Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hello, Ex - Boss - 9

Update lagi😍🥰❤

Info sekilas:

• Di cerita ini Mama Amanda umurnya udah 34 tahun. Sebelumnya di cerita Hello, My Prince umur Mama Amanda masih 30 tahun.

• Di cerita ini Bawika umurnya 32 tahun, soalnya beda 2 tahun lebih muda dari Amanda. Di cerita Hello, My Prince si Bawika masih 28 tahun.

• Di cerita ini lintas waktunya 1 tahun kemudian setelah kisahnya Blue di Hello, Ex-Room Mate, ya.

• Di cerita ini Asia udah nikah beberapa bulan. Soalnya pas di Boom Boom Heart baru nikah.

• Cerita ini lintas waktunya kalo sama cerita-cerita lainnya selain Ex-Series yang udah berurut tuh gini: Hello, My Prince dulu, Boom Boom Heart, baru Hello, Ex-Boss.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Tebakan Sinar ternyata meleset. Cakrawala yang diyakini akan pergi, tidak beranjak ke mana-mana. Bahkan, buat sekadar teleponan ke luar tidak. Cakrawala teleponan di dalam kamar, itu pun membahas kerjaan dengan sekretaris dan asisten pribadi. Sinar sampai mengernyit. Kenapa Cakrawala tidak keluyuran? Padahal tadi sudah dengar kabar Erine akan bercerai. Bosnya sekarang sedang menonton pertandingan sepak bola.

"Pak?" panggil Sinar.

"Kenapa?"

"Nggak pergi, Pak?"

"Ngusir?"

"Ya, nggak ... tumbenan gitu."

"Males. Dingin."

Sinar mencibir, "Ada jaket, Pak. Manja banget."

"Males."

Sinar merendahkan suaranya sedikit. "Nggak mau ketemu Erine, Pak? Dia mau cerai, kan? Bukan harusnya Bapak bahagia ke langit ketujuh?"

Kali ini pandangan Cakrawala teralihkan. Sinar mengatup bibirnya rapat-rapat, memasang wajah sok polos agar tidak kena semprot. Dipikirnya Cakrawala akan marah, tapi yang didengar justru cukup gila.

"Kamu cemburu?"

"Nggak waras." Kalimat spontan barusan membuat Sinar panik sendiri. Dengan cepat dia meralat, "Buat apa saya cemburu, Pak? Saya nanya doang. Aneh aja, Bapak nggak beranjak sejak dengar berita Erine. Tumbenan gitu."

"Kata kamu, kalo mau move on harus jaga jarak. Saya nggak mau tau lagi. Biar aja mau ngapain."

Sinar lagi-lagi tercengang. Demi apa, dong? Bosnya berubah sembilan puluh derajat. Berasa lagi ketemu bosnya dalam versi lain. Mata Sinar langsung memicing. "Siapa, nih? Kok, beda? Pasti hantu yang menyelinap ke tubuh Pak Cakra, ya? Ngaku, deh!"

Tak butuh lawakan tinggi untuk membuat Cakrawala tertawa. Buktinya Cakrawala tertawa terbahak-bahak mendengar kegilaan Sinar. Lebih ngakak lagi pas Sinar terang-terangan keheranan. Kesempatan ini digunakan Cakrawala untuk bangun dari tempat duduknya, lalu duduk di pinggir ranjang. Tanpa aba-aba, Cakrawala merebahkan tubuh di samping Sinar setelah melepas sepatu.

"Saya ngantuk. Jangan ngoceh lagi."

"Tidur di sofa, Pak. Jangan bareng gini. Kalo ambruk gimana?!" Sinar panik. Tangannya yang lemah berusaha mendorong Cakrawala, sialnya, gagal. Cakrawala malah bergeming. "Pak? Hei, Bapak Soetomo! Ya, amplooooppp!"

Bukan mendapat respons, Cakrawala tertawa lagi. Sinar semakin heran. Karena penasaran dengan kelakuan yang berubah, Sinar mendaratkan punggung tangan di kening Cakrawala. Belum sempat mengomentari, Cakrawala sudah lebih dulu menarik tangan Sinar dan menggenggamnya, kemudian diletakkan di atas dada.

"Mending kamu tidur. Saya beneran ngantuk."

Sinar tak berhenti mengernyit. Sungguh, sebuah keanehan yang tidak biasa. Perasaan tadi Cakrawala masih tenang-tenang saja menonton dan sekarang mengantuk? Ada, ya, manusia yang berubah haluan secepat itu? Sinar tidak bisa mengerti. Tapi bosnya memang tidak pernah bisa dimengerti. Pikirannya membingungkan. Soal pekerjaan juga sama saja.

"Aneh. Nggak di kantor atau soal apa aja, Bapak paling aneh sedunia."

"Iya, iya, Tukang Protes."

Sinar tidak mengatakan apa-apa lagi karena merasa tersindir. Alhasil, dia ikut merebahkan tubuhnya, memberi jarak walau secuil untuk tidak dekat-dekat dengan Cakrawala. Bosnya sudah memejamkan mata. Mau tidak mau Sinar ikut memejamkan mata. Begitu Sinar jatuh terlelap lebih dulu, Cakrawala membuka kelopak mata. Cakrawala menarik Sinar lebih dekat padanya hingga kepala Sinar bersandar di dada Cakrawala. Dan akhirnya Cakrawala ikut jatuh terlelap.

Tidak lama setelah keduanya tidur, seseorang mengetuk pintu. Karena tidak ditanggapi, orang itu masuk, yang ternyata adalah Erine. Ketika masuk lebih jauh, Erine melihat Cakrawala tidur memeluk Sinar.

Erine lantas meninggalkan bingkisan berupa buah-buahan di atas nakas, menemani pemberian lain dari keluarga Soetomo yang lain. Erine memandangi kemesraan keduanya selama beberapa saat, lalu pergi begitu saja.

👔👔👔

Penolakan Sinar soal tinggal bersama keluarga Pandu ditolak mentah-mentah. Hal ini karena orang tua Cakrawala langsung menjemput di rumah sakit secara khusus. Mau misuh-misuh atau marah, percuma juga. Sinar pasrah dan hanya bisa melakoni peran sebagai istri pura-pura yang dicintai Cakrawala, si tukang galau.

Kamar yang sekarang ditempati Sinar berbeda dengan kamar sebelumnya. Kalau sebelumnya kamar tamu, sekarang kamarnya Cakrawala. Waktu datang makan bersama, kamar Cakrawala belum sempat dibereskan jadi menggunakan kamar lain. Di kamar Cakrawala terdapat beberapa foto yang dipajang cantik. Kebanyakan foto pemandangan di luar negeri. Selain itu, ada satu lemari berisi piagam dan penghargaan yang didapatkan Cakrawala. Bosnya pintar secara akademis. Iya, benar, tapi bodoh soal cinta.

"Ini nggak ada penghargaan tukang galau sejati, Pak?" ledek Sinar sesaat melihat-lihat isi lemari yang terbuat dari serba kaca.

"Kalo ada, saya mau buat sekalian untuk tukang protes kayak kamu," sahut Cakrawala saat berdiri di samping Sinar.

"Ikutan, deh." Sinar mencibir. Kemudian, dia melirik foto-foto yang terpajang. Selain foto pemandangan, ada pula foto box yang dijejerkan. "Bapak kayak anak gadis, ya. Rajin banget kumpulin foto box. Mana dijejerin gini. Lucu banget."

"Adik saya yang jejerin. Katanya biar cantik," jelas Cakrawala.

"Sambara?" tebak Sinar.

"Kamu belum ketemu Dayuri, ya? Adik saya yang paling kecil. Umurnya enam tahun. Adik dari Mama Amanda. Dia yang jejerin foto box waktu main ke kamar ini," ungkap Cakrawala.

"Hah? Masih ada adik lagi? Saya baru tau. Waktu saya main ke sini Dayuri ke mana, Pak? Nggak kelihatan." Sinar baru tahu soal adik. Dia cuma tahu soal ibu tiri. Kirain Cakrawala tidak punya adik lagi.

"Lagi sakit makanya di kamar aja. Selain Dayuri, saya punya adik kedua dari Mama Amanda. Namanya Famila. Umurnya baru sebulan."

Sinar terbatuk-batuk mendengarnya. "Eh, buset ..."

Cakrawala terkekeh. "Waktu saya dengar Mama Amanda hamil Dayuri, saya kaget. Umur kami bedanya jauh banget. Tapi pas lahir, Dayuri lucu jadinya gemes."

"Mama Amanda umur berapa, ya, Pak?" Sinar penasaran.

"34 tahun. Kak Angkara lebih tua lima tahun dari Mama Amanda. Kak Bawika sama Kak Aldari umurnya 32 tahun. Beda dua tahun doang sama Mama Amanda."

"Kalo Bapak? Tiga puluh, ya?"

"Saya 31 tahun. Lebih tua setahun dari Asia. Kamu seumuran sama Asia, kan?" tanya Cakrawala sambil melirik Sinar.

Sinar mengangguk. "Iya, Pak. Saya sama Asia, kan, satu SMA. Saya malah baru tau Bapak lebih tua. Kirain seumuran gitu."

"Bukan harusnya kamu manggil saya Mas?" Cakrawala memainkan alisnya menggoda Sinar dengan jahil. Tindakannya ini langsung disambut sinis oleh Sinar.

"Idih ... ogah. Bapak bagusnya dipanggil tukang galau. Cocok."

"Oke, deh, Tukang Protes."

Sinar berdecak. "Ish! Ikutan mulu. Kreatif, dong, Bang."

Cakrawala tergelak. Kemudian, dia menunjuk foto box bersama Asia dan Bawika. "Ini foto waktu Asia masih pacaran sama Anatomi. Kamu kenal Anatomi, dong?"

"Kenal, Pak. Udah dibilang satu SMA. Saya masuk SMA mereka dengan penuh perjuangan jiwa raga. Saya dapat beasiswa ngalahin ratusan pelamar. Untung aja otak pas-pas-an ini bisa digunain dan beruntung. Jadi, saya bisa gabung ke sekolah elite," cerita Sinar.

Cakrawala manggut-manggut. Pandangannya mulai beralih ke arah Sinar. "Kamu mau kuliah?"

"Mau, Pak, tapi uangnya belum kekumpul. Nanti aja. Saya juga belum ada waktu luang. Masih cari cuan dulu biar bisa beli skincare kayak orang-orang." Sinar berusaha tidak sedih. Dia ingin sekali mengenyam bangku kuliah agar tidak ketahuan kalau dia bohong soal pendidikan terakhir.

"Kamu mau ambil jurusan apa?"

"Mau ambil Ekonomi, Pak."

"Di Universitas Cinta Hati punya ayahnya Anatomi, jurusan Ekonomi grade-nya udah A. Mau kuliah di sana nggak?" tawar Cakrawala.

"Saya mah mau aja, Pak. Tapi Kampus Cinta Hati, tuh, kampus swasta yang mahal banget. Grade kampusnya udah A dari kapan tau. Nggak, deh. Saya mau cari yang pas-pas-an. Kalo pun mau yang bagus, saya mau kumpulin uang dulu."

"Saya bayarin kuliah kamu. Nggak usah kerja sampai weekend. Hari Sabtu dan Minggu kamu gunakan untuk kuliah. Kalo kamu kumpul uang, nggak bakal bisa soalnya masih ada kakak kamu yang selalu malakin."

Sinar menoleh ke samping. Kaki Sinar berjinjit dan punggung tangan spontan bergerak menyentuh kening Cakrawala. Siapa tahu bosnya sakit, kan? Belum ada beberapa detik, Cakrawala menurunkan tangan Sinar. Cakrawala tidak sakit.

"Ada apa, nih? Apa Bapak mau minta saya jadi istri palsu berbulan-bulan makanya mau bayarin kuliah?" tebak Sinar.

"Nggak. Apa di mata kamu saya cuma melakukan hal baik karena ada sesuatu? Asia aja bisa bantu kamu tanpa pamrih, masa saya minta imbalan terus? Saya tulus mau bayarin kamu kuliah."

"Berarti serius, nih, Pak?" tanya Sinar sekali lagi.

Cakrawala mengangguk. "Iya. Kamu mau nggak?"

"Beneran?"

"Kalo kamu nggak mau, ya––"

"Mau, Pak, mau! Saya mau!" potong Sinar. "Tapi beneran, kan, Pak?"

"Saya bisa itungin berapa kali kamu nanya beneran atau nggak." Cakrawala menyentil kening Sinar, membuat perempuan itu meringis sakit, tapi akhirnya nyengir. "Saya serius, kok. Minggu ini saya temani kamu daftar kuliah. Biar bisa sekalian ketemu sama Om Anton dan Anatomi."

"Asyik! Makasih banyak, Pak!"

Sinar spontan memeluk Cakrawala. Pelukan erat yang dilancarkan, membuat Cakrawala ikut senang mendengar Sinar berucap 'terima kasih' berulang kali. Cakrawala balas memeluk, menepuk-nepuk punggung Sinar. Mereka berpelukan selama beberapa saat. Sinar sampai lupa kalau tak seharusnya kegirangan dan peluk bosnya seenak hati. Tapi siapa yang tidak senang dikuliahin? Impian Sinar dari lama, ya, kuliah. Uang yang dikumpul Sinar selalu habis hanya untuk keluarganya, tidak ada buat diri sendiri. Jadi, saat mendengar Cakrawala membiayai kuliah, Sinar senang dan merasa bersyukur masih ada orang baik di dunia ini.

Bertepatan dengan pelukan yang belum usai, seseorang membuka pintu dan menyembulkan kepalanya.

"Kak Cakra?"

Sinar langsung menarik diri. Kaget. Berbeda dengan Cakrawala yang santai-santai saja, justru senyumnya melebar sempurna menyadari suara yang dikenal.

"Hei, Dayuri. Sini masuk," suruh Cakrawala.

Gadis itu masuk sepenuhnya ke dalam kamar, berlari lurus menghampiri Cakrawala. Tubuh kecil dan mungilnya bisa dengan mudah dipeluk sambil diangkat-angkat layaknya pasangan film romansa. Gadis itu tersenyum riang ketika Cakrawala mengecup kedua pipi bergantian secara berulang. Sinar yang melihat keakraban itu merasa iri. Coba kakaknya sebaik Cakrawala.

"Kakak ini siapa, Kak?" tanya gadis itu saat melihat Sinar.

Dalam sekali lihat saja, Sinar langsung bisa merasakan aura luar biasa dan kecantikan tiada tanding dari gadis kecil itu. Wajahnya lebih dominan bule. Tidak heran, sih, karena Amanda wajahnya bule juga. Warna irisnya hijau kecokelatan. Rambutnya cokelat. Yang Sinar dengar, Amanda keturunan blasteran karena ibunya bule asli. Jadi, tidaklah kaget kalau gadis kecil itu menurunkan lebih banyak gen dari sisi Amanda.

Cakrawala merendahkan posisinya sampai setara dengan Cerecia. Sambil menunjuk Sinar, dia menjawab, "Perempuan cantik di samping kakak ini namanya Sinar. Istrinya Kak Cakra."

"Kapan Kak Cakra nikah? Aku nggak diundang." Gadis itu cemberut, bersedekap di dada memandang kakaknya.

"Nikahnya di luar negeri jadi nggak sempat kabarin. Nggak apa-apa, ya? Kan, sekarang udah kenal sama Kak Sinar. Nanti kamu bisa main sama Kak Sinar," lanjutnya seraya mengusap kepala adiknya mencoba membujuk.

Gadis cantik berwajah blasteran itu memperhatikan Sinar. Cemberutnya memudar setelah melihat Sinar mengulurkan tangan dan melempar senyum. Alhasil, gadis itu menyambut jabatan tangan Sinar.

"Halo, Kak Sinar. Aku Cerecia Dayuri Soetomo. Panggil aja Cia atau Dayuri. Asalkan jangan dipanggil Cere soalnya sekilas mirip buah cerme," ucap Cerecia.

Sinar menahan tawa. Adiknya Cakrawala lucu banget! Kalau boleh dicubit, dia mau cubit pipinya. Mana cantiknya super. "Hai, Cantik. Namaku Sinar Cintaku. Panggil Cinta boleh, panggil Sinar boleh," sambut Sinar tak kalah ramah.

Tak lama setelah jabatan tangan usai, Cerecia memeluk Sinar. "Welcome to our family, Kak Sinar."

Hati Sinar menghangat. Walau cuma pura-pura, Sinar senang diberi sambutan semacam ini. Sinar balas memeluk dan berterima kasih. Setelah itu, Cerecia kembali ke samping Cakrawala dan menggenggam tangan kakaknya.

"Dongengin aku, Kak," pinta Cerecia.

"Boleh. Mau didongengin apa?"

"Ensiklopedia Sains."

"Yuk. Mau naik pesawat nggak?" tawar Cakrawala.

"Mau, mau!" Cerecia melompat girang dengan tak sabar.

Cakrawala berjongkok di depan Cerecia. Tak perlu menyuruh, gadis itu langsung memanjat punggung kokoh sang kakak dan memeluk leher Cakrawala. Setelah sudah memastikan Cerecia berpegangan erat, Cakrawala berdiri dan bersiap pergi meninggalkan kamar.

"Sinar, saya temenin Dayuri dulu," pamit Cakrawala.

Cerecia menyela, "Kak Sinar boleh ikut kalo mau."

"Boleh?"

Cerecia mengangguk. "Nanti sekalian aku kasih mantra biar luka di wajah Kak Sinar sembuh. Soalnya biru-biru. Takutnya berubah jadi Avatar."

Cakrawala terbahak-bahak. Reaksi Sinar berbeda, Sinar menahan tawa. Takutnya Cerecia marah kalau Sinar ikut menertawakan candaan lucunya.

"Oke, aku ikut, ya," kata Sinar menahan tawa.

"Let's go, Kak!" Cerecia menepuk pundak Cakrawala berulang kali sebagai tanda siap diajak keliling-keliling sebelum ke kamarnya.

Cakrawala mulai melangkah dengan menggendong adiknya. Sementara itu, Sinar mengikuti dari belakang sambil memandangi keakraban adik-kakak itu. Sesekali Cakrawala berlari, membuat Cerecia tertawa riang. Ketika berjalan biasa, Cakrawala berbincang dengan Cerecia. Membahas apa pun termasuk sekolah Cerecia.

Rasa iri Sinar bertambah. Kalau saja Revino seperti Cakrawala, mungkin Sinar tidak akan kesepian dan punya sandaran setiap kali hidupnya terasa berat. Sayangnya, Sinar terbiasa berdiri sendiri dan tidak menyandarkan diri kepada siapa pun. Ketimbang bersandar pada seseorang, Sinar menjadikan dirinya sebagai sandaran sang adik agar bisa mencurahkan seluruh keluh kesah. Dan ketika hidup terasa berat, Sinar memendamnya sendiri dalam kesunyian hatinya.

"Kak Sinar?"

Sinar tersentak. Seluruh lamunannya buyar. "I-iya?" Tanpa sadar, dia tertinggal cukup jauh di belakang Cerecia dan Cakrawala.

Cerecia membisikkan sesuatu di telinga Cakrawala yang tidak bisa didengar Sinar. Detik selanjutnya Cakrawala mundur menyamai ketertinggalan Sinar.

"Mana tangan Kak Sinar?" pinta Cerecia.

Sinar mengulurkan tangannya. Cerecia menggamit tangan Sinar dan meletakkan tangan Sinar di lengan Cakrawala.

"Jangan sampai ketinggalan pesawat, Kak. Kita harus bareng-bareng." Cerecia menjelaskan maksudnya.

Sinar mengangguk. "Oke."

Cakrawala kembali melanjutkan perjalanan, kali ini dengan langkah cukup lambat agar Sinar tidak ikut lari-larian. Sinar tidak melepaskan tangannya dan terus berpegangan pada lengan Cakrawala. Dalam perjalanan menuju kamar Cerecia yang berada di lantai tiga, Cerecia mengajak Sinar turut masuk dalam obrolan mereka membahas alien, UFO, dan monster-monster yang ingin dibasmi dalam dunia khayalan Cerecia.

👔👔👔

Jangan lupa vote dan komentar kalian❤🥰

Follow IG: anothermissjo

Ini yang namanya Cerecia😍😍 si unyu-unyu yang demen bawa2 kemesraan😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro