04. Research Building
Sinar matahari mulai terlihat, perlahan mulai menyinari satu persatu isi bumi. Hangatnya menyapa kulit manusia yang masih terlelap dalam mimpi, tanpa ada niatan untuk bangun. Sebagian orang sudah mulai melakukan aktifitas, dari memasak untuk sarapan, mandi, olahraga dan berangkat menuju sekolah juga kantor untuk bekerja.
Namun beda dengan apa yang terjadi kepada beberapa remaja yang kini satu persatu bangun dari tidur panjang mereka. "Aku ada di mana?"
Tanpa ia sadari, ada sebuah kamera cctv yang tengah mengawasinya. "Kamar 1007 sudah bangun."
"Kamar 1092 sudah bangun, sir." Saut yang lain dari layar televisi lain.
Suasana ruangan tersebut benar-benar ramai. Orang-orang berlalu lalang saling memberikan tugas dan kertas berisi informasi dan data diri masing-masing remaja. Ada yang memantau pergerakan mereka, ada yang memberikan informasi semuanya menjadi satu di ruangan tersebut.
Seorang pria dengan surai hitamnya menatap kearah layar sejenak. "Baik! Beri tahukah kepada pimpinan."
"Baik Sir Haron."
Haron merogoh kantung celananya, benda pipih berwarna hitam ia ambil dari dalam saku. Handphone ia gunakan untuk menghubungi seseorang, mendekatkan layar ponsel ke telinga seraya menunggu jawaban dari sebrang. "Ayolah, angkat teleponnya."
Suara gaduh terdengar, sambungan telepon berhasil. Senyum tipis terukir di sudut bibir Haron. "Kau sudah bangun, Sir Louis?"
"Tidak usah mengejekku ya kau. Aku sudah ada di jalan," Louis menjawab.
Haron tertawa kecil. "Cepatlah kemari, semua anak-anak sudah sadarkan diri." Pintanya kepada Louis.
"Haah, aku segera sampai. Ingat, hati-hati dengan anak bernama Xavier."
Haron terdiam mendengar nama anak yang disebut oleh Louis. Kemudian dia ingat siapa itu Xavier. Setelah telepon di tutup, Haron meminta beberapa orang untuk memastikan keamanan pulau dengan cara berpatroli bergantian seperti biasanya.
"Xavier ya. Anak dengan kekuatan yang benar-benar merepotkan." Gumam Haron, menopang dagu di atas meja.
Di depannya sudah ada data diri dari anak bernama Xavier. Catatannya bertinta merah, tidak ada catatan yang bersih sama sekali. Seketika pusing melanda Haron, memijat pelan pangkal hidungnya, lalu menghela nafas.
"Benar-benar merepotkan." Haron menutup mapping data diri Xavier. Mendongak menatap langit-langit ruangan, "Sepertinya pekerjaan ini akan melelahkan."
"Halo, aku dimana ini?" Seorang perempuan menatap ke segala arah ruangan yang ia tempati, bingung dengan situasi yang ada di hadapannya. "Aku di culik?"
Di kamar yang lain, seorang remaja laki-laki tengah mengumpat sejadi-jadinya karena tidak bisa membobol kamar yang ia tempati. Sudah puluhan kali cara ia gunakan sejak bangun dari tidur panjangnya.
"Berisik sekali woy, kamar sebelah."
Remaja laki-laki tersebut seketika menghentikan aksi nya. "Kenapa? Kalau kau tidak suka, mati saja."
"Noa Arthur! Jaga ucapan mu." Saut seorang laki-laki berwajah seperti kucing, Jayden.
Laki-laki yang tadi sempat membuat Noa kesal hanya diam sambil berdecak. Kedua mata Noa menyipit, wajahnya benar-benar kesal, namun dia hanya bisa diam, menatap laki-laki di kamar sebrang dengan tajam.
Noa kembali merebahkan tubuhnya keatas kasur. "Andai saja bisa keluar kamar, mungkin aku bisa memukul wajahnya."
"Noa. Apakah kak Cedric ada di sini?"
Noa mendongak menatap kearah luar jeruji kamarnya, "Entahlah. Tapi sepertinya dia ada di sini, bersama kita."
Jayden yang bertanya kepada Noa pun mengangguk pelan, ia duduk di lantai sembari menekuk kedua lututnya. Mengarahkan pandangannya ke segala penjuru kamar, hanya untuk menemukan keberadaan Cedric.
"Aku bertanya-tanya, sebenarnya kita berada di mana?" Noa beranjak dari tempat tidurnya, ikutan duduk di lantai berhadapan dengan Jayden.
Mengedikkan bahu tidak tahu Jayden tertawa kecil. "Mungkin kita di sini karena suatu alasan."
"Tidak usaha tertawa juga dong."
Jayden tertawa melihat reaksi dari Noa. Noa sendiri menggembungkan pipinya ngambek, tapi hal tersebut malah mengundang tawa keras dari Jayden. Keduanya sedikit melupakan tentang hal-hal lain di sekitar. "Tanganmu tidak memar kah?"
Noa melirik kedua tangannya, bercak merah terlihat di tangan putihnya. "Hanya bercak merah, tidak sampai memar."
"Kenapa kamu nekat memukul dinding, padahal kau punya kekuatan, Noa."
"Kak Cedric!" Jayden dan Noa terkejut dengan kehadiran Cedric di sana.
Cedric menepuk keningnya lelah. "Padahal aku dari tadi ada di kamar sebelah Jayden, ternyata gak tahu kalian."
Ketiganya tertawa setelah kembali bersama. Mereka mulai mengobrol, kamar ketiganya berada di paling ujung dari pintu keluar yang hanya ada satu, jendela yang ada di kamar mereka semua pun hanya muat untuk tangan dan sinar matahari yang masuk ke dalam kamar.
"Aku lapar kak, pengen makan hamburger." Ucap Noa dengan tangan yang memegangi perut.
Cedric memiringkan kepalanya, melihat kearah pintu. "Aku tidak melihat ada tanda-tanda orang masuk dan membawa makanan."
"Tapi semua kamar terkunci." Lanjut Cedric melihat bagaimana setiap kamar terkejut, dengan orang di dalamnya seperti dirinya, Jayden dan Noa.
Suasana tiba-tiba hening. Suara langkah kaki terdengar mendekat kearah pintu, Noa yang biasanya gak bisa diam pun langsung diam tanpa bersuara. Entah mengapa firasatnya benar-benar tidak enak, seperti sesuatu yang buruk akan terjadi. Namun itu hanyalah sebuah firasat saja, belum tentu benar.
Klek!
Suara kunci pintu datang. Seorang pria berpakaian serba hitam menatap seisi ruangan kamar tersebut, di belakangnya ada beberapa orang tengah membawa kereta dorong yang berisi makanan dan juga pakaian. "Berikan kepada mereka makanan dan juga pakaian!"
Dengan cepat, orang-orang tersebut memberikan jatah makanan dan pakaian untuk setiap remaja. "Thankyou."
"Welcome." Balas orang tersebut pada Cedric.
Cedric sendiri hanya bisa mengangguk kecil. Semua pintu jeruji kini terbuka, dan tidak terkunci kembali. "Setelah sarapan, kalian berganti pakaian dan keluar dari sini."
"Kalian akan pindah kamar setelah latihan." Lanjut sang pria. Kemudian dia menutup kembali pintu utama kamar.
Para remaja tersebut mulai memakan makanan mereka dengan lahap dan tanpa bersuara, selain Noa. Laki-laki tersebut tidak bisa diam berbicara, tapi dia banyak berbicara pelan dan hanya di hadapan Cedric maupun Jayden saja. "Makanlah dulu Noa, ngamuknya di pending dulu."
"Engga bisa. Masa iya kita cuma di suruh makan terus ganti baju, bau badan dong."
Jayden tersenyum simpul. "Mandinya nanti kalau kita sudah dapat kamar baru, walaupun sebenarnya aku pengen kabur dari sini."
"Kaburnya juga di pending. Kita gak bisa langsung kabur begitu saja." Ucap Cedric, membuat kedua temannya menatap dirinya dengan penuh tanda tanya.
"Maksudnya?"
"Coba kalian berdua perhatikan. Tidak jauh dari kita, ada Xavier." Ucap Cedric kepada kedua temannya.
Mulut Jayden terbuka sedikit, wajahnya menunjukkan ekspresi kaget. Noa sendiri mencari-cari sosok Xavier, hingga tatapan matanya bertemu dengan orang yang dimaksud. Senyum miring di tunjukkan Xavier kepada Noa. Dengan cepat Noa mengalihkan pandangannya kembali, sebelum sesuatu terjadi.
"Ya. Aku tidak sengaja bertatapan dengannya, hanya tiga detik." Noa menatap Cedric.
Jayden mengelus dada lega. "Untungnya hanya tiga detik. Kalau tidak tamatlah riwayat kita."
"So, what's our plan now?"
Cedric mulai berpikir, tangannya menopang dagu. Jayden melirik kearah Noa, begitupun sebaliknya. Mereka benar-benar harus menyiapkan rencana dengan matang, tanpa tahu bahwa Haron dan Louis mengawasi mereka sejak tadi.
Haron menatap Louis yang ada di sampingnya. "Sepertinya mereka bertiga bisa di andalkan, kau maukan?"
"Entahlah, sebelum dia datang ke sini kita sudah harus siap."
Haron mengangguk paham. Louis sendiri masih menatap layar yang menunjukkan Cedric, Jayden dan Noa yang tengah berdiskusi satu sama lain. Padahal remaja yang lain sudah berganti pakaian dan akan keluar dari kamar penjara tersebut.
"Kita lihat bagaimana kedepannya. Jika ketiganya cocok, kita akan merekrut mereka. Dan menggagalkan rencana atasan."
Haron mengangguk kembali setelah mendengar pendapat Louis. Untuk sementara, mereka berdua hanya bisa mengawasi dari ruangan tersebut hingga kondisi benar-benar memungkinkan.
"So, what exactly are they both planning?"
MEMPERKENALKAN
𝐑𝐄𝐀𝐃𝐘 𝐅𝐎𝐑 𝐀𝐃𝐕𝐄𝐍𝐓𝐔𝐑𝐄
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro