Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bonus (?)

Suara chainsaw memenuhi indra pendengaran. Seorang pria yang tergeletak di lantai sambil mendongak menatap seorang pria yang sedang memegang chainsaw . Suaranya terasa semakin menggema ketika pria itu mengangkat chainsaw ingin menghujam pria yang tergeletak di lantai.

"ZEIN !" jerit Anna langsung terbangun dari tidurnya.

Keringat dingin bercucuran di pelipis dan juga punggungnya. Nafasnya terasa tersengal. Anna pun menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Berusaha menarik nafas dalam-dalam dan di keluarkannya perlahan.

Suara ketukan pintu terdengar membuat Anna tersentak kaget. "Si-siapa?." ucapnya dengan nada gentir.

"Hoi Annabelle, Apa terjadi sesuatu? Anna." itu suara Zein.

Anna pun langsung menyibak selimut yang menutupi kakinya dan berjalan cepat ke arah pintu kamar. Anna pun segera memutar kunci pintu dan menarik kenop pintu. Terlihat postur tubuh tegap Zein yang di tutupi dengan kaos berwarna abu-abu dengan model rambut yang sedikit acak-acakan.

Anna menatap Zein dengan nafas lega. Tanpa sadar Anna menangkup wajah Zein dengan kedua tangannya. Zein yang melihat gelagat Anna menatapnya dengan tatapan bingung.

"Hei, ada apa dengan-" ucapan Zein terpotong ketika Anna langsung memeluk Zein.

Zein semakin dibuat bingung melihat gelagat Anna. Mungkinkah Anabelle kerasukan sesuatu?. Pikir Zein.

Suara isak tangis keluar dari mulut Anna. Anna semakin menengelamkan wajahnya ke dada bidang Zein. Zein pun perlahan membalas pelukan Anna dengan lembut.

"Tenanglah, pasti itu cuman mimpi buruk, "ucap Zein dengan lembut. Tanpa sadar Zein mencium puncak kepala Anna.

Zein pun perlahan melepaskan pelukan Anna darinya. Zein menarik dagu Anna pelan, mengusap air mata dengan tangan satunya.

"Sudahlah, jangan menangis lagi. Kau semakin mengerikan jika menangis." spontan Anna langsung memukul pelan badan Zein sementara Zein mendengus geli.

"Sialan kau,"ucap Anna parau akibat habis menangis.

"Kembalilah tidur, kupikir kau sedang kerasukan apa. Selamat tidur."

Ketika Zein hendak pergi, Anna menarik kaos Zein, membuat Zein kembali berbalik pada Anna
.

"Temani aku," ucap Anna sambil merunduk.

Ucapan Anna barusan membuat desiran aneh menjalar di seluruh tubuh Zein terutama di bagian jantung.

"Bukankah ini masih-"

"Bukan begitu dasar bodoh. Cukup temani aku sampai tertidur baru kau boleh kembali ke kamarmu bukannya mengajakmu tidur di kamarku. Dasar pantat wajan bego!."

Zein mendengus geli dan kembali berpura-pura bodoh. "Padahal aku tidak mengatakan akan tidur di kamarmu. Oh... Apa kau ingin tidur bersamaku?"
"Dasar pantat wajan songong. Kalau tidak mau yah sudah aku-"
"Iya, iya. Ayo, masuklah dan kembali tidur. Aku sudah capek mendengar omelanmu,"ucap Zein sambil mendorong Anna masuk ke kamar dan menutup pintu kamar Anna.

Tanpa permisi Zein membaringkan tubuhnya di atas kasur Anna, membuat Anna menatap tajam Zein. Zein yang menyadarinya langsung memasang wajah polosnya.

"Apa?."

"Turun. Itu kasurku."

"Bukannya kau memintaku untuk menemanimu tidur?."

"Iya, tapi bukan berarti kau juga tiduran di atas kasurku. Turun."

"Kau pikir aku mau duduk sambil menatapmu yang seperti hantu itu. Kau pikir aku sedang menjenguk orang sakit?."

"Orang yang sakit itu kau. Sekarang turun atau jangan salahkan aku jika aku memaksamu untuk turun secara kasar, mengerti."

"Coba saja." ucap Zein enteng.

Anna pun segera mendatangi Zein sambil menarik tangan untuk bangkit dari kasurnya. Entah karena efek capek atau memang tidak mempunyai tenaga lagi hingga menarik Zein saja, tubuh Zein tidak bergeser senti pun. Zein yang jengah melihat usah Anna langsung menarik Anna hingga spontan langsung menuburk tubuh Zein.

"Dasar Annabelle lemah. Membuat tubuhku tergeser sedikit saja tidak bisa, ini malah membuatku jatuh dari kasurmu. Jangan bermimpi Annabelle."

Anna yang mendengar cibiran dari Zein langsung mengembungkan ke dua pipinya dan menyembuyikan wajahnya di dada Zein sambil menarik kaos yang di kenakan Zein.

"Aku takut,"lirih Anna.

Zein tidak menyahuti perkataan Anna hanya diam menunggu perkataan Anna selanjutnya.

"Aku takut kau mati di bunuh oleh pria misterius itu. Gara-gara perkataan Alexsander bahwa bukan dia yang bersama kita saat itu membuatku ketakutan. Kalau orang itu benar-benar membuhmu maka..."

"Zein..."

Zein mengelus pelan kepala Anna. Zein menatap langit-langit kamar dengan ekspresi tidak terbaca.

"Jika benar kalau bukan Alexsander yang bersama kita. Setidaknya kita bersyukur karena orang itu tidak membunuhku atau membunuhmu."

"Tapi tetap saja membuatku takut. Gimana kalau orang itu datang lagi dan membunuhmu. Aku tidak terima jika itu benar-benar terjadi."

"Kau mencintaiku, Anna?"

Deg

Desiran aneh menjalar di seluruh tubuh Anna terutama jantungnya yang kini berdetak lebih cepat. Anna semakin meremas kaos Zein. Merasa tidak ada balasan dari ucapannya tadi, Zein pun mendongak melihat Anna yang sudah memejamkan matanya.

Zein melihatnya pun mendengus geli dan kembali menjatuhkan kepalanya di atas bantal. "Dasar tidak peka,"gumannya.

Zein pun perlahan menjatuhkan tubuh Anna ke samping. Zein melihat Anna masih menarik kaos yang di kenakannya. "Yah ampun, apa aku harus menemaninya sepanjang malam?" keluhnya sambil melihat wajah Anna yang sedikit tertutup helaian rambutnya.

Zein pun memperbaiki posisi baringnya lebih nyaman. Tangannya menyibak rambut Anna yang menutupi wajahnya.

"Kau tau Anna, satu-satunya anak yang menangis kencang dan melindungiku ketika kejadian itu hanya kau. Panik sendiri, nangis sendiri, sejak saat itu aku hanya bisa melihatmu saja, tidak ada yang lain." Zein perlahan melepaskan tangan Anna dari kos Zein.

Zein pun bangkit dari posisinya dan berjalan ke arah pintu kamar. Sebelum benar-benar pergi, Zein kembali mendekat pada Anna dan mencium kedua mata Anna yang tertutup dan menyelimutkan badan Anna sampai bahunya.

"Selamat Tidur Anna," ucap Zein dengan nada lembut di telinga Anna.

Zein pun berjalan keluar dari kamar Anna. Ketika Zein menutup pintu kamar Anna secara sempurna. Zein di kejutkan dengan ibunya yang kini menganakan masker di wajahnya dan baju piyama panjang yang di kenakannya. Ibunya tersenyum genit sambil menaik-naikan kedua alisnya.

"Ibu, wajahmu mengerikan sekali," ucapan Zein membuat ibunya mencubit pipinya Zein.

"Apa katamu?" ucap ibu Zen penuh penekanan.

"Iya, iya Ampun,"ucap Zein 

Ibunya Zein pun melepaskan cubitanya ."Ekhem...tidak baik kau diam-diam masuk ke kamar wanita yang sedang tertidur,Zein."

"Jangan berpikiran yang aneh-aneh, ibu. Keponakanmu menyusahkanku saja, hanya gara-gara mimpi buruk dia mintaku untuk menemaninya."

"Benarkah?."

"Sudahlah, aku ingin tidur. Selamat malam ibu,"ucap Zein berjalan melewati ibunya tanpa melihat ke arah ibunya lagi.

Ibunya yang melihat punggung anak satu-satunya itu tersenyum manis. "Senang melihatmu yang hangat dan menyenangkan seperti dirimu yang dulu, Zein."

Ibu Zein pun menatap pintu kamar Anna. " Walaupun kau menunjukannya hanya pada dia seorang. Anna, teruslah bersama Zein." 

Semantara di kamar Anna. Anna menyembunyikan wajahnya dengan bantal sambil berguman tidak jelas. Anna menyingkirkan bantal di wajahnya, rona merah terlihat jelas di wajahnya. Kejadian barusan membuatnya tidak bisa mengontrol dirinya termasuk jantungnya yang berdetak kecang. Bayangan kejadian yang di alaminya beberapa menit yang lalu terus berputar bagai kaset rusak. Dan di pastikan malam ini akan menjadi malam yang panjang buat Anna. 


Selesai...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro