Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hello, Ex - Boss - 13

Yuhuuu double update😌❤

Jangan lupa komen yang banyak hehe

Tulis dong lagu yang menurut kalian cocok untuk Sinar dan Cakra ^^

Hari ini Sinar terakhir libur. Luka lebamnya mulai membaik. Perutnya tidak sakit lagi. Karena bingung mau melakukan apa sebelum siang nanti pergi belanja dengan Amanda, dia mampir ke perpustakaan pribadi yang ada di dalam rumah. Cakrawala sudah pergi ke kantor dari dua jam yang lalu.

Sinar terkagum-kagum melihat ribuan buku bejejeran rapi, disortir sesuai abjad dan tahun terbit. Perpustakaan rumah Pandu jauh lebih besar dari rumah kontrakannya. Sinar berkeliling, memilah-milah buku yang mau dibaca.

Ketika berjalan ke bagian paling belakang, Sinar menemukan rak buku khusus kumpulan novel-novel buatan Hexia. Penulis favoritnya itu sudah menulis 33 buku dan akan bertambah lagi nantinya. Semua buku Hexia ada tanpa terkecuali. Sinar juga menemukan judul Best In Me di bagian sebelah kiri.

Penasaran, Sinar mengambil buku pertama yang diciptakan Hexia, yang mana dimulai enam tahun yang lalu. Judul pertama yang Hexia ciptakan adalah When We Fall Apart. Buku yang membuat Sinar jatuh hati dengan cara Hexia menceritakan dan menggambarkan alurnya seapik mungkin. Di lembar pertama terdapat tanda tangan Hexia dan tulisan tangan.

Dear, My Husband,

Thank you for your support. I love you eternally❤

Love, Your Wife

Sinar mencibir, "Eternally, eternally, ujungnya nggak, tuh."

"Cie ... cemburu, ya?"

Sinar menoleh dan langsung terlonjak kaget. Buku yang dia pegang sampai jatuh ke lantai. "Astaga! Bikin kaget aja!"

Sosok yang menyapa Sinar adalah Viscy Soetomo, laki-laki yang selalu disebut-sebut oleh Cakrawala. Ini pertama kalinya setelah dua tahun terakhir Sinar tidak lagi bertemu Viscy, tepat setelah penolakan yang dia berikan untuk laki-laki itu.

"Maaf, ya, bikin kamu kaget." Viscy mengulas senyum.

"Nggak apa-apa, Kak. Untung jantungku kuat."

Viscy terkekeh. "Kamu masih selucu dulu, ya."

Sinar bingung harus merespons bagaimana. Tangannya bergerak dengan sendirinya menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal sama sekali. Sinar kehabisan bahan obrolan melihat kehadiran Viscy.

"Selamat, ya, atas pernikahan kamu sama Cakra. Kaget dengarnya karena nggak nyangka kamu jadi bagian keluarga Soetomo."

Sinar menggaruk tengkuk lehernya sekali lagi. "Makasih, Kak."

"Kasih tau aku kalo Cakra jahat. Oke?"

"Iya, Kak."

Viscy mengacak-acak rambut Sinar. Tindakan Viscy membuat Sinar ingin protes, tapi diurungkan. Sinar hampir saja lupa kalau Viscy sudah menikah, karena tindakan acak-acak rambut sering dilakukan Viscy saat mereka pedekate dulu. Tanpa perlu diprotes, Viscy membantu merapikan rambutnya. Sinar memandangi Viscy tanpa berkedip. Sebelum lupa diri, Sinar buru-buru menyadarkan diri sendiri kalau dia memperhatikan suami orang. Sinar menyingkirkan tangan Viscy dari kepalanya.

"Kak Viscy kenapa bisa ada di sini? Istrinya nggak ikut?" tanya Sinar.

"Aku mau ketemu sama Panca soalnya ada perlu. Tapi pas nyamper ke kamar tadi, Panca masih mandi. Jadi, aku iseng main ke sini. Eh, lihat kamu lagi selidik-selidik novel mantan istrinya Cakra," jawab Viscy setengah terkekeh meledek Sinar.

"Itu nggak sengaja tau, Kak." Sinar malu sendiri. Nanti dia dikira istri cemburuan. Semoga saja Viscy tidak membahas ucapannya tadi soal eternally itu. "Kak Viscy pasti mau urus kerjaan, ya, sama Panca?"

"Nggak. Mau urus cerai."

Sinar terbelalak. "Eh? Siapa yang mau cerai, Kak?"

"Aku." Viscy tersenyum pahit.

Sinar tambah kaget. Mulutnya menganga. "Kok, cerai?"

"Aku duluan, ya. See you later, Sinar." Lagi, Viscy mengacak-acak rambut Sinar. Tindakannya menjadi akhir obrolan mereka sebelum berbalik balik untuk berlalu keluar.

Sinar memandangi Viscy yang berjalan pergi darinya. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan pernikahan Viscy sampai ingin bercerai. Dia hanya tahu Viscy bukan tipe yang akan menyerah pada perempuan yang dicintai. Sinar pernah merasakannya, saat Viscy berusaha meyakinkan bahwa laki-laki itu menerima apa adanya. Hanya saja Sinar terlalu takut untuk memulai komitmen yang serius. Sinar takut dia memiliki pernikahan yang sama dengan orang tuanya. Apalagi dengan keadaan orang tua Viscy juga bercerai. Mereka punya sejarah keluarga yang sama. Sinar takut sejarah itu terulang kalau dia menikah dengan Viscy.

Mengikuti jejak Viscy, dia berjalan maju. Karena Sinar terlalu fokus melihat ke depan saja, dia tidak menyadari adanya buku-buku di pinggir sisi kiri saat langkahnya oleng ke bagian tersebut. Alhasil, kaki Sinar tersandung tumpukan  buku hingga membuatnya jatuh tersungkur ke depan dan merintih sakit. Lututnya menghantam lantai cukup ketas. Akibatnya, tumpukan buku ikut berantakan.

"Aduh!"

Sinar memegangi lututnya yang sakit.

"Sinar?!"

Sinar melihat ke samping, mendapati Viscy berlari mendekat.

"Kamu baik-baik aja? Ada yang sakit?" Viscy berjongkok, memandangi kaki Sinar yang tertekuk.

"Baik-baik aja, kok, Kak. Aku nggak lihat ada buku di situ. Ini cuma nyungsep biasa." Sinar nyengir, menyembunyikan sakit di lututnya.

"Serius? Beneran nggak ada yang sakit?" tanya Viscy sekali lagi.

Sinar mengangguk. "I'm fine, thank you. Ini mau bangun lagi, Kak. Nggak apa-apa, kok." Lalu, dia berusaha bangun, sialnya, lutut langsung nyeri. Suara rintihan pun tak bisa disembunyikan.

"Fine gimana, kamunya kesakitan gitu. Sini aku bantu kamu." Viscy membantu Sinar berdiri. Setelah berhasil berdiri, dia menaikkan satu tangan Sinar ke pundaknya. "Kamu coba jalan dulu, kalo sakit biar aku bopong," ucapnya.

"Dibilangin aku baik-baik aja, Kak. I'm fine. Lihat, nih, aku jal––aduh, aduh." Sinar meringis sakit saat berusaha jalan. Entah kakinya terkilir atau lututnya masih kaget terbentur lumayan keras.

"Tuh, kan, kaki kamu sakit."

Tanpa aba-aba Viscy menggendong Sinar sampai meja yang berada searah dengan pintu keluar. Viscy mendudukkan Sinar di kursi, sedangkan dia berjongkok untuk memastikan luka bagian mana yang menyebabkan Sinar kesakitan. Viscy menyentuh pergelangan kaki Sinar.

"Ini kalo aku tekan sakit nggak?" Viscy mendongak, memastikan jawaban Sinar.

"Nggak, Kak. Mungkin cuma kaget aja makanya sakit."

"Coba kamu naikin celananya sampai batas lutut. Biar dilihat luka nggak," suruh Viscy.

"Nggak apa-apa, kok, Kak. Dijamin fine."

Sinar menuruti yang diminta Viscy, menaiki celananya sampai batas lutut. Yang dikira akan fine-fine saja ternyata tidak. Bagian lutut cukup merah. Sinar nyengir waktu Vicsy bersedekap di dada.

"Tunggu di sini. Aku mintain obat untuk lutut kamu."

"Nggak usah, Kak. Nanti juga––ih ... malah ngeluyur pergi. Padahal kaki gue kaki baja. Dia nggak tau apa gue keturunan Cyborg?" Sinar menggerutu. Dia tidak enak kalau Viscy sampai pergi mengambilkan obat untuknya. Namun, dia lebih tidak enak kalau main pergi begitu saja. Mau tidak mau Sinar menunggu di perpustakaan.

Beberapa menit kemudian Viscy datang membawa obat untuk mengobati luka merah atau biru-biru. Viscy mengolesi obat tersebut di bagian lutut Sinar sambil diurut pelan. Sinar diam menahan nyeri.

Ketika luka sedang diobati, ada Panca di belakang mereka yang memotret kebersamaan itu. Panca ingin menghampiri Viscy di perpustakaan dan malah melihat sesuatu yang tak terduga. Kedekatan antara Sinar dan Viscy sangat jelas meskipun gambar hanya diambil dari samping. Lalu, Panca mengirimkan foto dua insan tersebut kepada sang kakak.

👔👔👔

"Kamu nggak mau gendong Famila, Sinar?" Amanda menawarkan. Ini sudah kedua kalinya. Sinar tetap menggeleng.

Satu jam yang lalu Sinar baru pulang dari belanja bulanan bersama Amanda. Banyak barang-barang yang mengejutkan Sinar karena harganya fantastis. Setelah lelah berbelanja, Sinar diajak main ke kamar Amanda untuk bertemu dengan adik paling bungsu bernama Famila Yoora Soetomo, yang akrab disapa Famila. Bayi cantik itu berada dalam gendongan Amanda sedang tidur.

"Aku takut, Ma. Soalnya Famila masih dua bulan. Aku nggak berani." Sinar menjelaskan maksud penolakannya.

"Kamu mirip Cakra waktu pertama kali mau gendong Cerecia. Dia juga takut, tapi akhirnya berani." Amanda terkekeh membayangkan ketakutan Cakrawala dulu. "Tapi kalo belum mau gendong, nggak apa-apa. Lain kali gendong Famila, ya. Biar dia ngerasain digendong kakak iparnya yang cantik."

"Iya, Ma. Pasti aku gendong nanti."

"Omong-omong soal Cakra, bukan harusnya dia udah sampai rumah, ya? Apa ada lembur?" Amanda melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tujuh malam. "Bentar lagi jam makan malam. Dia masih sibuk?"

Sinar bingung mau menjawab apa. Pasalnya, dia tidak bertukar pesan dengan Cakrawala. Dia tidak berani menanyakan keberadaan Cakrawala. Lagi pula bukan siapa-siapa, untuk apa dia bertanya?

"Paling seben––"

"Hai, Ma." Suara yang berasal dari pintu masuk menginterupsi perbincangan yang tengah berlangsung. Cakrawala baru saja tiba.

"Panjang umur banget kamu lagi diomongin. Mama pikir sibuk di kantor," balas Amanda.

Cakrawala melirik Sinar, lalu menurunkan pandangan pada bagian lututnya yang tertutup celana panjang. Saat berada di kantor, adiknya mengirimkan foto Sinar tengah diobati oleh Viscy.

"Hari ini nggak ada lembur, Ma." Cakrawala mengecup kedua pipi ibu tirinya lebih dahulu memberi salam. Lalu, dia menyentuh jari-jari mungil adik kecilnya. "Hai, Famila. Kakak udah pulang. Lagi bobo, ya? Mimpi indah."

"Mandi dulu sana. Bentar lagi kita makan malam," suruh Amanda.

"Iya, Ma." Cakrawala melihat istri palsunya. "Lutut kamu gimana? Masih sakit?"

Sinar tersentak kaget. Tahu dari mana bosnya soal lututnya yang luka?

"Coba saya lihat lutut kamu." Cakrawala berjongkok di depan Sinar.

"Baik-baik aja, kok, Mas. Nggak usah dilihat."

"Jadi kalo Viscy yang lihat boleh? Saya nggak boleh?" Tanpa Cakrawala sadari, dia jadi sewot sendiri. Apalagi teringat foto yang dikirimkan Panca. Cara Sinar membiarkan Viscy mengobati lukanya atau cara Viscy yang begitu peduli pada Sinar, yang entah membuatnya kesal.

"Viscy? Viscy mana? Viscy Soetomo?" sela Amanda.

"Iya, Ma. Viscy Soetomo. Tadi siang Sinar jatuh terus diobatin sama Viscy." Cakrawala menjawab dengan nada yang tetap sama, menyiratkan sewot tak berujung.

Amanda tersenyum penuh arti. "Kamu cemburu Sinar diobatin Viscy?"

Pertanyaan Amanda langsung menyadarkan Cakrawala. Dengan cepat dia menjawab, "Nggak lah. Ngapain cemburu. Kurang kerjaan aja."

Amanda terkikik. "Kalo cemburu, ya, mbok bilang aja. Jangan sewot-sewot, dong, Cak. Lagian diobatin Viscy bukan berarti Sinar senang. Namanya ditolongin. Iya, kan, Sinar?"

"Iya, betul, Ma. Namanya di––"

"Ya, senang lah. Mereka, kan, pernah pedekate," potong Cakrawala lebih cepat.

Amanda semakin terkikik geli. "Oh, makanya kamu cemburu berat soalnya mereka pernah pedekate. Mama paham, kok. Ini Cakra lagi cemburu mode on, lho, Sinar."

Sinar mengibas tangannya menyangkal ucapan sang mertua bohongan. "Ini Mas Cakra lagi mau dipijat karena capek tau, Ma, makanya sewot. Kalo gitu aku sama Mas Cakra balik ke kamar dulu bentar. Nanti makan malam bareng."

Baru akan Sinar berdiri, Cakrawala menahan tangannya sehingga tidak jadi berdiri. Kesempatan ini Cakrawala gunakan untuk menggulung celana Sinar sampai batas lutut. Cakrawala melihat luka merah hampir biru yang cukup jelas.

"Kamu nggak obatin lagi setelah diobatin Viscy?" Cakrawala bertanya dengan lantang.

"Nggak. Udah baik-baik aja, kok, Mas."

"Ma, ada obat buat ngobatin luka biru nggak? Atau ada minyak kayu putih?" Cakrawala bertanya kepada sang ibu.

"Ada, Cakra. Ada di dalam P3K di lemari paling ujung." Amanda menunjuk lemari yang dimaksud.

Cakrawala bergegas bangun dan mengambil kotak P3K yang dimaksud. Begitu akan dibawa ke depan Sinar, adiknya yang lain masuk ke dalam kamar.

"Kak Sinar, temenin aku, yuk! Aku mau main dulu di bawah sambil nunggu makan malam," ajak Cerecia seraya menarik-narik tangan Sinar dengan tak sabar.

"Nggak boleh. Kak Sinar kakinya sakit. Mau diobatin dulu. Kamu duluan aja, Dayuri," sela Cakrawala.

"Nggak mau. Maunya sama Kak Sinar." Cerecia merengek seraya memeluk Sinar dengan erat. Wajah memelas menjadi senjata utama Cerecia untuk membujuk sang kakak ipar. "Ayo, Kak Sinar. Please ..."

Cakrawala tiba di samping Sinar dengan meletakkan kotak P3K, lantas menatap adiknya agar mau menurut. "Tadi udah Kak Cakra bilang, Kak Sinar mau diobatin dulu. Kamu jangan maksa gitu, dong. Nggak kasihan sama Kak Sinar?"

"Iya, Cerecia. Tunggu dulu. Kak Sinar mau diobatin," sambung Amanda.

"Ayo, ayo! Kita turun." Sinar langsung bangun dari tempat duduknya sambil menggenggam tangan Cerecia. "Obatinnya nanti aja, Mas. Mau turun sama Cia dulu. Duluan, ya, Ma dan Mas Cakra." Lalu, dia menarik Cerecia pergi dengan cepat sebelum Cakrawala memaksanya untuk diobati.

Satu tarikan napas lolos dari mulut Cakrawala. Amanda memperhatikan raut wajah putra tirinya.

"Kamu cemburu berat, ya?"

Cakrawala kaget ibunya bertanya demikian. "Nggak, Ma, nggak. Biasa aja. Ngapain juga cemburu. Itu hak dia mau diobatin siapa aja."

Amanda meletakkan Famila ke dalam box bayi, kemudian kembali duduk di samping Cakrawala. "Mama, kan, sering banget dengerin kamu bahas Erine. Bahkan pas kamu bilang udah beberapa bulan nikah sama Sinar, Mama masih dengar kamu bahas Erine. Belakangan udah nggak. Apa cinta buat Erine perlahan tergeser sama cinta untuk Sinar?"

Seperti kata Amanda tadi, Cakrawala tak lagi membahas Erine. Biasanya tiap detik bahas penyesalan karena terlambat merasakan cinta sama Erine. Mungkin Amanda sampai muak kali mendengar celotehan yang sama.

"Mama bersyukur kalo kamu udah move on dari Erine. Jadi, kamu nggak perlu galau-galauan lagi. Ya, paling cemburu berat aja, deh, soalnya banyak yang deketin Sinar." Amanda terkekeh geli, tiba-tiba teringat cerita dari putrinya. "Kata Cia, muka kamu asem banget waktu Sinar ngobrol sama temannya di kampus. Hati-hati, lho, Cak. Dari temen bisa demen."

Bukannya mengusir perasaan yang entah mengapa bikin Cakrawala kesal, ibunya malah menambah siraman panas yang lain.

"Jagain Sinar baik-baik. Dia perempuan yang baik. Jangan gagal lagi nikahnya," tambah Amanda menasihati.

Cakrawala tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Sinar bukan istri sungguhannya. Namun, entah kenapa hari ini setelah foto dikirim oleh adiknya, dia mendadak seperti suami yang cemburu istrinya dekat dengan mantan gebetan. Padahal itu bukan urusannya.

"Viscy ngapain datang ke sini, Ma?" tanya Cakrawala, mengalihkan pembicaraan sebelumnya.

"Kata Panca, sih, mau minta tolong untuk urus perceraiannya," jawab Amanda.

"Apa? Cerai?" pekik Cakrawala.

"Iya. Katanya, sih, mereka ada konflik yang nggak bisa diselesaikan makanya Viscy mau cerai. Sayang banget, ya, padahal baru dua tahun. Mama pikir akan lebih lama."

Cakrawala tidak menanggapi ibunya. Pikirannya melayang jauh memikirkan perceraian Viscy. Kenapa perasaannya jadi tidak enak? Rasanya seperti ada kejutan listrik yang siap membunuhnya detik ini juga.

👔👔👔

Jangan lupa vote dan komen kalian🤗❤

Follow IG: anothermissjo

Salam dari Viscy🤗🤗 (Viscy emang gantengnya pollll dibanding Soetomo yang lain hahahaha😌😌)

Btw Viscy ini pertama kali muncul di cerita Laciara ehehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro