasalahkan itu.

Seperti biasa Nina minta diturunkan jauh dari gerbang sekolah.

Kenapa ya kalau sekolah bawaannya pengen libur dan kalau libur pengen sekolah? Ini yang Nina rasakan. Ia rindu dengan temannya dan juga dengan jajanan kantin tentunya.

Karena hari ini hari pertama kembali masuk sekolah setelah libur maka tidak ada apel. Sebagai gantinya maka murid diminta untuk membersihkan kelas masing-masing.

Karena di kelas Nina muridnya berjumlah 35 jadi ia hanya santai saja. Lagian kalau mau bantu sapu sama pel nya juga habis.

Ia memilih untuk berbincang dengan Aeri sementara yang lainnya bekerja membersihkan kelas.

"Gimana malam pertamanya Nin?" tanya Aeri yang kepo akut. Ia sudah menantikan hari ini ingin mendengar cerita dari Nina.

Nina menjitak kepala Aeri hingga meringis sakit. "Malam pertama gundul mu!"

"Gosah jitak juga kali!" kesal Aeri.

"Habis lo nanya yang aneh-aneh!"

"Mana ada gue nanya yang aneh-aneh?!" balasnya tidak terima.

"Tadi tuh kan privasi!"

Aeri tersenyum menggoda Nina. "Privasi ya? Jadi lo udah gitu sama Ken?" tanya Aeri polos.

Nina melotot tajam bersiap ingin menjitak Aeri lagi.

"Sekali lagi lo nanya gituan kita bukan teman lagi!" kesal Nina.

"Baperan amat sih pengantin baru," goda Aeri sambil menoel dagu Nina. Nina menghempaskan lengan Aeri.

"Jadi lo beneran udah?" tanya Aeri masih kepo.

"Ri gue tuh ga cinta sama dia jadi ga mungkin lah gue lakuin gitu sama dia!" jelas Nina.

"Cinta tuh datang karena terbiasa Nin!" ucap Aeri.

Nina menghembuskan nafas berat. "Yang ada makin lama gue makin benci sama dia," ucap Nina.

"Benci sama cinta tuh beda tipis. Hati-hati kepeleset," tutur Aeri.

"Amit-amit," sahut Nina berakting muntah.

"Gue sumpahin lo nanti cinta mati sama Ken!" ucap Aeri yakin.

"Enak aja itu ga bakal terjadi!" Nina yakin ia tidak akan menyukai Ken apalagi cinta.

Bel masuk sudah berbunyi. Para murid duduk di tempat masing-masing. Karena berganti semester jadi tempat duduknya berganti juga.

Nina duduk bersama Aeri sekarang. Pelajaran pertama pun dimulai.

🍧🍧🍧

Saat Nina berjalan menuju kantin ia mendapatkan pesan dari Aksa. Lelaki itu memintanya untuk menemuinya di rooftop.

Nina tersenyum kecil. Ia tahu Aksa ingin meminta jawaban atas pertanyaan yang lebih tepatnya pernyataan cinta beberapa hari yang lalu.

Tapi sebelum itu tangannya lebih dahulu ditarik oleh Dinda menuju tempat sepi untuk bicara empat mata. Nina merasa tidak enak.

🍧🍧🍧

S

etelah berbicara empat mata dengan Dinda wajah Nina agak muram. Seperti tidak ada semangat hidup.

Tidak ia tidak berkelahi seperti biasa dengan Dinda. Hanya adu mulut kecil hingga membuat Nina bungkam.

Ia melangkahkan kaki pelan menaiki anak tangga untuk sampai ke rooftop.

Saat pintu terbuka ada Aksa yang sedang berdiri memunggunginya.

Merasa ada langkah kaki yang mendekat Aksa membalikkan tubuhnya. Ia tersenyum lebar mengetahui siapa yang datang.

"Kenapa lama?" tanyanya.

Nina menggeleng. "Gue tadi ketoilet dulu," bohong Nina. Wajahnya lesu.

"Lo sakit?" tanya Aksa khawatir. Nina menggeleng lemah.

"Wajah lo pucat loh," ucap Aksa yang menyadari Nina tidak baik-baik saja.

"Gue ga papa!"

Aksa tertegun dengan Nina yang berbicara dengan nada tinggi dengannya.

"Lo minta gue ke sini karena pengen tau jawaban gue kan?" tanya Nina langsung.

Aksa menatap Nina seperti ada yang aneh. Tapi sedetik kemudian ia mengangguk.

"So? Will you be mine?" tanya Aksa sekali lagi.

Nina tersenyum kecut.

"Jawaban gue enggak!" tegas Nina.

Aksa melihat wajah Nina yang tidak sepenuhnya yakin dengan jawaban nya sendiri.

Aksa menarik tangan Nina dan mendorong Nina hingga tersudut di depan tembok.

Ia mengunci pergerakan Nina dengan tangannya yang menempel di kedua sisi.


"Lo serius dengan jawaban lo?" tanya Aksa berharap.

Nina menunduk takut melihat wajah Aksa.

"Tatap mata gue!" bentak Aksa. Nina perlahan mengangkat wajahnya. "Apa alasan lo nolak gue?"

Nina menelan ludahnya kasar. "Karena gue ga cinta sama lo!"

"Bohong!" Aksa yakin Nina juga menyukai.

"Gue beneran ga suka sama lo! Jadi jangan ganggu hidup gue lagi!" ucap Nina tegas walaupun hatinya sekarang sakit.

Aksa menatap Nina tidak percaya. Ia sedikit kecewa.

Nina mengeluarkan kalung yang diberikan Aksa beberapa hari yang lalu. Ia meraih tangan Aksa dan mengembalikan kalung itu.

Aksa menatap Nina dengan dahi yang tertaut bingung.

"Kalung nya gue kembaliin karena gue ga pantes dapat ini dari lo!"

Setelah itu Nina pergi meninggalkan Aksa yang terdiam. Sedangkan Aksa memukul tembok hingga buku-buku jarinya merah.

Nina menuruni tangga sambil menahan tangisnya.

'Maafin gue Sa! Maaf!'

Ia menuju taman sekolah yang sedang sepi. Berniat menenangkan diri.

'Gue juga suka sama lo Sa'

Ia mengingat kejadian beberapa saat yang lalu sebelum ia bertemu dengan Aksa.

Flashback on

Nina di tarik oleh Dinda dengan kasar. Aeri yang melihat itu tentu saja tidak tinggal diam.

"Heh mau bawa kemana temen gue hah?" lawan Aeri bersiap untuk menjambak rambut Dinda jika berbuat macam-macam.

"Gue mau bicara empat mata sama teman lo ini!" balas Dinda.

"Ga bisa!"

Dinda menatap jengah Aeri. "Gue ga bakal apa-apain temen lo sans aja," ucap Dinda.

Aeri menatap Dinda penuh sekidik.

"Ga papa Ri lo duluan aja," ucap Nina.

"Tapi Nin—"

"Gue bisa jaga diri," ucap Nina membuat Aeri luluh dan membiarkan Dinda membawa Nina.

Mereka sampai di depan lab bahasa yang sudah lama kosong dan tidak di gunakan.

"Mau bicara apa lo sama gue?" tanya Nina ketus.

Dinda memasang wajah pura-pura takut. "Oke santai! Gue ga ada niat buat kelahi sama lo jadi tenang aja," ucap Dinda tersenyum sinis.

Nina memicingkan matanya. "Jadi lo mau apa?"

Dinda terlihat seperti orang sedang berpikir. "Gue mau lo jauhin Aksa!"

Nina tertawa renyah. "Ga akan! Sebentar lagi Aksa bakal jadi milik gue!" ucap Nina tersenyum senang. Ia memang berencana menerima pernyataan Aksa.

Dinda terlihat tenang. Tidak biasanya. Nina jadi sedikit was-was. "Kalau gitu lo ga boleh terima pernyataan Aksa!" perintah Dinda.

"Lo bilang gitu juga gue bakal tetap terima Aksa," ucap Nina.

Dinda tertawa mengejek. "Lo tolak Aksa atau..." Ia sengaja menggantung kalimatnya.

"Atau gue sebarin kalau lo udah nikah dan lo nikah sama om-om."

Deg!!

Nina membisu dengan wajah terlihat berubah pucat.

"Diam kan lo?" tanya Dinda penuh kemenangan.

"Punya bukti apa lo kalau gue udah nikah?"

"Oh lo mau bukti?" Nina mengangguk. "Bentar!"

Dinda meraih ponselnya. Ia menyuruh Nina memperhatikan baik-baik. Ternyata Dinda punya foto pernikahannya dengan Kenzo dan beberapa foto saat Nina dan Kenzo berduaan. Padahal pernikahan mereka hanya mengundang orang penting. Ada foto saat mereka berbelanja membeli kebutuhan rumah.

Mata Nina melebar. Tidak mungkin. Darimana Dinda dapat semua itu. Berbagai macam pertanyaan memasuki pikirannya.

"Lo pasti nanya kenapa gue bisa dapat ini kan?" Dinda menyeringai. "Lo ga perlu tau itu! Yang gue mau lo tolak Aksa kalau ga mau semuanya tersebar!"

Nina akhirnya meninggalkan Dinda dengan wajah yang lesu.

Flashback off

"Bagus!" puji Dinda yang entah datang dari mana.

"Puas lo?" tanya Nina sinis.

"Jangan ditanya," jawab Dinda.

"Awas aja kalau lo berani nyebarin semuanya!" ancam Nina.

Dinda terkekeh. "Semuanya aman kalau lo jauh dari Aksa."

🍧🍧🍧

Part ini lebih panjang dari yang biasanya. Ide ngalir gitu aja jadinya diterusin aja nanggung juga kalau dilanjutin di part selanjutnya.

Salam manis dari author 😘

Amuntai, 7 Juli 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro