44. Sempurna
Note : Penulis belum pernah ke Jepang, jadi maapin kalau ada informasi yang kurang tepat. Tolong sampaikan dengan bahasa yang benar, ya. Arigatooo~~
Happy Reading
✨✨✨
Dibanding Tokyo, Kyoto lebih cocok untuk berbulan madu bagi pasangan yang memiliki ketertarikan dengan alam. Banyak bangunan-bangunan lama, tatanan kota yang sejuk dan rapi, selain itu juga jalanan malam yang romantis.
Jika Tokyo banyak gedung-gedung raksasa, di Kyoto lebih banyak rumah-rumah terbuat dari kayu dengan deret bunga-bunga Sakura di halamannya. Kyoto juga memiliki banyak situs bersejarah, kuil-kuil yang menjadi destinasi wisata.
Kyoto adalah perjalanan pertama bulan madu yang dipilih Danish dan Nara selama satu minggu. Kemudian berencana menghabiskan waktu tersisa di Osaka selama tiga hari dan empat hari di Tokyo.
Menaiki pesawat Garuda Indonesia menuju Bandara Hongkong untuk transit sebelum nanti mendarat di Bandara Osaka, Jepang. Menghabiskan waktu sekurang lebihnya 10 jam perjalanan. Selama hampir 10 jam itu Nara menolak mengobrol dengan suaminya, ia masih sebal karena keberangkatan bulan madunya maju dari rencana. Beberapa hal tidak terburu untuk dipersiapkan dengan matang, terutama soal outfit.
Jepang sedang musim semi, pasti sedang indah-indahnya. Sayang kalau tidak cocok dengan outfit yang dipakai. Nara itu benar-benar pemuja dress well. Menurutnya dress well pada perempuan adalah salah satu dari bentuk value pada diri perempuan. Dengan memakai pakaian yang bagus—tidak berarti harus mahal—juga bentuk dari menghargai diri sendiri, menghargai pasangannya. Perempuan dengan dress well juga bisa menebarkan aura positif bagi di sekitarnya.
Tentu saja gadis itu uring-uringan selama seminggu ini karena waktu yang mepet untuk memilih baju. Bentu tentu bisa ke Jepang lagi, itu yang semakin membuatnya tidak puas dengan apa yang sudah di-packing rapi di kopernya sekarang. Ya, meskipun dia lega dengan beberapa outfit Danish yang dipilih, suaminya itu pakai baju apa saja sudah bagus. Aura old money-nya memang tidak pernah luntur.
Kursi kelas bisnis semakin membuat jarak di antara mereka. Namun, setiap kali Nara tertidur, Danish merapikan selimut, membenarkan kepala Nara yang terkantuk-kantuk. Pada saat makanan datang, Danish memotongkan daging milik Nara, menyingkirkan kancang panjang karena Nara tidak menyukainya, juga mengelap sendok plastik Nara sebelum makan.
Segala bentuk perhatian itu membuat Nara akhirnya luluh, meski kesal karena tidak sesuai dengan keinginannya, gadis itu seharusnya bisa merasa bersyukur. Karena tidak semua perempuan bisa mendapatkan pengalaman seperti ini.
Beberapa jam sebelum mendarat di Osaka, Nara akhirnya mau diajak mengobrol. Mau berpegangan tangan, mau untuk bersandar di bahu suaminya saat merasa mengantuk.
Dramatic wife memang harus berjodoh dengan understanding husband.
Yang dibutuhkan perempuan saat marah bukan sebuah teguran yang semakin membuat kepalanya mendidih, melainkan sebuah perhatian dan juga hadiah yang membuatnya dihargai atas perasaan validnya.
Dan saat perasaan validnya sudah ditersampaikan dan dihargai oleh pasangannya, barulah perempuan bisa diberi teguran dalam bentuk saran, bukan penghakiman. Perasaan perempuan memang serumit itu, apalagi perempuan yang dibesarkan penuh kasih sayang dan perhatian seperti Nara. Papi selalu menjadi standartnya. Jika tidak seperti apa yang Papi beri, hal itu membuatnya kecewa.
"Tapi, aku bukan papi, Sayang."
"Iya, aku tahu."
"Memang aku yang salah, nggak minta pendapatmu dulu soal tanggal keberangkatan kita. Aku berasumsi sendiri kalau kamu bakalan senang jadwal berangkatnya dimajukan. Ternyata nggak begitu. Maaf, ya."
Nara mengangguk.
"Tapi, kamu juga nggak seharusnya marah sampai berhari-hari. Kan, dosa kalau suami ngajak ngobrol, tapi istrinya melengos."
Nara menggigit bibir, kemudian mengangguk pelan. "Maaf, ya?"
Danish tersenyum sembari mengecup kening Nara, "Iya, aku maafin. Ini bulan madu pertama kita, harusnya happy, kan? Aku juga udah nyiapin sesuatu, kok, buat kamu."
"Oh, ya?"
"Hm. Nanti kalau udah sampai di Kyoto."
"Iih... nggak sabar!" Selama hampir 10 jam wajah itu cemberut, kini terlihat ceria kembali.
Dari Bandara Osaka, melanjutkan perjalanan darat ke Kyoto menggunakan kereta. Sebenarnya bisa menggunakan Shinsanken, hanya saja untuk menaiki Shinsanken harus memiliki Japan Rail Pass, untuk membuat JRP dikenakan biaya yang mahal sekitar 5 juta per-orang. Meski lebih efisien soal waktu yang lebih cepat, Danish memilih kereta biasa yang menghabiskan sedikit lebih banyak waktu karena untuk menikmati perjalanan.
Raut Nara berseri-seri, berhasil menginjakkan kaki di negara impiannya. Padahal baru saja menempuh perjalanan pesawat selama sepuluh jam, tetapi kakinya seperti robot yang tak punya rasa lelah. Kakinya lincah ke sana-kemari, seperti anak kecil yang baru diajak ke wahana bermain.
Sampai di Stasiun Kyoto, seorang teman menyambutnya. Dia adalah anak Profesor Rohman, Menteri Pendidikan, yang ditemui Danish pada acara open house di Pendopo Agung beberapa waktu lalu. Ghani namanya. Mereka juga pernah satu kelas di bangku SMA. Ghani menikah dengan orang Jepang dan menetap di sini, membuka usaha penginapan.
"Halo, Nish, apa kabar?"
"Baik, baik, alhamdulilah."
Mereka bersalaman, berpelukan singkat.
"Gue kaget pas lo telpon minta bantuan gue. Gue pikir ada apaan." Ghani dulu adalah teman yang tahu soal penganiyaan Candra, selain Marvin. Ghani juga pernah menemani Danish di ruang penyidik bersama ayahnya yang saat itu masih menjadi Kepala Komnas Perlindungan Anak. "Mau bulan madu, toh. Kok, gue, nggak denger kabar lo nikahan?"
"Intimate, sorry." Danish terkekeh sebentar, menoleh sebentar ke Nara yang sibuk memotret sana-sini. "Sayang? Sini sebentar."
Nara menoleh, kemudian berjalan mendekat.
"Lo bulan madu bawa istri apa bawa adik lo, sih? Muda banget," komentar Ghani.
Wajah Danish langsung berubah panik, "Jangan bilang gitu ke dia, gagal bulan madu entar."
Nara paling tidak suka kalau dianggap seperti adik Danish.
Ghani tertawa, "Bercanda. Gue cuma kagum aja lo bisa dapet istri semuda itu. Baru lulus SMA?"
"Umurnya 25 tahun, btw. Baru lulus S2."
"Buset!" Ghani tercengang, menepuk punggung Danish, "Pinter banget lo cari istri, sialan." Ghani tersenyum menyambut Nara yang baru tiba di depan mereka, "Halo? Kenalin, saya Ghani, teman Danish sekolah."
"Nara, istrinya Kak Danish."
"Iya, tahu, kalau kamu istrinya. Hahaha. Nggak mungkin bulan madu bawa adiknya, kan?" Ghani tertawa.
Senyum Nara langsung pudar. Terdengar helaan napas panjang dari Danish, Ghani memang tidak pernah berubah sejak dulu, sukanya memancing keributan. Suasana langsung sedikit horor beberapa detik sebelum tiba-tiba Nara tertawa bersahabat sembari memukul bahu Ghani. "Hahaha, bisa aja."
Ghani pun ikut tertawa, selamat dari tatapan maut Danish.
Tak menunggu lama, Ghani mengajak mereka untuk melanjutkan perjalanan menuju penginapan yang sudah disiapkan. Penginapan itu terletak di kota tua Kameoka, private villa yang letaknya di bawah pegunungan, di antara rumah-rumah warga dan penginapan lainnya.
Mobil yang mereka tumpangi berhenti di halaman sebuah rumah tradisional Jepang, asri dan rapi. Ada tatanan bunga di sepanjang jalan setapak menuju pintu, ada bunga Sakura di pojok taman, bunganya sedang mekar-mekarnya. Ada tempat duduk santai dari kayu di bawah pohon Sakura. Pagar dari tumbuhan melingkari halaman rumah. Di belakang rumah itu, bukit tinggi dengan rimbun pepohonan. Udaranya benar-benar sejuk, pemandangannya sangat menghipnotis.
"Surprise," bisik Danish di telinga Nara setelah turun dari mobil.
Nara menoleh dengan mata mengerjap haru.
"Suka?"
Nara mengangguk-angguk, "Suka banget!" Gadis itu memeluk erat suaminya sembari berjingkrak-jingkrak kecil, "Makasih, makasih, makasiiih!"
Danish hanya tertawa sembari membalas pelukan istrinya.
Ghani hanya sepuluh menit di sana, mengenalkan Danish pada induk semang yang mengawasi dan memberi pelayanan di penginapan. Merupakan pemilik rumah yang tinggalnya tak jauh dari sini, yang akan menyiapkan segala kebutuhan tamu selama menginap.
Setelah Ghani pergi, induk semang mengantarkan Danish dan Nara untuk masuk ke dalam rumah. Sebuah rumah tradisional yang sebagian bangunan terbuat dari kayu. Lantainya tatami, alas lantai dari anyaman jerami dan karpet tipis yang memberikan nuansa alami serta nyaman. Untuk membuka pintu digeser atau biasa disebut Fusuma.
Rumah ini juga memiliki engawa, serambi terbuka untuk alam. Engawa biasa ditempatkan di sekitar tatami dengan dilapisi lantai kayu yang memberikan kesempatan bagi penghuni untuk menikmati pemandangan alam sambil tetap berada di dalam rumah.
Ada dapur, dua kamar; satu kamar utama dan ruang biasa, satu kamar mandi yang didesain modern dengan sentuhan alam; ada bathup sauna yang lantainya dari tatanan batu-batu kecil. Ruang tamu bergabung dengan ruang makan yang pintunya mengarah pada tsuboniwa, taman kecil di dalam rumah.
Seperginya induk semang untuk menyiapkan makan malam, Danish mendapati Nara sudah tergelepar di atas tatami ruang tamu berbantal tas ransel. Ternyata tubuhnya juga bisa lelah, udara yang sejuk membuat matanya terlelap secepat kilat.
"Nara?" Danish mengusap pelan pipi Nara, "Mandi dulu, baru tidur."
Nara mengerang tak mau diganggu dari kelezatan tidurnya. Badannya benar-benar lelah—kebanyakan berjingkrak.
Danish bangkit dari ruang tamu, berjalan menuju kamar utama. Menggeser pintu lemari untuk mengambil futon—alas tidur—dan menatanya. Setelah itu dia kembali ke ruang tamu, menggendong Nara ke kamar. Meletakkan pelan istrinya di atas futon. Danish juga melepaskan jilbab, kaos kaki, dan sweater yang dipakai Nara.
Danish tersenyum sembari menyelimuti gadis itu, "Kupikir nggak punya rasa capek. Istirahat aja dulu, ya." Pria itu membumbuhkan kecupan di kening Nara.
Setelah menutup pintu pelan dan sempurna, Danish membongkar koper-koper dan menata semua baju-bajunya serta baju-baju Nara di ruangan sebelah.
"Baju sebanyak ini katanya nggak punya baju," cicitnya sembari menggantung satu-satu di lemari. Semua ditata rapi, termasuk make up dan barang-barang Nara lainnya.
Setelah semua rapi, Danish pergi mandi dan beristirahat di engawa, menatap pemandangan yang sejuk dan asri. Pikirannya yang setiap detik dalam kebisingan, mendadak terhipnotis untuk merasa tenang dan sunyi.
"Sempurna," lirihnya.
***
3-4 bab ke depan bakalan dimabuk Jepang,
YMMA (yang manis manis aja) xixixi
Sampai jumpa next part 💞
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro