Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

012 : Presentasi

Selama Marvin dalam tahap pemulihan pasca serang jantung, Danish mengomando perusahaan. Permintaan Daniel Mark untuk bisa menjalin kerja sama dengan perusahaan Shabiru Group sedang dirapatkan mencangkup semua divisi dalam perusahaan.

Benar apa yang pernah dikatakan Nara kalau PT. Nawasena harus melakukan perubahan besar-besaran atau kalau bisa memiliki wajah baru. Terutama pada kedai kopi mereka yang mengusung konsep vintage , tapi gagal total.

"Sebagai anak muda yang baru merasakan fase orang dewasa di mana sudah mendapatkan beberapa tekanan kerja maupun realita yang tak sesuai harapan, dari seringnya hati patah karena cinta, atau pun lelahnya berjuang dari mimpi yang dikejar dan—"

"Kamu mau menjabarkan konsep atau mau curhat?" sela Danish tidak tahan dengan presentasi Nara yang bertele-tele.

"Maaf." Nara menggigit bibirnya.

"Lanjut."

"Dan banyaknya kasus bunuh diri mahasiswa karena tekanan kuliah dan keluarga, sempitnya ruang untuk mengekspresikan diri, tidak ada tempat yang nyaman untuk bersandar dan melarung segala kesedihan. Tiada tempat meniti kisah romansa yang pedih, senang, dan bermomentum."

Danish berdecak kesal bergeleng-geleng, Nara masih saja melanjutkan sesi curhatan.

"Jadi...," jeda tiga detik, tergambar sebaris senyum di wajahnya, "Nawasena memberikan tempat itu untuk mereka."

Semua orang kompak mengerutkan kening, termasuk Danish.

"Maksudnya?"

Nara menggeser slide presentasinya, muncul di proyektor sebuah konsep desain sebuah ruangan berbentuk 3D. Nara menggeser-geser panel dan menjabarkan satu-satu dari desain yang ia gambar setahun yang lalu, kemudian disempurnakan papinya yang ahli dalam tata letak ruangan.

Danish pikir ide Nara adalah kekanakan sesuai dengan tingkah lakunya, tetapi di luar dugaan. Bukan warna pink yang mendominasi desain ruangan itu. Namun, warna putih dan cokelat tua.

"Kalau Kedai Cinderella mengangkat konsep Garden Kafe, kita akan mengangkat tema ... Mental Health. Di mana yang datang ke kedai kita akan menemukan tempat, hiburan, dan juga teman."

Desain itu seperti kebanyakan kafe, ada bar counter dan deretan meja. Sepertinya Nara tak ingin meninggalkan kesan vintage, konsep sebelumnya. Jendela kafe beraksen Jawa dengan ukiran, begitu juga dengan pintunya.

Dindingnya berwarna putih. Meja-meja, counter, jendela dan pintu berwarna cokelat tua. Ada dua jenis ruangan, yang satu diperuntukan untuk mereka-mereka yang menginginkan kesedirian, baik itu untuk merenung, bekerja atau mengerjakan tugas. Dan ruangan sebelah lagi untuk ruang kelompok, dibuat lesehan dengan kursi bantal warna-warni, ruang berekspresi.

"Meja berbentuk bundar dipilih karena merepresentasikan kehidupan, apa yang terjadi dalam hidup selalu berputar, kesedihan hari ini akan berakhir dan bertemu dengan bahagia di kemudian hari."

Nara menggeser slide ke ruangan kelompok, "Tidak sekadar mengumpul bersama teman, tapi kita menyediakan terapi ringan mengurai kesedihan dengan melukis. Melukis adalah salah satu bentuk terapi yang biasa disarankan psikiater untuk menanggulangi keparahan depresi. Ini juga bisa menambah pendapatan kita, kita bisa menyediakan kanvas dan cat air."

"Lukisan-lukisan mereka kita bisa tempel di dinding sebagai bentuk penghargaan dan dukungan. Meski terkesan kecil, dukungan itu sangat penting untuk orang-orang yang sedang di masa sulit," ucap Nara dengan seulas senyum dan tatapan penuh arti.

Danish menatap lamat-lamat gadis itu, menangkap sebuah arti senyum dan kilat matanya saat menjelaskan konsep tersebut. Benak Danish meroda, mungkinkah cegil di depannya ini pernah melewati masa depresi? Setiap kalimat yang ia utarakan membawa hati ikut merasakan sebuah kepedihan yang lama terpendam.

Mungkinkah Nara tidak segila itu aslinya? Tawa dan tingkahnya hanya menutupi sebuah luka yang besar di lubuk hatinya?

"Pak? Pak Danish?"

Panggilan dari Nara membuyarkan lamunan Danish, ia berdeham sebentar untuk mengembalikan fokus, "Bagus."

Semua orang mengangguk sependapat dengan Danish.

"Untuk nama baru?" tanya Danish.

Nara mengangguk sejurus kemudian menggeser slide, muncul tujuh kata sebuah nama baru dalam bahasa asing. Namanya terkesan kekinian, mudah diingat dan juga cukup menarik.

"Soonday," sebut Nara, bibirnya kembali mengulas senyum. "Diambil dari bahasa asing, soon yang artinya segera, day yang artinya hari. Segala kesedihan akan bertemu bahagia segera di kemudian hari."

Ruangan rapat senyap untuk beberapa detik. Sebelum Jian, rekan kerja di Tim Pengembang berdiri dan memberi Nara standing applause. Tak lama kemudian diikuti semua orang di ruangan itu, kecuali Danish yang hanya mengangguk-angguk.

Nara tersenyum melega, ide yang selama ini hanya mengendap dalam kepalanya akhirnya tersuarakan. Sebuah tempat yang mampu menjadi teman untuk orang-orang yang sedang dalam masa sulit.

Tak hanya itu saja, Nara juga menyuarakan ide untuk menerima karyawan part time, mendukung pelajar atau mahasiswa mandiri untuk menghasilkan uang. Ia bahkan memilihkan beberapa lagu-lagu mental health yang bisa diputar di kedai.

Nara juga memberi ide seragam karyawan kedai yang lebih casual dan masih satu konsep warna dengan kedainya. Gadis itu tak pernah bohong, bahwa ia memang punya konsep sedetail itu sampai pun petugas keamanan dan tata letak luar kedai. Semua dirancang selengkap mungkin.

Usai rapat, semua orang kembali ke meja masing-masing.

"Hei, kamu keren banget," puji Jian, pria jangkung yang meja kubikelnya bersebelahan dengan Nara.

"Makasih, Kak. Semoga di-acc."

"Pastilah." Jian mengulurkan sebungkus cokelat, "Ini buat kamu."

Nara si pencinta makanan manis itu langsung berbinar, meraih cokelat tersebut dengan girang. Seperti anak kecil yang baru dibelikan balon. Danish yang melihat itu dari arah pintu berdecih. Menduga kuat kalau Nara punya dua kepribadian.

Di ruang rapat tadi Nara terlihat seperti gadis pintar yang bijak, di luar ruang rapat kembali terlihat seperti kekanakan.

"Nara?"

Nara yang sedang berbagi cokelat dengan Veve, menoleh. "Iya, Pak?"

"Ikut ke ruangan saya."

Gadis itu menyambut ajakan dengan antusias, "Jangan, kan, ke ruangan Bapak. Ke KUA juga mauuuu!" Nara berdiri dan berlari kecil ke arah Danish.

Jian dan Veve menahan tawa, sudah mulai terbiasa dengan sikap 'cegil' Nara yang terang-terangan mengejar manager kantornya itu. Sementara Sofie dan Wina saling melirik, memutar dua bola mata mereka hampir bersamaan.

Danish masuk ke dalam ruangannya, diikuti langkah Nara beberapa langkah di belakang. Setelah pintu terdengar tertutup, Danish membalikkan badan. Nara yang mengira Danish langsung duduk di kursinya itu berjalan cepat, timing yang pas untuk bertabrakan.

Kepala Nara membentur keras dada Danish dan terjungkal ke belakang. Beruntung Danish tangkas menahan punggung Nara. Persis seperti di adegan sejuta umat drama korea, mereka sempat bertatapan beberapa detik.

Danish tidak tahu kalau Nara sedekat ini terlihat cantik, mata bulatnya terlihat jelas, kulit pipinya yang sehat dan bersih. Lalu, bibirnya yang terlihat sangat ranum bagai lukisan berkilap yang menggoda.

Glek! Danish menelan salivanya.

"Pak?"

Kesadarannya kembali, buru-buru Danish melepas punggung itu dan membiarkan bokong Nara terjun bebas ke lantai.

"Aduh!"

Danish berdeham mengusir rasa gugup yang tiba-tiba menyerang, "Kalau jalan itu yang benar! Kamu manusia apa banteng? Main seruduk aja."

Nara mendongak dengan tatapan sebal, "Lah situ yang tiba-tiba balik badan, ya, mana saya tahu."

"Cepat berdiri."

Dengan meringis karena bokongnya ngilu, Nara berdiri. Selain bokong, pucuk dahinya juga sakit karena membentur keras dada bidang pria itu. Untung Danish adalah pria yang disuka, coba kalau bukan pasti beda cerita.

"Ada apa saya disuruh ke sini?" tanyanya sambil mengusap-usap dahi.

Danish kehilangan fokus untuk beberapa saat, ia mendadak lupa tujuan memanggil Nara ke ruangannya. Beruntung pria itu langsung ingat, wajahnya yang menahan rasa panik karena takut dipermalukan atas kejadian tadi, sekejap langsung kembali tenang.

"Ide-ide yang kamu sampaikan tadi di rapat, benar murni dari kamu sendiri?"

Nara mengangguk.

"Yakin tidak mencotek ide dari kedai lain?" Pernyataan itu membuat Nara menatap tidak terima karena ide-idenya diragukan.

"Ide itu termasuk hal yang krusial, karena klaim dari pihak yang dirugikan bisa membuat jelek nama perusahaan," lanjut Danish meluruskan kesalahpahaman.

"Oooh, benar, itu murni dari saya. Ide itu sudah lama saya pikirkan. Kalau mau bukti, ada beberapa catatan otentik mengenai kerangka ide tersebut."

"Catatan otentik?"

"Hm. Buku diari saya."

Tepat dugaan Danish, ide-ide itu berasal dari pengalaman pribadi Nara. Arti senyuman dan kilat mata Nara saat presentasi itu seperti bukan Nara yang menyebalkan, Nara si cewek gila, bukan Nara yang kekanakan.

Namun, Nara yang terluka.

"Hello, kenapa diam?" Nara membuyarkan keheningan di wajah Danish. "Apa kamu sedang menyadari kecantikanku? Sedang mempertimbangkan untuk menjadikan aku pacarmu?"

"Ck, haish," decak kesal pria itu, tetap saja gadis ini gila. Danish kembali berdeham, mengusir pikiran yang menganggu. "Kalau begitu ikut saya presentasi ke Presdir di rumah sakit hari ini," jawab Danish, tak menanggapi kalimat Nara barusan.

"Siap!" Nara antusias menyanggupi tugas, "Kalau ke KUA, kapan?"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro