45. Aishiteru
Note : di akhir bab, hati-hati ada kalimat adult dan romance scene ⚠️ bisa di-skip, ya.
Happy Reading 💞
~~~
Hari kedua di Kyoto.
Setelah melipat mukena dan merapikan futon, Nara berganti pakaian olahraga. Dulu selalu menjadi bayangan bisa lari pagi sembari menunggu matahari terbit di Jepang. Menatap kelopak bunga Sakura yang tersemburati cahaya pagi di tengah udara yang sejuk. Gadis itu antusias sekali, satu jam sebelum matahari terbit sudah rapi dan bersiap-siap.
Meski tak terbiasa olahraga pagi, Danish mengiyakan apa pun keinginan Nara yang dulu tidak sempat terwujud. Pria itu juga sudah bersiap dengan celana training dan jaketnya, memakai sepatu lengkap seperti Nara. Dengan tambahan ada kamera digital yang mengalung di leher, siap mengabadikan sang istri mewujudkan semua wishlist-nya selama di Jepang.
Menyusuri jalanan desa, melewati beberapa kuil dan juga ladang persawahan. Banyak bertemu dengan penduduk lokal dan beberapa turis seperti dirinya. Tidak ada sedetik pun wajah Nara berhenti tersenyum, tidak pernah berhenti takjub dengan semua keindahan yang dilihat. Seperti tidak jeda Danish mengambil potret Nara yang tampak bahagia.
Di satu jalan dengan deretan bunga Sakura, raut bahagia Nara semakin terlihat. Berlari ke sana ke mari menangkap kelopak bunga yang gugur. Tingkahnya selalu acak, tetapi menurut Danish itu selalu lucu di matanya. Sangat menghibur.
"Udah siang, ayo balik ke penginapan. Induk semang pasti udah ke sana buat ngirim sarapan."
"Capeeek... gendong, ya?"
Danish menghela napas panjang sambil tersenyum, kemudian mengangguk. Memberikan punggungnya untuk menggendong Nara kembali ke penginapan.
"Kenapa Jepang selalu istimewa buat kamu?" tanya Danish di tengah perjalanan pulang.
"Pertama karena Judo berasal dari negara ini," jawab Nara sembari meletakkan dagunya di bahu Danish. "Kedua karena Ramen juga berasal dari negara ini. I love Ramen so much."
"Oh, ya? Aku baru tahu kalau kamu suka Ramen."
"Begini ceritanya awal suka Ramen."
"Gimana? Gimana?"
"Dulu, duluuuuu banget, waktu aku pertama kali keluar dari Timnas. Di mana aku ngerasa dunia udah berakhir, ngerasa hidupku udah nggak ada harapan lagi. Aku pernah nyoba buat nyerah. Waktu itu aku berencana buat bunuh diri, bodoh banget," kekehnya sebentar.
Senyum di wajah Danish langsung pudar mendengar kalimat terakhir Nara.
"Terus?"
"Aku udah berencana buat nabrakin diri ke mobil yang lewat di jalan. Tiba-tiba ada cowok yang nanya ke aku, di mana ramen yang enak di sini? Gitu. Karena aku tahunya cuma Ramen Mirai karena sering aku lewati pas latihan Judo, aku kasih tahu dia tempat itu. Pas dia udah pergi, aku mengumpulkan tekad buat nabrakin diri lagi. Pas udah mantep buat lompat ke jalan, eh, dia balik dan minta anterin."
"Terus kamu anterin?"
Nara terkekeh, "Iya. Karena aku kasihan dia kayaknya pengen banget. Badannya kurus, tirus, pakai ransel sama Hoodie, kayak anak perantauan gitu. Mungkin mahasiswa." Nara mencoba mengingat-ingat, "Tapi aku udah lupa wajahnya. Aku anterinlah dia, sekitar jalan 500 meter. Pas nyampe, dia katanya mau traktir ramen karena aku udah mau nganterin dia. Karena saat itu perutku tiba-tiba bunyi setelah nggak makan dari kemarin, aku nggak bisa nolak. Aku makan ramen sama dia."
Nara tersenyum mengingat.
"Entah kenapa ramen waktu itu terasa enaaak banget di lidahku. Perasaanku yang carut marut tiba-tiba membaik. Aku natap mangkokku yang habis, terus nangis. Baru kali itu aku merasa ramen seperti punya rasa ajaib. Tahu, nggak, dia bilang apa?"
"Bilang apa?"
"Di akhirat nanti nggak ada ramen seenak ini. Kalau kita kalah di pertandingan hari ini, kita bisa coba pertandingan yang lain. Hidup memang selalu berhadapan dengan banyak pertandingan. Kalau kalah hari ini, coba lagi besok."
"Sepertinya dia tahu kalau kamu mau bunuh diri."
"Sepertinya."
"Kamu masih kontak sama dia?"
Nara menggeleng, "Itu pertemuan pertama dan terakhirku sama dia. Aku harap dia panjang umur dan sukses sekarang. Mungkin memang benar waktu itu dia tahu kalau aku berniat menyerah dari dunia."
Tak terasa mereka sampai di penginapan. Danish menurunkan Nara di teras.
"Kalau kamu ketemu lagi sama dia, titip salam terima kasihku ke dia karena udah nyegah kamu bunuh diri. Kalau bukan karena dia waktu itu, aku nggak akan pernah bisa hidup sebahagia ini sama kamu."
Nara tersenyum, kemudian mengangguk.
"Nanti malam..." Kalimat Danish menggantung.
"Iya, kenapa?"
Lengang sebentar. Danish menatap Nara dari bibir ke mata, sementara Nara masih tersenyum menunggu kalimat Danish selanjutnya.
"Persiapkan dirimu," lanjut Danish sembari menepuk kecil pipi istrinya, kemudian pria itu beranjak masuk.
Yang ditepuk pipi, yang berdetak keras jantung. Senyum Nara langsung membeku sepergi Danish masuk ke dalam penginapan.
"Aku mandi dulu, ya. Habis ini kita sarapan," ujar dari Danish dari dalam.
Nara masih di teras memegang dadanya yang berdetak kencang. Seperti orang yang baru saja tersadarkan mengenai tujuan utamanya datang ke Jepang.
"Lupa kalau ke sini tujuannya bulan madu, bukan study tour!" Nara berbalik arah menuju pojok taman, duduk di bawah pohon Sakura. Mengipas-ngipas pipinya yang panas. Gadis itu mulai gelisah.
***
Di meja sudah tersaji dua mangkok Miso Ramen, menu ini rekomendasi dari Induk Semang karena salah satu menu ramen yang klasik dan populer. Miso sendiri merupakan bahan makanan asal Jepang yang terbuat dari fermentasi rebusan kedelai, beras dan garam. Miso Ramen memiliki kuah yang lebih pekat dan kental dengan rasa yang lebih gurih.
Selain ada Miso Ramen, rekomendasi Induk Semang untuk pasangan bulan madu adalah olahan kerang laut yang disup dengan rumput laut. Tak ketinggalan sebagai makanan penutup kue mochi dan teh kayu manis.
Danish mengenakan kimono berwarna hitam kecokelatan, duduk menunggu Nara untuk makan malam. Perasaannya juga tidak tenang sejak malam menjelang. Mendadak seharian ini mereka kikuk dan canggung. Bahkan setelah sarapan tadi, Nara lebih banyak duduk di engawa. Sementara Danish sering berdiri di balik kaca tsuboniwa, menatap air mancur buatan yang mengalir ke kolam ikan koi di bawahnya.
Sama-sama pengalaman pertama. Meskipun sudah sama-sama dewasa, gelisah itu tetap ada. Di pikiran Danish; takut membuat istrinya sakit, takut membuatnya traumatis, takut membuat kecewa karena tidak sesuai dengan ekspetasinya. Selain itu juga ini bukan soal merenggut keperawanan, tetapi juga soal tanggung jawab setelahnya yang jauh lebih besar. Tentang keturunan yang akan mengantarkannya pada bidak catur peperangan.
Nara adalah gadis yang sangat dicintai ayahnya, sangat dijaga dari kecil hingga dewasa. Kehormatan baginya adalah sebuah mahkota. Malam ini mungkin mahkota itu akan direnggut setelah dijaga selama hampir 26 tahun.
Sementara di depan cermin di kamar sebelah, Nara menatap dirinya dalam balutan yukata berwarna merah muda bercorak bunga Sakura putih. Induk semang merekomendasikan untuk memakai yukata dibanding kimono karena bahannya lebih ringan karena dari katun. Selain itu tidak ada lapisan kain lagi di dalamnya, tidak seperti kimono yang dilapisi kain sutra. Tidak ada perbedaan signifikan. Yukata yang dipakai Nara juga menggunakan obi yang melingkar di perutnya dengan simpul kupu-kupu di bagian punggung, berlengan lebih pendek dari kimono. Karena seringnya yukata dipakai Masyarakat Jepang saat musim panas.
Di pikiran Nara; takut jika membuat suaminya kecewa. Nara buta pengalaman, buta dengan hal-hal demikian. Bahkan saat membaca serial webtun yang menggambarkan adegan dewasa, Nara merasa mual dan berakhir menggulir tanpa membacanya. Bagaimana jika nanti dia tidak bisa mengatasi apa yang muncul dalam dirinya; seperti perasaan mual, merinding, atau perasaan takut itu sendiri.
Selain itu juga karena rumor-rumor betapa menyakitkan pengalaman pertama. Meski dirinya toleran terhadap rasa sakit karena sejak kecil sudah biasa olah raga fisik, tetap saja hal itu juga membuatnya gelisah.
Yang terpenting dari itu semua adalah tentang melepas mahkota yang selama ini dijaga baik-baik. Di mana jika mahkota itu sudah diserahkan, tidak bisa dikembalikan seperti sediakala. Keputusan level berkelanjutan dalam tahap pendewasaan dirinya. Dia akan menjadi seorang ibu yang akan dihadapkan pada tanggung jawab yang besar.
Waktu terus berputar, Nara tidak bisa menahan dirinya lagi di sini. Gadis itu menarik napas panjang sebentar, kemudian mengembuskan pelan. Dia tersenyum, mencoba mengumpulkan segala kepercayaan diri. Perlahan menggeser fusuma, berjalan menuju ruang tamu di mana Danish sudah menunggunya.
Danish mendongak saat melihat Nara datang dengan yukata rapi, rambutnya dikepang sederhana, tidak ada riasan khusus di wajahnya; hanya pelembab dan lipbalm. Gadis itu tersenyum, mencoba untuk tetap tenang meski jantungnya bergenderang.
"Cantik banget," puji Danish. Pria mengangguk-angguk mengagumi. "Demi Allah, cantik banget," ulangnya saking kagumnya.
"Arigatou gozaimasu," jawab Nara dengan logat Jepang. Dia duduk berseberangan dengan Danish. Bersiap untuk makan malam.
"Wah, ramen! Ittadakimasu!" Nara sembari meraih sendok, tak sabar ingin melahap makanan favoritnya yang dimasak asli orang Jepang.
Sementara itu Danish masih menatap tak berkedip, tak jua meraih sumpitnya untuk memulai makan malam. Apa yang nampak di depan mata begitu indah, sempurna, tidak lebih dan tidak kurang. Benar-benar pas sesuai apa yang diinginkan. Gadis itu ... yang berstatus sebagai istrinya, benar-benar menjadi wanita idamannya.
Nara mendongak, kemudian tertawa kecil, "Emangya natap aku bisa bikin kamu kenyang, ya?"
Kalimat Nara ditanggapi dengan senyuman, pria itu akhirnya meraih sumpit dan menyusul Nara yang sudah lebih dulu menikmati makan malam.
"Kimono yang kamu pakai bagus."
"Ini bukan kimono, ini namanya yukata. Keliatan serupa, sih. Tapi, keduanya beda." Nara melirik kimono yang dikenakan Danish, "Kamu juga cocok pakai itu. Terlihat ..." kalimatnya menggantung.
"Terlihat gimana?"
Nara mengangguk-angguk sembari menyeruput kuah miso.
"Cocok."
"Cocok yang kayak gimana?" cecar Danish.
"Ya, cocok."
"Bisa dijelasin, nggak, cocoknya itu dalam kategori gimana?"
Nara menatap sebal, "Haus validasi banget, sih?"
"Ya, apa susahnya muji suami sendiri?" Danish meraih sendok untuk menyeruput kuah.
"Gagah dan seksi! Puas?"
Mendengar pujian frontal itu membuat kuah yang ditelan masuk ke saluran napas, membuat pria itu tersedak. Terbatuk-batuk sebentar sebelum meredakan sensasi panas di tenggorokannya dengan air putih. Setelah itu menatap Nara dengan kerutan kening, tak menyaka dengan pujian tersebut.
"Ya, kan, aku, mengungkapkan apa yang ada di pikiranku. Salah?"
Danish tertawa, sambil menggeleng. "Makasih pujiannya."
Makan malam itu berjalan lebih santai. Nara melanjutkan cerita mengenai alasannya menyukai Jepang selain karena Judo dan Ramen. Danish juga menceritakan pengalaman pertamanya pergi ke Jepang saat diajak survei dengan Marvin dulu. Hingga tak terasa semua makanan tandas, hanya menyisakan beberapa kerang yang tidak sanggup untuk dihabiskan lagi. Mereka pindah duduk di serambi engawa, menatap langit yang cerah dengan bintang-bintang. Ditemani teh kayu manis dan kue mochi.
"Indah banget..." ucap Nara bersandar di bahu Danish.
"Hm." Danish melingkarkan satu lengannya di pinggang Nara, sama-sama menikmati pemandangan langit. "Besok mau jalan-jalan naik sepeda? Induk Semang tadi bilang kalau bisa nyewain sepeda. Kayaknya tadi pagi dia lihat pas aku gendong kamu."
Nara tertawa kecil. "Boleh. Aku mau ke Yumecosmos Garden, terus ke Izumo Daijingu. Pulangnya bisa jalan-jalan di kotanya aja, nyari kulineran."
"Oke. Siap."
Ada jeda lengang yang sangat lama. Waktu seperti berhenti berputar dan membeku. Menyisakan detak jantung dan rasa gugup. Danish mencoba mencari celah waktu bagaimana cara memulai, sementara Nara hanya menunggu dengan sesekali menggigit bibirnya sendiri sembari menatap langit.
"Kamu tahu, apa Bahasa Jepangnya aku mencintaimu?" Danish mengambil langkah pertama.
"Aishiteru. Tapi, orang Jepang lebih sering menggunakan daisuki/daisukida."
"Bedanya?"
"Aishiteru lebih sering digunakan pasangan yang udah menikah. Kalau daisuki lebih umum. Aishiteruyo kalau aku bilang ke kamu, tapi kalau kamu bilang ke aku jadi aishiteruwa."
Ada lengang sebentar.
"Aishiteruwa, Naraina," ucap Danish sembari menoleh ke Nara, dengan serius dan tulus.
Nara menarik kepalanya dari bahu Danish, menatap nanar bola mata Danish yang memandangnya. Danish berhasil mengambil langkah pertama. Suasana perlahan menjadi lebih intim, terbuang rasa canggung dan gugup. Nara bisa menangkap sinyal pertama dari langkah Danish selanjutnya.
"Aishiteruwa," ucap Danish lagi.
Gadis itu tersenyum, "Watashi mo suki desu."
Danish menatap mata Nara lebih dekat, "Artinya?"
Jarak yang semakin tipis dengan bola mata Danish yang semakin dekat itu membuat Nara gugup untuk beberapa detik, sebelum akhirnya dia mencoba untuk melepaskan segala keraguan untuk menyambut segala apa yang Danish beri.
"Aku juga. Juga mencintaimu."
Sedetik setelah jawaban dari Nara, Danish membunuh jarak dengan mengecup lembut bibir Nara yang kemudian disambut dengan baik. Tanpa tergesa, tanpa ragu. Melalui ciuman itu Danish memberi sinyal kedua ke mana arah pelabuhan selanjutnya.
"Kak, bentar." Nara tiba-tiba menginterupsi.
"Kenapa?" Danish mengambil jarak sebentar.
"Aku lupa potong kuku. Kalau nanti kukuku ngelukain kamu gimana? Aku potong kuku dulu, ya?" Nara sempat mendapat saran dari Dinda kalau sebelum malam pertama harus memotong kuku tangannya, karena petualangan yang dramatis penuh dengan rasa sakit itu bisa jadi kuku Nara melukai Danish atau dirinya sendiri.
Danish tersenyum miring, "Kamu pikir aku bakalan nunggu kamu potong kuku setelah hampir dua bulan menahan? Maaf, Nara, aku nggak peduli. Lagi pula kukumu nggak mungkin bisa membunuhku."
Danish menggendong Nara dari serambi engawa, membuat Nara terlonjak kaget.
"Bener nggak apa-apa?"
Pertanyaan itu tidak dibalas kalimat, melainkan sebuah ciuman untuk meyakinkan bahwa itu bukanlah masalah bagi Danish. Pria itu membawanya ke pelabuhan selanjutnya untuk berlayar bersama-sama meneguk pengalaman dan petualangan pertama. Sebagai usaha untuk mengikat cinta semakin erat dan bentuk upaya untuk menghadirkan keturunan.
🌸🌸🌸
Selanjutnya bab dengan 💘💞🥵🤒🤕
Jadi, boleh di-skip aja, ya. Tapi, kalau mau dibaca juga tidak masalah. Aman, kok.
Mungkin menggambarkan sebuah aktivitas, tapi aku pakai diksi yang beragam dan mengolahnya dengan versi aku sehingga tidak terkesan vulgar. Nggak ada di novelnya, jadi kemungkinan ini nanti di draft kalau sudah tamat. Aku remake ulang jadi salah satu bonus extrachapter di novelnya nanti yang lebih lebih lebih maniiiisss ....
Follow IG : dianafebi_
Tiktok : dianafebi_
(Aku udah mulai up versi AU-nya, tolong bantu like, ya!)
Sampai jumpa next part ✨🦋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro