Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

49. Api Cemburu


"Isabel?" ujar Danish saat melihat perempuan itu berdiri di samping meja mereka. Sementara Nara hanya bergeming, tentu saja perasaannya mulai tidak enak.

"Hai? Nggak nyangka bisa ketemu kalian di sini. Perjalanan dinas, ya?"

"Honeymoon," sahut Nara.

"Oh?" Wajah Isabel yang semula sumringah mendadak tidak enak. "Benar, Danish?"

Nara mengerutkan kening tidak paham mengapa harus mencari kebenaran ke Danish, seperti tidak percaya saja apa yang Nara katakan.

"Seperti yang istriku bilang," jawab Danish.

Dua mangkok ramen pesanan Danish dan Nara datang, bersamaan dengan suami dan rombongan Isabel masuk ke restoran. Indra Abadi, suami Isabel tahu dan mengenal Danish, pria itu langsung menghampiri meja mereka.

"Boleh kita gabung?" ujarnya tiba-tiba.

Nara memberi isyarat untuk menolak, Danish pun paham. Pria itu sudah mau membuka bibir untuk menolak ajakan gabung dari Indra, tetapi rombongan mereka tiba-tiba sudah menarik kursi dan meja.

"Kalian tidak boleh menolak ajakan Calon Walikota kita," ujar salah satu ajudan Indra. "Silakan duduk, Pak Indra, Bu Isabel."

Isabel dan suaminya langsung duduk di kursi yang sudah disediakan. Sekitar ada tujuh orang bergabung di meja Danish dan Nara; dua ajudan Isabel dan Indra, satu asisten pribadi, dan satu orang Jepang, teman bisnis Indra.

Isabel duduk di sebelah Nara, Indra duduk di sebelahnya. Sementara kursi sebelah Danish ditempati ajudan dan deretan asisten pribadi Indra dan Isabel.

Wajah Nara sudah tidak enak, Danish langsung mengusap tangan istrinya untuk menenangkan. Memberi isyarat melalui tatapan untuk segera memakan ramennya agar lekas pergi dari sini.

Dengan perasaan dongkol, Nara meraih sumpit.

"Maaf, kami duluan, istri saya sudah lapar," ucap Danish pada Indra.

"Silakan, silakan." Indra mempersilakan. Senyum pria itu perlahan menyudut pada salah satu bibir dengan tatapan yang tajam kepada Danish yang sedang meraih sumpit dan mulai menikmati makanannya bersama Nara.

Isabel meneguk salivanya melihat sang suami melempar tatapan tidak enak pada Danish dan Nara.

"Kalian udah ke mana aja?" Isabel mencoba mencairkan suasana yang tidak begitu nyaman. Perempuan itu jadi merasa bersalah karena sudah menganggu acara makan Danish. Dia senang bisa melihat Danish sampai lupa kalau dirinya tak datang sendiri. Ada Indra, suaminya, yang jelas tak menyukai sang mantan.

Nara fokus menyeruput kuah, enggan meladeni pertanyaan Isabel. Ada perasaan cemburu yang belum bisa diatasi padahal Danish sudah memberikan segalanya untuk Nara. Sifat alami perempuan yang tak mudah berdamai dengan masa lalu pasangannya. 

"Kyoto sama Osaka, dua hari lagi balik ke Jakarta."

"Oh, ya? Udah berapa lama kalau gitu?"

"Hampir dua minggu."

"Wah, kita baru aja tiba kemarin, ya, Mas? Urusan pekerjaan." Isabel menoleh ke Indra yang memincing tajam tatapannya pada Isabel, tak suka istrinya itu mengobrol akrab dengan mantannya.

"Oh," komentar singkat Danish sambil fokus melahap ramennya.

"Kamu masih kerja di perusahaan kopi itu, ya? Apa namanya? Nawasena?" ujar Indra menghentikan kunyahan Danish.

Danish mendongak sebentar menatap Indra, mengangguk. "Hm, sekarang sudah berganti nama jadi Soonday Corp." Kemudian kembali fokus melahap makanannya, "Mau tambah?" tanyanya pada Nara.

Nara menggeleng.

Danish mencabut tissue kemudian mengusap kuah ramen di dagu Nara sembari tersenyum, "Pelan-pelan, Sayang."

Isabel yang melihat itu mengalihkan tatapannya, perhatian Danish kepada istrinya cukup membuat hatinya terbakar cemburu. Penyesalan mengapa dulu tak berjuang pada hubungan mereka seperti kobaran api yang membakar seluruh ruang hatinya.

Danish adalah pria baik yang menjadi idaman semua perempuan. Hanya karena harta dan ambisi orang tuanya, Isabel harus menikah dengan pria red flag yang hanya ingin menjadikannya trophy wife saja, tak pernah memberi perhatian yang tulus seorang suami kepada istrinya.

"Aku lihat di berita ayahmu maju Pilgub," ujar Indra tiba-tiba membahas Candra. "Beberapa kali kita ketemu di Istana. Kemungkinan Pilpres selanjutnya, ayahmu juga akan dijagokan."

"Oh," komentar singkat Danish. Tak mau peduli soal ayahnya.

"Suamiku juga berencana maju Pilihan Walikota, jadi mereka sering bertemu di beberapa kesempatan," imbuh Isabel.

Danish hanya mengangguk-angguk sambil menatap istrinya yang kembali meninggalkan kuah di dagunya. Pria itu tertawa kecil sambil mencabut tissue, "Dasar anak ayam," ujarnya kecil sembari mengusap kuah itu di dagu Nara.

Indra tersenyum sumbang, sebal melihat sikap Danish yang seperti tidak menganggap mereka ada. Tidak ada hormat-hormatnya sama sekali kepada dirinya. Kemudian Indra mengobrol dengan teman Jepangnya.

Dalam obrolan mereka yang menggunakan Bahasa Jepang, Indra menjelek-jelekkan Danish. Mengatakan bahwa Danish adalah anak buangan yang diusir keluarganya. Indra juga mengatakan bahwa Danish saat ini bekerja di sebuah perusahaan yang nyaris bangkrut. Ibu Danish gila dan tak mengenalinya. Info dari mana kalau bukan dari Isabel?

Indra menceritakan itu dengan tawa mengejek, merendahkan, bersama teman bisnisnya. Danish yang tak paham Bahasa Jepang itu hanya diam saja, meski dia punya firasat kalau Indra sedang membicarakannya.

Brak! Nara menggebrak meja, kemudian menyambar gelas kayu yang berisi minumannya ke arah Indra. Semua orang terlonjak kaget, begitu juga Danish yang langsung berdiri, mendekat ke istrinya.

"Nandayo!"—Sialan!—umpat Nara pada Indra dan teman Indra yang detik itu kaget tak menyangka Nara paham Bahasa Jepang.

"Nara, apa-apaan, sih, kamu?" Isabel yang juga tak paham itu balik menegur Nara.

Danish memegangi dua tangan istrinya, "Nara, kenapa?"

Bulir bening mengalir dari mata Nara yang menyorot marah ke arah Indra. Dengan fasih Nara menyanggah semua hinaan Indra, mengatakan bahwa Danish bukan anak buangan dalam Bahasa Jepang. Danish adalah pria baik yang tidak beruntung punya ayah yang gila harta. Saking kesalnya, Nara juga mengungkit masa lalu Indra yang pernah menipu nasabah Bank Abadi, Papi adalah korban dari penipuan tak bertanggung jawab Indra beberapa tahun yang lalu.

"Korega saigo no keikoku desu. Tsugi wa uttaemasu!"—Ini peringatan terakhirku, aku akan menuntutmu lain kali—ultimatum Nara pada Indra.

"Sayang, ayo pergi dari sini." Danish tak sepenuhnya paham apa yang Nara katakan, tetapi membawanya pergi dari sini adalah keputusan terbaik.

Mata Nara menyorot tajam, perlahan ditarik suaminya untuk keluar dari restoran.

"Danish! Kamu nggak bisa, ya, langsung pergi gitu aja! Istrimu harus minta maaf sama suamiku!" protes Isabel.

Nara melepaskan tangan Danish, berjalan berhadapan dengan Isabel. "Belajarlah Bahasa Jepang, biar lo paham apa yang keluar dari mulut suami lo. Siapa tahu selama ini lo dijelek-jelekin pakai bahasa Jepang. Say sorry? In your dream."—Bilang maaf? Mimpi!

Nara melengos pergi dari hadapan Isabel. Sebelum keluar dari restoran, gadis itu menumpaskan umpatannya pada Indra, "Baka!"—Bodoh!

Nara keluar dulu dari restoran, kemudian disusul suaminya yang harus membayar tagihan makan terlebih dahulu.

"Nara, tunggu!" Danish keluar dari restoran, melihat istrinya berjalan dengan langkah gusar.

"Nara!"

Perempuan itu tidak menoleh, juga tidak berhenti melangkah.

"Kamu mau ke mana?" Danish menarik tangan istrinya, detik itu Danish tahu kalau mata Nara basah. Sejenak bergeming menatapnya, "Nggak usah nangis. Hm?" Pria itu mengusap air mata di pipi Nara.

Larangan adalah perintah, tangisan Nara semakin tergugu. Hatinya sakit mendengar hinaan orang lain terhadap suaminya tanpa tahu luka hebat apa yang sudah dilewati Danish untuk tetap bertahan sejauh ini.

"Orang bilang jelek tentang kita, ya, biarin. Kita nggak bisa mengendalikan pikiran dan mulut orang. Kita nggak bertanggung jawab atas perasaan tidak suka orang lain terhadap kita, Nara."

"Tapi dia jahat banget! Ngatain kamu..." kalimatnya menggantung, tak mau Danish tahu hinaan itu.

"Ngatain gimana?" Danish kembali mengusap air mata istrinya. "Hm?"

Nara urung melanjutkan kalimatnya, biar dirinya saja yang tahu seburuk apa hinaan Indra tadi kepada Danish. Perempuan itu menarik napas panjang lalu mengembuskan pelan untuk menetralkan perasaan hatinya yang berkecamuk antara benci dan marah.

"Meski aku nggak paham apa yang kamu katakan tadi di restoran. Aku tetap berterima kasih sama kamu. Makasih, ya, Sayang, sudah membelaku."

Nara mengangguk, mengusap sisa-sisa air matanya.

"Kita balik ke penginapan aja, ya? Gimana?"

Nara kembali mengangguk. Danish merangkul bahu istrinya, mengajaknya untuk putar arah karena sebenarnya tadi Nara salah jalan.

"Dibanding kaget lihat kamu nyiram minuman, aku lebih kaget kamu bisa Bahasa Jepang. Sefasih itu. Aku pikir cuma tahu Aishiteru aja."

"Enak aja," protes Nara, jeda tiga detik, "Papi juga bisa."

"Oh, ya!?" Danish terkejut, sedikit dilebih-lebihkan reaksinya.

Wajah cemberut istrinya itu langsung berubah, "Biasa aja, nggak usah lebay!"

Danish tertawa, "Sejak kapan emangnya?"

"Sejak kecil. Karena di Judo banyak istilah Jepang. Jadi, Papi masukin aku ke les privat. Dulu malah kalau ngobrol sama Papi pakai Bahasa Jepang, tapi semenjak aku keluar dari Timnas, baik Papi sama aku udah ninggalin bahasa itu."

Mereka melewati depan restoran lagi untuk kembali ke penginapan yang tak jauh dari sana.

"Tapi kemarin di Kyoto kamu pakai Bahasa Inggris ke Induk Semang."

"Ya, sebenarnya lupa-lupa inget, sih. Tapi, kalau marahin orang nggak lupa kalimatnya."

Danish tertawa, menelangkupkan tangannya di dua pipi Nara, gemas. Seolah masalah tadi hanyalah angin lalu.

"Aku gendong, ya? Mau?"

"Mau!"

Danish meraih tas selempang Nara, mengalungkannya di leher kemudian menggendong Nara di punggungnya. Tanpa mereka tahu ada Isabel yang buru-buru keluar dari restoran untuk meminta maaf atas perbuatan suaminya, tetapi kaki perempuan itu tercekat di tempat saat melihat Danish menggendong Nara. Terlihat seperti dunia milik mereka berdua, Isabel menggigit bibir merasakan api cemburu yang luar biasa. 

***
Cerita ini tetap tamat, ya, di wattpad. Jadi, jangan berhenti membacanya sampai tamat. Thank you.

See you next part 💞

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro