Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hell(n)o - Prolog

Bangun pagi selalu menjadi masalah bagi Ganis. Karena itu, ia bersyukur memiliki jam kerja yang fleksibel sehingga tidak perlu berkecimpung dalam hiruk pikuk kota di pagi hari. Terlalu sibuk untuk mengejar waktu agar tidak terlambat ke kantor lantaran macet di jalan. Bukan hal baru jika berbeda waktu berangkat beberapa menit saja bisa menghasilkan waktu tiba yang sangat jauh di kota ini. Terlalu riuh dan Ganis merupakan pecinta ketenangan kelas wahid sehingga alergi dengan kata terburu-buru.

Namun, pagi ini berbeda. Ada bunyi nyaring yang mengusik gendang telinganya serta tubuhnya yang tidak bergenti digoyangkan. Seluruh mimpi indahnya buyar, digantikan dengan kenyataan yang kini memeluknya erat. "Ganis! Bangun!" Teriak seorang wanita. Suaranya amat sangat ia kenal. "Ganis!" Teriaknya lagi dengan kesal. Rasa-rasanya ia pernah mendengar suara itu, tapi dulu.

Selimut yang menutupi tubuhnya dari embusan pendingin ruangan disibak hingga kini ia meringkuk seperti bola untuk menghangatkan tubuhnya sendiri. "Ganis! Mami bilang bangun!" Teriak wanita itu lagi dan kali ini mata Gannis terbuka dengan lebar. Kepalanya dengan cepat menoleh ke asal suara untuk memastikan apa yang didengarnya tidak salah, hanya untuk menangkap sosok itu yang kini berdiri dengan kedua tangan di pingangnya dan wajah garang siap untuk menyemprotnya dengan berbagai siraman rohani sebelum mengguyurnya dengan seember air dingin yang sudah disiapkannya di dekat kakinya.

Ganis menatap wajah itu lama-lama. Mata berwarna cokelat madu yang dibingkai bulu mata tebal serta alis yang selalu membuatnya iri karena ia tidak menuruninya. Kulit putih tetapi dnegan kerutan samar yang tercetak dengan jelas di sekitar mata dan garis senyum di dekat bibirnya. Rambut ikal yang dicepol tinggi-tinggi, katanya dulu agar tidak menganggu saat memasak atau membersihkan rumah.

"Mami?" Panggilnya dengan ragu-ragu. Takut kalau ini mimpi dan saat tersadar ia malah menangis karena tidak mendapati maminya itu di kamarnya. Takut kerinduan yang selama ini dipendamnya tidak dapat menemukan jalan pulang karena rumahnya tidak lagi di sana.

"Apa sih manggil-manggil kayak gitu? Mimpi buruk ya kamu?" Tanya maminya balik dengan raut aneh. Khas maminya yang selalu ketus dan lucunya itu menurun pada Ganis. Dari sekian banyak hal yang bisa diturunkan padanya, misal kecantikannya atau skill memasak, Ganis malah menurunkan sikap ketus maminya dengan sempurna.

"Jangan aneh-aneh. Siap-siap buat ke sekolah. Chop-chop, jangan tidur lagi." maminya berucap dengan menepukkan tangannya cepat-cepat. Lalu Ganis mengganggukkan kepala, namun merasa mendengar sesuatu yang aneh. "Eh, apa?"

"Siap-siap sekolah Ganis! Astaga, mimpi apa sih kamu jadi aneh gini?" ujar maminya dengan gemas. Ia berlalu dari kamarnya dna kali ini Ganis menyadari hal aneh lainnya.

Bukannya melihat kamar dengan jendela besar yang seharunya berada di seberangnya dan memperlihatkan kota di pagi hari, Ganis justru melihat meja belajar dengan berbagai macam buku saling menumpuk. Empat tembok yang mengelilinginya seharusnya berwarna putih, namun ia justru melihat warna salem di sana. Matanya menelusuri satu persatu hal aneh yang tersaji di hadapannya. Lemari baju berwarna cokelat tua yang terlihat sangat kuno dengan ukiran-ukiran di sekitarnya. Atau lantai dingin yang terbuat dari teraso, alih-alih lantai kayu.

Matanya yang berkeliling kini menangkap sesuatu yang membuatnya tercekat. Seragam yang sudah lama tidak digunakannya lagi tergantung di gagang pintu. Ia baru akan melangkah ke sana, tapi kakinya berhenti saat ekor matanya menangkap bayangan aneh di cermin. Kali ini jantungnya memompa dengan cepat karena saat menoleh ia menemukan wajah yang sangat dikenalnya. Kulit glowing yang dimilikinya gini berganti dengan kulit yang berjerawat. Rambutnya tidak lagi lurus karena perawatan, melainkan ikal seperti milik ibunya. Bagian paling berbeda dari tubuhnya adalah dadanya yang seperti menyusut.

Kedua tangannya menangkup dadanya. "Kok kecil?!" teriaknya histeris. Lalu beralih ke wajah kemudian rambutnya, "Kok? Kok gini?!"

Hello kembali lagi denganku di cerita baru wkwkw

Ini, aku bawain cerita anak SMA tapi karena aku gak tau anak SMA zaman sekarang, jadi aku bawain yang zamanku dulu yaw. Reminiscing, shall we? 😄

Bisa baca cerita yang sudah tamat dan partnya lengkap bisa baca di sini yaa

24/4/21

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro