Side Story: Sinar - Cakra (Kantor Lama)
Yuhuu bonus wkwk biar tau waktu Sinar sekantor sama Cakra👀
Komen yang banyak yaw!😍
•
•
Satu hal yang paling Sinar benci sekarang adalah bosnya. Iya, Cakrawala Soetomo yang sok keren itu. Mentang-mentang lulusan luar negeri jadi merasa sok pintar. Padahal cara Cakrawala mengatur perusahaan tidak sebagus CEO terdahulu yang bernama Reya Mikala. Sayangnya CEO terdahulu pindah ke perusahaan lain dan digantikan dengan Cakrawala.
Sinar baru saja keluar dari kamar mandi habis mencuci muka yang mendadak gerah gara-gara disuruh lembur. Tepat setelah dia keluar, dia berpapasan dengan Cakrawala. Kalau ada satu orang yang dengan terang-terangan menatap Cakrawala tentulah Sinar orangnya. Dia memperhatikan Cakrawala yang sedang memainkan ponsel selagi berjalan. Sebenarnya ini bisa jadi kesempatan emas Sinar untuk nyelengkat bosnya. Namun, dia masih punya hati nurani. Bisikan setan dalam diri langsung diusir biar dia tidak menambah dosa.
Kalau diperhatikan, Cakrawala memang rupawan. Wajah mulus kinclong bak ubin masjid, kulit putih bersih mirip porselen, dan tinggi tubuh nan atletis yang memukau, bukanlah sesuatu yang tidak bisa dibanggakan. Sinar mengakui kalau Cakrawala tampan. Tidak ada yang sekinclong Cakrawala di perusahaan ini. Kalau pun ada paling cuma satu atau dua orang. Namun, dia tidak suka sikap Cakrawala. Sudah tidak peduli sama pegawai, galak, ketus, semua yang minus-minus ada pada Cakrawala, deh!
"Muka doang ganteng, tapi kelakuan nggak ganteng." Gerutuan Sinar diucapkan pelan setelah melewati tubuh Cakrawala. "Mudah-mudahan dia diganti."
Cakrawala mendengar perkataan Sinar. Dia berhenti sejenak dan menoleh ke belakang memperhatikan perempuan yang seakan-akan sedang mengatainya. Perempuan itu semakin jauh. Dia tidak tahu siapa nama pegawai itu. Kalau tahu sudah pasti dia tegur. Tak mau memusingkan kata-kata perempuan tadi, dia melanjutkan langkah.
Baru akan masuk ke dalam kamar mandi, Cakrawala mendengar teriakan yang cukup keras hingga berhasil menghentikan langkah akibat suara nyaring yang mendengung tak jauh darinya. Hal ini membuat Cakrawala berhenti di depan kamar mandi.
"Sinaaaarrrrrr!"
Sosok yang dipanggil menoleh. Cakrawala melihat ke arah perempuan yang baru saja menoleh.
"Apaan, sih, Maaaay?! Jangan teriak-teriak. Lo pikir pasar!" sahut Sinar cukup keras.
"Lo juga te--eh, maaf, Pak." Maya, si pegawai yang hobi memanggil dengan teriakan ajaibnya, menunduk panik begitu menyadari keberadaan Cakrawala. Tak mau melanjutkan teriakan yang mengganggu, Maya berlari menghampiri Sinar sebelum dimaki-maki Cakrawala.
Cakrawala memperhatikan dua pegawai yang ternyata sama-sama punya suara sekeras stereo. Dari panggilan yang baru didengar, dia jadi tahu nama perempuan sebelumnya. Namanya Sinar. Entah Sinar rembulan, Sinar cinta atau apalah itu. Cakrawala tidak mau tahu dan bergegas masuk kamar mandi. Kali ini sungguhan, sudah tidak ada lagi yang teriak-teriak.
👔👔👔
Di atas rooftop gedung kantor yang boleh dipergunakan para pegawai untuk makan siang dan beristirahat, Sinar makan sandwich buatan Ratri bersama teman-teman yang lain. Ada pula Taksa, bos dari divisi marketing yang turut bergabung. Mereka membahas hal-hal random seputar cuaca ataupun masalah hidup yang mulai menjadi masalah krusial. Sinar cuma menjadi pendengar setia.
"Pak Taksa kemarin jalan sama Mbak Elira, ya?" mulai Ratri menggoda.
"Waduh! Gosip dari mana, tuh?" sahut Taksa santai.
"Yakin gosip doang, Pak?" Kali ini Maya menyenggol bahu bosnya. Spontan.
"Kemarin saya jalan sama Sinar. Iya, kan, Sinar?" Taksa melirik Sinar yang fokus menyantap sandwich.
Sinar tidak mendengar jelas obrolan terakhir. Wajahnya planga-plongo saat yang lain menatapnya. Bingung juga mau menanggapi apa karena dia tidak menyimak.
"Gimana, Pak?" tanyanya sambil nyengir.
"Kemarin lo jalan sama Pak Taksa? Emang iya?" Maya, si bolot yang mudah dikelabui, mengulang ucapan yang dijabarkan bosnya.
Sinar melihat bosnya sebentar. Taksa tampak menaikkan kedua alisnya agar dia menjawab iya. Sinar hendak menjawab iya meskipun tidak tahu kenapa dia harus melakukan itu. Namun, belum sempat melakukan, dia mendengar Ratri bersuara.
"Nggak seru, nih, Pak Taksa! Masa menghindar." Ratri mengerucutkan bibir. Baru beberapa detik, sudut bibirnya terangkat naik sesaat melihat Cakrawala muncul bersama sang sekretaris. "Eh, bukannya ada gosip tentang Pak Cakra?"
"Gosip apaan?" tanya Sinar.
"Pak Cakra ditolak sama Erine gara-gara dia impoten," serobot Yeni.
Di kantor kabar mengenai kedekatan Cakrawala dan mantan sekretarisnya yang bernama Erine masih santer diberitakan. Meskipun Erine sudah pindah kantor, orang-orang belum bisa melupakan gosip yang mencuat. Selain itu, perubahan drastis sekretaris perempuan menjadi sekretaris laki-laki menimbulkan tanda tanya. Kebanyakan dari mereka menyimpulkan kalau Cakrawala takut mengulang kenangan lama jadi menggunakan jasa sekretaris laki-laki. Bagaimana pun gosip Cakrawala dan Erine belum reda sampai detik ini.
"Kenapa, sih, gosipnya ngawur?" celetuk Maya.
"Serius. Lo pikir aja, masa Erine nolak Pak Cakra? Gila lo, Pak Cakra! He's more than handsome. Hot banget apalagi pas pakai kemeja ketat kelihatan dada bidangnya," tambah Yeni dengan wajah serius ala-ala tukang gosip sejati.
"Kapan si Cakra pakai kemeja ketat?" tanya Ratri.
Yeni menggeleng sambil nyengir. "Nggak pernah, sih. Ini dalam khayalan gue aja."
"Goblok! Minta gue pukul!" omel Ratri.
"Tapi ini beneran. Alasan apa yang bikin Erine nolak Pak Cakra? Mereka mesra minta ampun. Ya, kali nggak ada rasa." Yeni masih ngotot dengan gosip yang tersebar seantero kantor.
Sinar penasaran. Masa, sih? Dia sampai spontan memperhatikan tubuh Cakrawala yang segar bugar. Tubuh atletis dengan otot bisep yang kekar, belum lagi urat-urat yang terlihat di sekitar tangan dan lengan––mustahil Cakrawala impoten. Cakrawala memang tidak pernah pakai kemeja ketat, tapi saat mengenakan jas pas badan, tubuh berototnya kelihatan jauh lebih menggoda.
Kali ini Sinar menanggapi setelah selesai menganalisis tubuh Cakrawala. "Gue nggak percaya. Masa iya impoten?"
"Kalo mau tau, coba aja bobo sama Pak Cakra, Nar," saran Yeni penuh canda.
"Muka gila lo. Gue mending tidur sama guling daripada laki-laki galak begitu. Ogah, ah," tolak Sinar. Sekali lagi, dia melihat ke belakang tempat Cakrawala berada. Bosnya tidak menyadari dia memperhatikan soalnya sedang mengobrol dengan sekretarisnya.
"Cukup, cukup. Obrolan kalian makin nggak beres aja. Jangan gosipin bos sembarangan. Kalo nanti dia dengar gimana?" Taksa menyudahi obrolan tidak keruan. Sambil bangun dari tempat duduknya, dia meremas kertas plastik yang menjadi wadah sandwich. "Saya duluan, ya. Kalian nggak balik?"
"Saya ikut, Pak!" seru Ratri.
"Saya juga ikut!" sambung Yeni.
Sinar dan Maya tidak perlu menanggapi, cukup mengikuti Taksa dari belakang seperti anak ayam. Mereka berdua berada di barisan paling belakang.
Sinar tidak sengaja menoleh ke samping kiri dan melihat Cakrawala mengambil sesuatu di pipi sekretarisnya yang bernama Michaeal. Sinar sampai menyipitkan mata untuk memastikan dia tidak salah lihat. Sebelum tertangkap basah memperhatikan, Sinar langsung memalingkan wajah.
"Eh, eh, gue rasa bukan impoten," ucap Sinar.
"Siapa? Masih bahas Pak Cakra, nih?" sahut Ratri di depan sana.
"Iya. Tadi gue lihat dia ambilin something di pipi Pak Michael." Sinar memberi tahu dengan ekspresi terkaget-kaget. Dalam pandangannya Cakrawala mengambilkan sesuatu dengan tatapan yang ambigu.
"Jadi maksud lo Pak Cakra aslinya gay?" tebak Yeni.
Sinar menjentikkan jari mengiyakan tebakan Yeni. "Yoi. Siapa tau Mbak Erine nolak karena lihat Pak Cakra lebih tertarik sama laki-laki. Iya nggak, sih?"
Taksa geleng-geleng kepala. "Cukup bahas begituan. Apa pun itu alasannya, itu urusan mereka. Jangan sampai Pak Cakra dengar kalian gosipin dia, lho! Pak Cakra kalo marah omongannya bisa nyakitin. Mau dimarahin? Dia juga bisa kasih peringatan."
"Iya, sih. Skip, deh." Yeni mendadak panik. Mengakhiri gosip yang dimulai darinya. "Yuk, balik aja. Gue mendadak haus."
"Tapi gue nggak pernah lihat Pak Cakra senyum atau ketawa. Lo pernah lihat nggak, Rat?" celetuk Maya.
"Pernah, waktu ngobrol sama Erine. Habis itu nggak pernah lagi," jawab Ratri. Sebagai pegawai terlama, dia pernah lihat beberapa kemesraan Cakrawala dan Erine.
"Gila, ya, Pak Cakra irit senyum sama ketawa. Hidupnya pasti suram banget nggak have fun gitu," oceh Yeni.
"Hadeh! Mukanya aja galak banget. Udah kentara orang kayak gitu minim ekspresi. Jadi jangan harap lo bisa lihat dia senyum apalagi ketawa. Kalo dia bisa senyum atau ketawa, gue jamin dunia jungkir balik," sela Sinar.
Ratri tertawa geli menanggapi ucapan Sinar. "Jahat lo, Nar."
"Faktanya begitu. Bahkan bos dingin dalam novel aja masih senyam-senyum gemes. Ini mah boro-boro," cerocos Sinar.
"Ini realitanya, ya, Say. Jangan berharap banyak sama realita yang lebih kejam, deh," ujar Yeni.
Mereka berujung tertawa. Pembahasan Cakrawala memang paling asyik untuk dibahas. Selain karena Cakrawala terlalu muda untuk memimpin, ekspresinya yang minim dan galak, Cakrawala juga kurang begitu dekat dengan pegawai lain. Tidak pernah ada momen Cakrawala bicara dengan pegawai lain atau atasan per-divisi selain sekretarisnya. Iya, kelihatannya Cakrawala apatis sama orang sekitar.
👔👔👔
Di balik bos galak dan perfeksionis, ada pegawai yang babak belur gara-gara kelakuan bos mereka. Sinar masih belum pulang karena satu divisinya dimaki-maki Cakrawala dan disuruh bekerja sampai tengah malam untuk merevisi beberapa pekerjaan yang salah. Taksa mendapat tekanan paling parah dan cacian yang lebih mengesalkan dari Cakrawala. Pegawai lainnya cuma kena sisa semprotan Cakrawala.
"Habis ini gue mau resign!" ucap Sinar kesal. Jari-jarinya mengetik keyboard komputer dengan penuh emosi, keras-keras, seakan dendam sama keyboard yang tak bersalah.
"Jangan, Nar. Nanti gue kesepian," celetuk Maya.
"Bodo, ah. Masa perkara salah dikit aja ngamuknya kayak habis ditusuk mantan? Apa nggak bisa ngomong baik-baik?" Sinar merasa kesal. Ubun-ubunnya sampai mengebul kali mendengar Cakrawala memaki divisi marketing.
"You know him, Nar. Sok perfeksionis," timpal Ratri ikut kesal.
Sinar mendengus kesal. "Mata gue udah sekarat, nih. Capek banget nggak ada istirahat. Mau bikin kita tipes kali, ya?"
"Udah, udah, cukup. Lebih baik kita semangat, yuk! Setelah selesai saya antar kalian pulang ke rumah. Nanti saya traktir makan McDonald depan kantor, deh. Boleh pilih es krim juga biar kepala nggak ngebul lagi," sela Taksa mencoba menyemangati pegawai yang lain.
Sinar memperhatikan Taksa yang masih sanggup tersenyum. Padahal tadi Taksa yang paling kena banyak makian, tapi bosnya masih sebaik itu menyemangati. Terkadang Sinar merasa bersalah tidak bisa berbuat banyak sebagai bawahan Taksa. Tidak heran kalau Taksa mendapat julukan 'bos terbaik' sepanjang abad dan itu terbukti benar. Sinar bersyukur setidak-tidaknya punya Taksa yang masih sabar dan tidak mengomeli mereka, karena semua kesalahan yang terjadi juga salah mereka.
"Pak Taksa...." Maya berhenti bicara. Matanya berkaca-kaca. Berusaha menahan air mata, akhirnya jatuh juga membasahi pipi. Segera Maya menyeka matanya yang basah. "Saya bersyukur punya Bapak sebagai atasan saya di divisi ini. Bapak baik banget."
"Saya cuma nggak ingin kalian merasa terbebani dan stres. Kita bawa enjoy aja." Taksa masih mempertahankan senyum. Dia mengambil tisu dan memberikan kepada Maya. "Udah, jangan sedih. Pelangi bentar lagi muncul. Semangat, Semuanya!"
Sinar semakin merasa kasihan dengan Taksa. Karena dia merasa kesal, dia butuh minum air dingin. Sialnya, dispenser ada di luar ruangan divisi marketing. Sinar mengambil gelasnya dan beranjak keluar. Setelah itu, Sinar menekan pilihan air dingin untuk mengisi gelas sambil menghela napas penuh kekesalan.
"Jadi bos kerjaannya cuma maki-maki orang doang. Pantes aja perusahaan ini kalah sama perusahaan sebelah. Orang bosnya juga nggak mau intropeksi diri sama cara mengelola perusahaan. Contoh coba tuh PT. Timur Hando yang bosnya jauh lebih smart mengelola perusahaan. Ini mah bosnya menang ngamuk mulu. Teman gue kerja di sana nggak menderita." Sinar bermonolog sendiri mengeluarkan unek-unek dalam hati.
Cakrawala yang kebetulan ingin memastikan divisi marketing sudah merapikan pekerjaan atau belum, mendengar ocehan Sinar. Ruangannya ada di seberang dispenser jadi bisa memudahkan dia mendengarkan unek-unek. Terlebih lagi sudah tidak ada siapa-siapa jadinya suasana sunyi.
Sinar mengambil napas, lalu mengembuskan kasar. "Kalo dia mau perusahaan ini maju, harusnya dia hafal dulu nama pegawai di sini. Minimal separuhnya lah. Masa maki-maki Pak Taksa aja nggak inget namanya cuma kamu-kamu doang. Geblek! Bos apaan begitu, nggak ada perhatian sama sekali. Perusahaan bagus kalo bosnya juga nggak semena-mena dan cuek sama pegawai. Nggak belajar apa di luar negeri sana? Dasar bos sinting!" lanjutnya bermonolog lagi.
Sinar mengambil napas lebih dalam, lalu mengembuskan perlahan. Kebanyakan mengoceh membuat dia haus. "Minimal adain acara kayak perusahaan sebelah untuk mempererat hubungan semua pegawai. Ini mah boro-boro makanya kalah dari perusahaan sebelah yang dari segi apa pun lebih unggul. Lo mamam tuh galak!"
Masih belum puas, Sinar meneguk airnya lebih dahulu sampai habis, lantas mengisi lagi gelas yang sudah kosong. Sinar mengoceh lagi.
"Harusnya dia tau perusahaan ini jelek dari segi pemasaran dan cara pengelolaan perusahaan. Bos secuek dia mana peduli pendapat orang. Perusahaan sebelah mah nggak cuek sama masukan dari pegawai. Ini divisi gue kasih strategi marketing baru aja dikatain sampah. Kita para bawahan juga nggak goblok-goblok banget kali kalo kasih masukan. Hah! Kesel gue. Bos arogan dan nggak peduli sama sekitarnya mana bisa, sih, bikin perusahaan jauh lebih baik? Mending diurus sama Bu Reya, deh!" Kali ini napas Sinar nyaris habis karena bicara tanpa titik dan koma, nyerocos sampai kekesalannya memudar.
Sinar mengambil gelas yang sudah terisi penuh.
"Nama kamu Sinar, kan?"
Kali ini Sinar terlonjak kaget sampai gelas yang dipegang menumpahkan air mengenai sepatunya dan Cakrawala. Akibat dongkol setengah mati, Sinar sampai tidak menyadari kehadiran bosnya. Kira-kira bosnya dengar ocehannya tidak, ya? Sinar panik sendiri. Dia lebih panik Cakrawala tahu namanya.
"I-i-iya, Pak." Sinar gelagapan. Matanya turun ke bawah memperhatikan sepatu Cakrawala yang basah. "Maaf, Pak, sepatunya basah."
"Biarin aja. Saya nggak akan nyuruh kamu bersihin."
Dalam hati Sinar berkata, gue juga ogah! Lo pikir gue apaan! Dasar geblek!
"Pekerjaan kamu udah selesai?"
"Belum, Pak. Ini mau lanjut lagi," jawab Sinar pelan.
"Ya udah, kerjakan. Jangan ada yang salah."
Sinar mengangguk pelan. "Iya, Pak. Saya permisi."
Sebelum kena makian lagi, Sinar beranjak meninggalkan Cakrawala. Dia takut melihat wajah galak Cakrawala. Belum lagi suaranya yang dingin dan tidak bersahabat. Semoga saja bosnya tidak dengar dia menjelekkan perusahaan. Bisa tamat riwayatnya!
Setelah Sinar berlalu, Cakrawala tidak jadi memeriksa divisi marketing. Dia kepikiran semua ucapan Sinar termasuk menjelekkan perusahaan. Apa benar dia searogan dan setidakpeduli itu terhadap pegawainya? Apa benar strateginya mengatur perusahaan salah?
Cakrawala menghela napas. Baru sekali ini dia ketemu pegawai seberani itu membicarakannya. Namun, berkat ucapan Sinar, dia menjadi perlu menilik kembali segala hal yang dilakukan.
👔👔👔
Jangan lupa vote dan komen kalian🤗❤
Follow IG & Tiktok: anothermissjo
Cakra sama Sinar tuh jarang papasan di kantor. Ini momen yang emang mereka lagi papasan aja. Cakra searogan itu dulu terus gak peduli sama pegawai deh. (Ini juga dijabarin Cakra di chapter 1🙈) jadi Cakra tuh bukan tipe bos manis dan baik kayak Taksa😂😂 kalo bisa satu perusahaan dimaki, pasti dimaki😂😂
Sinar dari dulu emang udah selantang itu soal kerjaan🙈 makanya Cakra jadi inget sama Sinar karena denger unek-uneknya😂 kalo Sinar nggak protes, nggak mungkin diinget Cakra😝
Dari dulu emang Cakra sama Sinar tuh minim romantis dan manis😂😂 emang sebatas pegawai bos aja, gak ada lebih dikitnya🤣🤣 makanya jangan heran membangun chemistry mereka di cerita ini butuh perjuangan😭👍 soalnya dari kantor lama pun, mereka nggak ada bunga-bunga di taman🤣🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro