Hello, Ex - Boss - 16
Nih aku kasih bonus update wkwk ini hampir 3000 kata lho! ahaha jarang banget diriku kasih 1 chapter sebanyak ini :<
#Playlist: Still - Brian McKnight
•
•
Perjalanan ke kantor membutuhkan waktu tiga puluh menit kalau naik KRL. Berhubung diantar naik mobil, waktu tempuhnya bertambah karena macet meskipun sudah diberlakukan ganjil-genap. Sinar diam selama setengah perjalanan, bingung harus membahas apa dengan Viscy. Selain karena takut ada obrolan yang menyinggung perceraian, Sinar tidak mau mengganggu fokus Viscy.
"Besok kamu ada waktu nggak?" Viscy tiba-tiba membuka obrolan, memutus kesunyian di antara mereka.
Sinar tersentak. Lamunan akan indahnya pemandangan macet pagi ini bubar jalan digantikan dengan pertanyaan yang tak pernah terlintas di benaknya. "Free, Kak. Kenapa, Kak?"
"Aku mau ajak kamu ke butik kakaknya teman kamu. Soalnya aku nggak hafal jalan. Nama teman kamu Duda, kan? Teman SMP kamu."
"Betul, Kak." Sinar mengiyakan. "Besok?" ulangnya.
"Iya. Aku jemput di kantor pulang kerja. Tapi kalo kamu nggak bisa, nggak apa-apa, kok." Viscy menggaruk tengkuk lehernya, sedikit gugup memulai obrolan ini. Padahal waktu ketemu di perpustakaan tidak ada gugup sama sekali. Entah karena mobilnya terlalu sunyi atau terlalu diam tidak membahas apa-apa.
"Bisa, sih, tapi Mas Cakra masih sakit. Aku nggak enak ninggalin Mas Cakra," jawab Sinar.
"Oh, iya." Viscy menepuk keningnya. Lupa. "Aku lupa kamu udah nikah sama Cakra. Uhm ... ya, kalo nggak bisa nggak apa-apa."
"Kalo lusa gimana?" tawar Sinar. Detik berikutnya dia teringat sesuatu. "Ah, tapi nggak apa-apa kalo diantar sama aku? Kenapa nggak aku kirim alamatnya terus Kak Viscy pergi sama Kak Deora?"
Viscy mendesah berat. "Aku sama Deora udah pisah rumah dari enam bulan lalu. Kami udah nggak ingin bertemu lagi. As you know, aku udah mulai mengajukan gugatan cerai. Jadi, kayaknya nggak ada kemungkinan aku ke sana sama Deora. Kalo pun sendiri, aku buta jalan dan suka salah lihat rute maps. Kadang berujung nyasar."
"Ya, udah, lusa aku anterin ke butik kakaknya Duda. Kak Viscy bisa jemput aku di rumah. Soalnya libur," kata Sinar akhirnya setuju.
"Beneran bisa?" Wajah semringah Viscy merekah sempurna. "Apa perlu ajak Cakra?"
"Nggak usah, Kak. Repot." Sinar tidak mau mengajak Cakrawala. Bisa-bisa diledekin. Itu pun kalau cuma diledek. Kalau diambekin lagi gimana? Ugh! Cukup. Membayangkan laki-laki itu mendiamkannya saja sudah membuat dia kesal setengah mati.
"Lusa aku jemput jam sepuluh di rumah."
"Eh, jangan, deh. Biar aku aja yang datang ke rumah Kak Viscy."
"Jangan. Biar aku aja, ya?" Viscy memaksa. Meski terkesan memaksa, nada bicaranya tidak keras, justru terkesan lembut.
"Gimana kalo ketemu di kedai kopi dekat rumah Papa Pandu?" usul Sinar.
Viscy melirik Sinar sekilas. "Emangnya kalo aku jemput di rumah kenapa? Kalo Cakra cemburu, ajak aja. Aku cuma minta diantar ke butik, bukan ngajak kamu kencan. Om Pandu juga nggak akan marah. Dia pasti paham."
"Pokoknya jangan, deh, Kak. Ketemu di kedai kopi jalan ninja terbaik."
Viscy terkekeh. "Ya, udah, oke. Kita ketemu di sana."
Sinar ikut setuju. Rasanya sudah seperti main kucing-kucingan saja. Dia takut tertangkap basah Pandu dan dikira berselingkuh dengan Viscy. Kenyataannya, sih, dia masih single dan berhak jalan menemani siapa pun yang butuh bantuan. Belum lagi kalau Cakrawala tahu, bisa diledekin setahun penuh. Pokoknya sebisa mungkin dia menghindari drama yang bisa menyebabkan sakit kepala tujuh hari tujuh malam.
Mereka kembali diam. Heningnya suasana mobil dengan backsound klakson di luar sana yang tak sabar menemani perjalanan yang masih stuck di tempat sama. Jalan tol yang harusnya sepi berkat adanya contraflow, tetap saja padat. Karena tidak tahan dengan keheningan, Viscy menyalakan DVD player.
Lagu pertama yang diputar adalah lagu lawas kesukaan Sinar, lagu As Long As You Love Me yang dinyanyikan grup vokal asal Amerika, Backstreet Boys. Baik Sinar maupun Viscy terbawa suasana dengan menyanyikan reff yang mereka hafal secara bersama-sama sambil melempar senyum lebar.
"I don't care who you are, where you're from, what you did, as long as you love me..."
Mereka tertawa bersama setelah lagu berakhir. Tanpa sadar, mereka mengulang momen yang sama dengan situasi yang berbeda. Dulu waktu mereka pendekatan, mereka rutin karaoke di mobil dengan memutar lagu-lagu favorit mereka dan menyanyikan bersama-sama dengan riang gembira. Tidak peduli suara sumbar atau jelek, mereka hanya ingin bersenang-senang dan merajut momen menyenangkan bersama.
"Kenapa lagu-lagu yang diputar terasa familier, ya?" tanya Sinar kepada sang pemilik mobil.
"Ini burning DVD yang kamu kasih tau. Makanya familier, kan?" jawab Viscy.
"Kak Viscy masih simpan? Aku pikir udah dipatahin dari kapan tau."
Viscy tertawa kecil. "Masa aku patahin? Ini hadiah, lho! Aku suka semua pilihan lagu-lagu dari kamu."
"Bukannya waktu itu bilang terlalu versi fangirling?" Sinar menciptakan gerakan mengutip saat mengatakan fangirling. Waktu itu dia ingat betul Viscy sempat protes karena isinya kebanyakan lagu-lagu boygroup yang tidak disukai Viscy.
"Tadinya iya, tapi lama-lama aku suka. Pilihan lagu kamu bagus terutama lagunya Aqua yang Barbie Girl." Viscy menutup setengah mulutnya menahan tawa. Kejahilan ini mendapat decakan dan mata melotot dari Sinar yang menurutnya lucu. "I'm a Barbie Girl, in the Barbie world..."
Sinar menutup wajahnya sebentar, lalu menarik tangannya dan menatap Viscy dengan wajah merah karena malu. Ya, Tuhan! Dia malu banget! Viscy masih ingat ada lagu yang seharusnya tidak masuk dalam daftar pilihannya. "Nggak sengaja masuk pas aku burning, Kak. Let's forget this things. Aku malu."
Viscy tertawa kecil. Satu tangannya refleks mengacak-acak rambut Sinar. "Lucu banget. Aku selalu terhibur inget lagu Barbie Girl diputar. Thank you, Sinar," ledeknya belum usai.
"Iya, iya, udah, ah." Sinar memalingkan wajah ke arah lain, menyembunyikan wajah malunya. Dia masih bisa mendengar Viscy terkikik geli.
Bersamaan dengan tawa yang masih mengudara, alunan lagu berjudul Still milik Brian McKnight berhasil menciptakan hening untuk kesekian kali. Lagu yang memiliki makna berarti, membawa mereka pada kenangan lama saat membicarakan lagu ini sambil berpegangan tangan di dalam mobil. Viscy pernah mengatakan kalau nanti akhirnya dia tidak langgeng dengan pasangannya, itu berarti karena Viscy masih merasa bahwa Sinar adalah perempuan terbaik yang sulit dilupakan. Teringat kata-kata yang muncul menghantui pikiran, membuat mereka berdua bungkam.
Viscy memperhatikan Sinar yang tidak menoleh lagi, tetap memperhatikan jalan. Pada beberapa bait manis, Viscy tersenyum memandangi Sinar. Meskipun Sinar tidak menoleh, dia bisa melihat pantulan diri sang mantan gebetan. Suasana pun berubah menjadi lebih sunyi dari sebelumnya. Bahkan setelah lagu berakhir, tumbuh lagi lagu lainnya yang benar-benar mengaduk memori lama mereka akan kedekatan mereka dulu.
Dalam sisa perjalanan, mereka diam tak bicara. Lagu-lagu yang diputar menjadi penyebab mereka diam lebih lama dari sebelumnya.
👔👔👔
Berlama-lama di jalan akhirnya membuahkan hasil. Sinar tiba di tujuan dengan selamat. Gara-gara lagu yang membuat bungkam, Sinar sampai lupa bilang untuk diturunkan di dekat kedai kopi, bukan lobi gedung kantor. Sayangnya, Sinar terlanjur diturunkan di lobi gedung kantor dan untuk berputar balik ke kedai kopi butuh waktu lagi. Mau tidak mau Sinar turun dengan harapan tidak ada pegawai kantornya yang melihat.
"Kak, makasih untuk tumpangannya. Hati-hati di jalan," ucap Sinar sambil melambaikan tangan dan melempar senyum terima kasih.
"Iya, Sinar. Semangat kerjanya. Sampai ketemu lusa."
"Iya, Kak. See you."
Baru berbalik badan, Sinar mendengar panggilan berulang. "Sinar tunggu. Tunggu dulu."
Dia pun berbalik badan kembali, menaikkan satu alisnya menatap bingung pada Viscy. Yang mengejutkan adalah saat Viscy turun dari mobil Mercedes kesayangannya dan menenteng bingkisan yang lumayan banyak, lalu menyodorkan padanya.
"Sebelum ke rumah Om Pandu, tadi aku mampir ke Asmara Bakery. Aku inget kamu suka roti cokelatnya. Ini buat camilan di kantor. Kalo menurut kamu kebanyakan, bagiin aja ke teman-teman kamu yang lain." Viscy menjelaskan maksudnya menyodorkan bingkisan kepada Sinar saat menyadari ekspresi bingung perempuan itu.
"Ya, ampun ... repotin aja. Makasih, Kak." Sinar mengambil dua paper bag berukuran besar dan menentengnya. "Lain kali aku kirimin kopi ke kantor Kak Viscy. Thanks a million."
"Iya, Sinar."
"Aku masuk, ya, Kak."
"Oke. Hati-hati jangan sampai jatuh lagi."
Sinar terkekeh. "Iya, tenang aja."
Baru berbalik badan, Sinar mendengar panggilan lagi dari Viscy. Hal ini membuatnya menoleh dan kembali mengerutkan kening. "Apa lagi, Kak?"
"Bagian samping celana kamu robek. Bentar." Viscy memberi tahu seraya membuka pintu untuk mengambil jaket miliknya di jok belakang.
Sinar menurunkan pandangan menyadari robek yang dimaksud. Celana jadulnya benar-benar robek, entah ketarik apa. Tahu gitu Sinar pakai celana bahan yang disiapkan di rumah Cakrawala bukan celana kucelnya.
"Sori, ya." Viscy melingkarkan jaketnya di pinggang Sinar karena tangan perempuan itu penuh. "Done. Kamu bisa ganti nanti. Untuk sementara pakai ini dulu biar nggak kelihatan. Aku pulang, ya."
"Makasih, Kak."
Mata mereka beradu. Mereka diam sesaat sebelum akhirnya membuang muka gara-gara klakson kencang yang dibunyikan berulang kali. Viscy lupa kalau mereka berada di lobi, yang mana bukan tempat parkir dan menciptakan kegaduhan gara-gara dia berhenti terlalu lama. Sebelum kena maki, Viscy bergegas masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangannya sebagai akhir dari pamitnya.
Dengan kedekatan yang dapat dilihat semua orang itu, Sinar tidak sadar kalau di belakangnya ada Dianka dan Jayanti yang menonton adegan super dreamy layaknya novel secara terang-terangan. Mereka tahu siapa Viscy Soetomo, sang mantan atlet bulutangkis yang berulang kali mengharumkan nama Indonesia. Selain prestasi luar biasa, wajah bule khas seorang Viscy menjadi daya tarik lainnya yang takkan mungkin dilupakan begitu saja.
Dianka dan Jayanti langsung berlari mendekati Sinar yang baru saja berbalik badan hendak masuk ke dalam gedung. Kedatangan mereka yang tiba-tiba berhasil mengejutkan Sinar.
"Demi apa lo jadi pelakor pernikahan Viscy sama Deora?" cecar Jayanti dengan mata tajam bak elang yang siap menerkam mangsanya.
"Enak aja lo. Jangan bikin gosip murah, dong. Yang mahalan dikit," elak Sinar.
"Buktinya lo deket kayak perangko sama Viscy. Tadi yang nganter lo itu Viscy Soetomo, kan? Sepupunya Pak Cakra, kan?" Jayanti masih belum puas mencecar.
Sinar mendadak pusing. Jayanti mulutnya mirip ember pecah. Kalau diisi air, ada saja celah bocornya. Ini juga gara-gara Viscy yang seenaknya menurunkan di lobi gedung. Kenapa harus di lobi gedung, sih? Sinar jadi menyesali karena lobi gedung adalah tempat paling strategis melihat banyak kejadian terutama untuk dijadikan bahan gosip.
"Bukan, lo salah lihat. Udah, ah, masuk. Mending lo bantuin gue bawa ini daripada gosip mulu. Masih pagi tau." Sinar menyodorkan salah satu paper bag-nya kepada Jayanti.
Jayanti mengambil satu paper bag-nya. "Heh! Berita gosip munculnya jam segini. Wajar kalo gue buka warung gosip jam segini, Say!"
"Berisik, deh, Jayanti. Udah, ah." Dianka menyudahi obrolan seraya menggandeng keduanya masuk ke dalam gedung. Baru beberapa langkah, dia menoleh ke samping--tepat ke arah Sinar. "Betewe, lo pakai susuk dukun mana? Perasaan glowing semeriwing," tanyanya penuh canda.
Jayanti tertawa terbahak-bahak sampai membuat beberapa pegawai lain menoleh. Berbeda dengan reaksi Sinar yang langsung berpura-pura ingin menoyor kepala Dianka. Lalu akhirnya mereka tertawa bersama sebelum akhirnya masuk ke dalam lift.
Ketika sudah berada di dalam lift, Jayanti mengambil salah satu roti dan melihat mereknya. "Omegooot! Ini mah roti mahal dan susah didapatnya karena cepet sold out. Viscy beliin lo berapa lusin, sih? Perasaan berat banget, nih, tentengan."
"Nggak tau," sahut Sinar singkat.
Jayanti melirik ke kanan dan kiri, memastikan ada pegawai lain yang dikenal. Begitu melihat Jordan, sekretaris tampan kesayangan First, dia langsung menyodorkan lima roti kepada laki-laki itu. Jordan yang dikasih roti langsung bingung.
"Pak Jor, ini roti buat Bapak. Jangan lupa kasih buat Pak Cakra juga."
"Roti dari siapa? Ada yang ulang tahun?" tanya Jordan.
"Sinar habis diantar Viscy Soetomo, Pak. Dibawain roti sama Viscy. Kayaknya mau jadi istri barunya," jawab Jayanti asal.
"Anak sinting!" Sinar menginjak kaki Jayanti. Temannya itu hanya nyengir. "Jangan didengerin, Pak. Itu hadiah pokoknya. Ambil aja."
"Oh, oke, saya ambil. Makasih, Sinar." Jordan mengambil lima roti, memegangnya dengan kerepotan.
"Duh, Jay. Lo kasih Pak Jordan jangan begitu, dia mana bisa pegang. Lo kasih aja paper bag cadangan di tas lo buat Pak Jordan sekalian tambahin rotinya. Masa Pak Cakra lo kasih dikit, sih?" Dianka protes.
"Bener juga." Jayanti memindahkan paper bag yang dipegang kepada Dianka, lalu mengambil paper bag tak terpakai dari dalam tasnya. Dia mengambil kembali roti yang diberikan kepada Jordan dan memasukkan rotinya ke dalam paper bag miliknya. Barulah setelah itu dia menyerahkan kembali kepada Jordan dengan menambahkan lima roti lagi. "Selamat dicicipi, Pak. Jangan lupa bilang ini hadiah dari calon suaminya Sinar, ya, Viscy Soetomo. Biar Pak Cakra senang dengar kabar sepupunya mau nikah sama Sinar."
Sinar ingin memukul kepala Jayanti dengan palu. "Diem nggak lo! Berisik lagi gue--"
Ting!
Bunyi lift terbuka membuat semua orang di dalam lift melihat ke arah pintu. Beberapa turun dan ada satu yang masuk. Sinar kaget melihat Cakrawala sudah tiba di kantor padahal dia jalan duluan. Entah sedang apa bosnya di lantai empat yang diperuntukkan untuk divisi legal. Sinar tidak mau menatap mata Cakrawala dan langsung melengos. Dengan masuknya Cakrawala ke dalam lift khusus pegawai membuat semuanya diam, termasuk Jayanti yang sejak tadi mengoceh.
"Pagi, Pak," sapa Jordan.
"Pagi." Cakrawala menghela napas. Dia berdiri di sisi sebelah kiri Sinar, yang entah kebetulan atau tidak, karena hanya sisi itu saja yang kosong.
"Lift sebelah rusak lagi, ya, Pak?" tanya Jordan dari belakang.
"Iya. Kalo besok masih rusak, putus hubungan dengan vendor yang dipakai. Saya nggak suka vendor yang kerjanya lama dan nggak kompeten," jawab Cakrawala.
Orang-orang di dalam lift mati kutu. Dibanding First yang jauh lebih ramah, Cakrawala lebih tegas dan galak dengan pegawainya. Belum ada sebulan bergabung, Cakrawala sudah memecat beberapa pegawai lama dan memutus kerjasama dengan vendor langganan First. Jadi, jangan heran kalau di kantor banyak yang segan dengan Cakrawala, bahkan di luar jam kantor pun tidak ada yang berani sok akrab. Ya, terkecuali Sinar.
"Baik, Pak." Jordan manggut-manggut. Pekerjaannya jauh lebih berat sejak ada Cakrawala. Tangannya ragu-ragu mau menyodorkan roti untuk bos barunya itu. Namun, dengan mengumpulkan seluruh keberanian, Jordan berkata, "Bapak udah sarapan? Ini Bu Sinar tadi kasih roti."
"Roti?"
Bertepatan dengan itu, pintu lift terbuka. Cakrawala keluar lebih dulu, lalu diikuti Jordan. Kalau tidak ada Cakrawala suasana pasti lebih bersahabat. Para pegawai berdoa tiap detik supaya lift khusus CEO segera bisa digunakan agar tidak melihat Cakrawala satu lift dengan mereka. Itu pula yang didoakan Sinar sepanjang lift naik ke lantai atas.
Setelah Cakrawala berjalan keluar, Sinar dan teman-temannya keluar. Belum juga Cakrawala jauh dari pandangan, Jayanti sudah teriak keras-keras dan menaikkan paper bag di tangan dengan semangat.
"Gaessss! Ini dapat roti dari Viscy Soetomo, calon suaminya Sinar. Tadi Sinar dianter sama Viscy, lho!"
Sinar langsung membekap mulut Jayanti. "Anak sarap! Gila lo, ya, Jay! Mau bikin gue disambit batu? Banyak penggemar Viscy tau!"
Dan tentunya teriakan Jayanti disambut dengan sorak-sorai tak percaya. Sinar menjadi artis dadakan yang diwawancari rekan sekantornya untuk menjawab apakah yang dibicarakan Jayanti benar atau tidak.
Sementara itu, tak jauh dari sana, Cakrawala mendengar suara Jayanti yang kerasnya melebihi suara stereo. Cakrawa bisa tiba lebih cepat karena naik helikopter ayahnya untuk menghindari macet. Mendengar Viscy disebut-sebut memberikan roti banyak, dia berdecak.
"Baru beli roti doang. Gue bisa beli sama toko-tokonya," ucapnya pelan.
"Pak, ini rotinya gimana? Mau saya taruh di mana?" Jordan bertanya tanpa mendengar ucapan yang keluar pelan dari mulut bosnya.
"Nggak usah. Saya alergi roti," tolaknya jutek.
Satu alis Jordan terangkat sempurna. Sejak kapan Cakrawala alergi roti? Tiga hari yang lalu bosnya masih makan roti. Apa dia salah dengar? Karena tidak mau bertanya-tanya apalagi diomeli, Jordan cuma iya-iya dan menyimpan rotinya untuk dimakan nanti serta dibagikan ke pegawai lain yang dia kenal.
👔👔👔
"Pak, udah sehat? Nggak sakit perut lagi?" Sinar membuka obrolan saat perjalanan pulang.
Sejak masuk mobil, Sinar bingung. Cakrawala kelihatan bete. Entah karena apa. Atau, ekspresinya memang cuma itu saja? Entahlah. Sinar tidak pintar membaca raut wajah orang, terutama Cakrawala, yang lebih sering menunjukkan wajah tidak bersahabat. Tidak heran juga kalau Cakrawala mendapat julukan Bodes alias Bos Judes.
Bagian tengah mobil diberi partisi kabin sehingga sopir di depan tidak dapat melihat atau mendengar obrolan mereka. Cakrawala sengaja memberi sekat agar obrolan pribadi tidak menjadi konsumsi yang lain.
"Udah baikan dan saya nggak sakit perut lagi," jawab Cakrawala. Singkat dan padat.
"Baguslah kalo gitu."
"Kenapa? Mau kamu racunin lagi?"
Sinar mengernyit. "Bapak sehat? Saya berasa dijudesin denger pertanyaan Bapak."
"Saya nanya doang."
"Ya, udah, saya diem, deh." Sinar mengatup mulut rapat-rapat. Belum ada sedetik, bibirnya sudah terbuka lagi. "Oh, iya, saya mau izin. Eh, bukan izin, sih, mungkin lebih tepatnya bilang. Saya nggak enak kalo nggak bilang."
"Hm?"
"Lusa saya mau pergi. Kemungkinan saya pulang agak malam, Pak," izin Sinar.
"Sama siapa?" Seperti kekasih yang posesif, Cakrawala bertanya tanpa memberi jeda.
"Kak Viscy," jawab Sinar jujur. Tadinya dia mau tidak jujur, tapi setelah dipikir kembali, dia sedang menumpang di rumah Cakrawala. Bagaimana pun bosnya harus tahu agar kalau ada apa-apa bisa membantunya.
"Nggak boleh," larang Cakrawala tanpa pikir panjang.
"Kenapa nggak boleh? Bapak bukan suami saya beneran. Kok, larang-larang? Saya udah janji sama dia, nggak enak kalo dibatalin."
"Ya, nggak boleh. Lusa kamu anterin saya beli baju. Seharian penuh," kata Cakrawala memaksa.
Sinar menatap bosnya dengan mata memicing. "Bapak, tuh, sengaja mau bikin saya protes, ya? Saya udah bikin janji duluan sama Kak Viscy. Saya nggak bisa anterin Bapak."
Cakrawala sedikit memiringkan tubuhnya menatap Sinar seraya bersedekap di dada. "Kamu bilang saya boleh minta kompensasi apa pun, kan? Saya minta kamu temenin saya beli baju lusa nanti. Kamu sendiri yang bilang mau kasih kompensasi karena udah bikin saya sakit."
Pembahasan kompensasi yang tiba-tiba ini membuat Sinar ingin misuh-misuh. Mau menolak, dia sadar tindakannya hampir mencelakai Cakrawala. Mau tidak mau dia harus bilang kepada Viscy untuk menjadwalkan ulang janji pergi mereka.
"Ya, udah, iya. Lusa saya temenin Bapak. Saya nggak jadi pergi sama Kak Viscy."
"Awas aja kamu ingkar janji."
"Nggak, saya tepatin janji kompensasi saya." Sinar mendengus sebal. Bibirnya bergerak lagi, kali ini untuk protes dengan pelan. "Ih ... lama-lama manusia ini ngeselin banget. Untung bos gue, kalo bukan udah gue toyor."
Protesnya Sinar dapat didengar Cakrawala dengan jelas. Sepelan-pelannya suara Sinar, dia masih bisa mendengarnya. Tidak peduli soal protes yang dilayangkan barusan, senyum di Cakrawala terbit dengan sendirinya. Dia berhasil membatalkan janji temu Sinar dan sepupunya.
👔👔👔
Jangan lupa vote dan komen kalian<3<3
Follow IG: anothermissjo
Kalian Tim mana coba setelah baca part ini? wkwk
#SINAR - CAKRA
#SINAR - VISCY
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro