Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

023: Masa Depan dan Masa Lalu

Bagi Nara, Danish seperti danau yang tenang. Tidak bisa ditebak kedangkalannya, arus di bawahnya, atau bahkan hewan-hewan buas yang menghuninya. Seperti teka-teki yang buta petunjuk, membuat Nara merasa takut jika mati tenggelam di dalamnya. Namun, bagi Nara, Danish juga seperti air terjun yang deras. Selain keindahan, ada kesejukkan dan sumber bahagianya di sana. 

Seperti detik ini, Danish menjadi danau sekaligus air terjun yang mengantarkan Nara pada lonjakan perasaan yang drastis, naik turun bagai  rollercoaster. Ada perasaan melambung dan juga perasaan takut saat Danish mengajaknya bertemu dengan Isabel, duduk bertiga di ruang tamu dengan guncangan canggung dan gugup yang saling bertabrakan satu sama lain. 

"Namanya Nara, dia calon istriku, Isabel." 

Danish memperkenalkan Nara di depan mantan yang detik ini masih mendiami hatinya. Meski berat melakukan ini di mana cinta masih ada, Danish harus dan terpaksa. Mungkin hari ini juga menjadi langkah pertamanya untuk benar-benar melupakan Isabel. 

"Kalian pernah bertemu," ujar Danish membuka kalimat setelah ketiganya membisu untuk beberapa menit. "Di Kedai Shabu-Shabu sekitar dua bulan yang lalu."

"Jadi kalian akan menikah?"

"Hm, bulan depan," jawab Danish. Pria itu duduk tegak dengan wajah yang serius, sementara Nara duduk di sampingnya hanya menatap ujung hijab yang diputar-putar kecil dengan jarinya. "Kalau kamu mau datang, aku bisa mengundangmu."

"Nggak perlu," jawab Isabel spontan.

Nara tengah tertindih perasaan insecure luar biasa, di depannya itu adalah idolanya. Panutannya soal kesehatan dan perawatan diri. Edukator terkenal yang memiliki lebih dari lima juta pelanggan di kanal Youtube. Mendadak Nara seperti ditusuk belati saat menyadari kesenjangan di antara dirinya dan mantan kekasih calon suaminya itu. 

"Aku ke sini mau meluruskan kesalahpahaman kemarin lusa dan meminta kamu untuk tidak melakukannya lagi."

"Melakukan apa?"

"Datang ke apartemenku."

Isabel tersenyum miring, ada jeda beberapa detik lengang. Kemudian Isabel kembali tersenyum lebar, "Kamu mencintainya?"

Tentu hal itu seperti dua mata pisau mengarah pada Nara. Jika Danish mengatakan ia belum mencintai gadis itu, satu mata pisau akan menusuk Nara. Namun, jika Danish mengatakan ia mencintai gadis itu, mata pisau lainnya akan menusuk Nara. Karena itu bukan kenyataannya. 

"Kamu masih mencintainya?" Tak disangka oleh Danish, Nara mengujar pertanyaan itu pada Isabel.

Perempuan di depannya itu kicep. Banyak pelayan di rumah ini akan mendengar dan bisa saja melaporkan hal itu pada Indra, suami Isabel atau pada mertuanya. Namun, kenyataannya memang ia masih sangat mencintai Danish. Menjalani hubungan dengan pria baik, bertanggung jawab, perhatian dan peka adalah keberuntungan bagi seorang perempuan. Namun, tidak jika berbeda keyakinan. 

Raut Isabel berubah drastis, ia terlihat hangat dengan senyuman yang lebar, "Tentu. Sebagai sahabat. Ya, kan, Danish?"

Danish hanya bergeming, ia tahu bahwa Isabel mencoba menutupi faktanya. Tatapan Danish seolah menembus kebohongan Isabel. Sementara Nara, ia mendadak tidak suka dengan perempuan itu. Semua hal tentang Isabel, mendadak Nara membencinya. 

"Jangan khawatir. Aku sama Danish itu udah lama selesai. Lagian, kan, aku udah nikah," ujar Isabel kembali, "Selamat atas rencana pernikahan kalian. Maaf, bulan depan aku harus ke Paris untuk menghadiri konferensi kedokteran kulit, kemudian lanjut promosi brand GlowingGo di New York, habis itu liburan sama suami ke Abu Dhabi. Dipastikan bulan depan aku nggak ada di Indonesia. Jadi, nggak perlu kirim undangan."

Nara dapat melihat bahwa Isabel mencoba memperjelas kesenjangan status di antara dirinya dan Nara. 

"Nara, alumni kampus mana?" tanya Isabel dengan nada yang lebih akrab, berbeda saat setelah Danish memperkenalkan Nara sebagai calon istrinya. Beberapa menit lalu terlihat jelas raut cemburu di wajah perempuan 29 tahun itu. 

"Maharaja."

"Oh, ya? Adik tingkat kita, dong! Ya, kan, Danish?" Isabel tiba-tiba berdiri dan duduk di samping Nara. "Rumah kamu di mana? Kulit kamu bersih banget, ya. Perawatan apa?"

Danish berdiri meraih tangan Nara, "Maaf, nggak bisa lama-lama. Aku dan Nara harus balik ke kantor segera. Ayo, Nara."

Nara turut berdiri. "Maaf, kami permisi."

"Tunggu sebentar," cegah Isabel meraih tangan kiri Nara, sementara pergelangan tangan kanan Nara dipegang erat oleh Danish. "Ada yang ingin aku sampaikan sama calon istrimu, Danish."

"Apa lagi?"

Isabel tersenyum menatap Nara, "Selamat, ya, kamu akan dinikahi pria sebaik dan sesempurna Danish. Aku yakin kamu pasti bahagia, seperti aku dulu. Aku bahagia banget waktu sama dia. Kamu perempuan beruntung jadi jodohnya."

Nara hanya bergeming menatap Isabel. 

"Meskipun nanti dia udah jadi suami kamu, tapi dia tetep sahabat aku. Seorang sahabat itu sampai kapan pun akan selalu ada buat sahabatnya."

"Maksudnya?" tanya Nara tak mengerti dengan kalimat terakhir Isabel. 

"Ayo, Nara." Danish menarik tangan Nara untuk beranjak dari sana sebelum Isabel mengatakan hal-hal aneh yang akan merunyamkan hubungan Nara dengan Danish. 

"Bye, bye!" Isabel melambai dengan senyuman dan tatapan yang demi apa pun Nara benci melihatnya. Seperti senyum dan tatapan yang menyimpan maksud tertentu. 

*** 

"Meskipun nanti dia udah jadi suami kamu, tapi dia tetep sahabat aku. Seorang sahabat itu sampai kapan pun akan selalu ada buat sahabatnya."

Kalimat itu berputar-putar di kepala Nara sepanjang perjalanan pulang ke kantor. Kalimat itu seolah menegaskan bahwa sampai kapan pun Isabel akan terus berikatan dengan Danish, meskipun keduanya sama-sama sudah menikah dengan orang lain. Hati Nara tiba-tiba merasa nyeri, ada kekalutan yang mendera di dada. 

Isabel adalah mantan kekasih Danish yang sekarang menjadi sahabatnya. Sepertinya sampai kapan pun Isabel akan terus menjadi bayangan di hubungan antara dirinya dan Danish. 

"Mau makan dulu sebelum balik ke kantor?"

Nara menggeleng. 

"Kamu kenapa?"

"Nggak apa-apa." Nara mencoba mengusir kekalutan di kepala, "Aku boleh hidupin pemutar musik?"

Danish berdecih sembari tersenyum kecil, "Waktu itu aja kamu nggak pakai izin, konser dadakan di mobilku." Jeda tiga detik, "Hidupin aja nggak apa-apa."

Nara mengangguk terima kasih. Kemudian jari telunjuknya mengetuk-ngetuk layar di dashboard, alunan musik mulai terdengar. Tak disangka lagu yang berputar adalah lagu Vionita yang berjudul Dia Masalalumu, Aku Masa Depanmu. 

"Dia masa lalumu, aku masa depanmu. Dia hancurkan kamu, kususun kembali hatimu..."

Mendadak mobil pengap dengan suasana canggung, Nara buru-buru mengetuk layar musik untuk mengganti lagunya. Namun, Danish mencegah.

"Biarin aja."

Lagu selama empat menit itu seperti berputar empat jam. Lagunya sudah berakhir, tetapi rasa canggungnya tak kunjung berakhir. Romantika yang semula lucu dan menggemaskan, mendadak sesak dengan berbagai perasaan.

Hampir satu jam mereka membisu, sibuk dengan hati masing-masing. Nara tenggelam dalam rasa kekalutan dan juga debaran atas sikap Danish beberapa waktu lalu. Sementara Danish mengulang segala detik demi detik dilewatinya saat berhadapan dengan Isabel, kemudian setitik muncul bahwa keputusannya hari ini adalah tepat.

"Isabel—"

"Jangan bahas dia."

Nara mengembuskan napas kecewa, setidaknya gadis itu ingin tahu seberapa dalam rasa cinta Danish yang tertinggal. Namun, sikap Danish kembali tertutup dan dingin.

"Kamu mau nikahin aku, kan?"

Danish menoleh sebentar.

"Aku nggak mau kamu nikahi kalau kamu belum selesai dengan Isabel."

"Aku sudah selesai dengan Isabel."

"Hubungannya, kalau perasannya pasti belum," sahut Nara menebak tepat sasaran.

"Jangan sok tahu."

"Apa, sih, Kak, alasanmu mau dijodohin sama aku?"

Lengang sebentar, lagu berganti dengan lagu Tak Segampang itu. Mengisi kekosongan ruang dan waktu yang dilibas dengan perasaan campur aduk. Kenapa Tuhan seolah mengantarkan penjelasan melalui lagu yang sedang diputar secara acak itu?

"Sesuai tuh sama lagunya."

Danish mengetuk layar di-dashboard. Lagu berhenti, menyisakan deru mobil melaju di antara kendaraan lainnya.

Sekeluar dari tol, mobil melipir ke tepi jalanan. Danish tidak bisa menjelaskan sesuatu sementara fokusnya terpusat pada laju kendaraan. Ia memberhentikan mobil kemudian menoleh ke Nara.

"Sepertinya kita harus memajukan tanggal pernikahan kita," ucapnya sekonyong-konyong membuat Nara terbeliak kaget, tak percaya.

"Kak, kamu belum ngejawab. Apa alasanmu mau dijodohin sama aku? Inget, nggak, kamu? Siang harinya kamu bilang kalau misal di dunia ini cuma nyisahin aku sebagai satu-satunya perempuan, kamu milih buat nggak nikah seumur hidupmu. Tapi, waktu malamnya kita ketemu di restauran, kamu langsung menyanggupi perjodohan. Aku itu nggak ngerti sebenarnya sama kamu!"

Jeda beberapa detik.

"Kamu itu ambigu, tahu, nggak, sih, Kak!"

"Alasanku pertama," sahut Danish, menatap lurus mata Nara yang terlihat mengembun. "Aku sudah waktunya menikah dan aku nggak mau pacaran lagi. Kedua, kenapa aku mau dijodohin sama kamu karena kamu putrinya almarhum sahabat mama. Aku tahu keluargamu, asal usulmu, kamu dari keluarga baik-baik. Ketiga, aku memang belum mencintaimu, tapi aku tahu kamu perempuan baik-baik. Keempat, karena itu kamu. Karena itu kamu yang suka lebih dulu sama aku tanpa memandangku siapa. Karena itu kamu..." kalimatnya menggantung.

"Mencintaimu?"

"Hm."

"Tapi, kamu mencintai Isabel."

Danish mengangguk dan meledak rasa sakit di hati Nara. Danish benar-benar abu-abu dan ambigu.

"Karena kamu belum jadi istriku. Belum ada kewajibanku mencintaimu. Nara, kalau kamu menagih cinta sekarang, jujur aku belum punya. Tapi, kalau kamu menagihnya setelah kita menikah, aku akan mengusahakan ada dan memberimu lebih banyak dari yang kamu beri buatku."

Air mata mengalir di pipi Nara. Hatinya benar-benar ditarik ulur bagai layangan. Sedetik ia bahagia, sedetik kemudian ia terjun bebas.

"Kalau begitu, nikahin aku secepatnya," pinta Nara mendentumkan dada Danish.

"Hm, ayo kita menikah secepatnya," jawab Danish mendentumkan dada Nara.

***


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro