delapan
"Kalau semester ini nilai kalian naik, kita liburan ke Pulau Dewata selama seminggu."
Siapa yang tidak akan jingkrak sampai kayang kalau Minhyun sudah bersabda demikian? Liburan gratis di villa milik sepupu dan berkeliling satu pulau. Kalau itu bisa membuat Hyunjin menikmati bule berkulit putih di sana, ia rela belajar sampai berdarah-darah kalau diperlukan. Bahkan memamerkan pesonanya yang tiada duanya ke orang-orang.
Tidak aneh bagi Yeji dan Yunseong melihat manusia berbibir terlalu seksi (re : dower) ini bisa melakukan hal aneh kalau sesuatu bisa membuatnya girang. Kalau kayang sih sudah biasa... tetapi kalau kayangnya di atas meja itu baru hal baru. Bahkan terlalu baru untuk dilihat.
"Turun goblok! Lo malu-maluin diri sendiri," kata Yeji sambil menggeplak pantat adiknya itu.
Bismillah, semoga Minhyun gak kena shock lagi sama kelakuan salah satu anaknya ini. Tetapi, kalau kelakuannya semakin absurd, dia jadi pengin pecat Hyunjin dari darftar KK atau gak operasi otak anaknya bisa bener dikit.
"Renjun juga gak, Om?" Tangan anak itu diangkat, bertanya dengan wajah memelas. Dia kan juga ingin ikut liburan ke Bali. Atuhlah kemarin ke Bali dia pernah— gak sih, sering hampir ditinggal sama rombongan busnya gegara udah izin ke toilet sama guru, eh— gurunya lupa. Tetep aja yang dimarahin Renjun sendiri.
"Boleh dong. Nanti kamu om beliin baju Joger buat orang tua sama sepupu kamu. Berangkatnya deket hari natal ya, tapi inget, nilai kamu juga harus naik kayak syarat om ke anak sendiri. Tidak boleh membeda-bedakan termasuk ke kamu," jelas Minhyun yang terlihat serius.
Tidak masalah bagi Renjun, toh dia juga pintar di sekolahnya. Itu hal kecil yang bisa Renjun usahakan, karena ia pun ingin masuk ke Universitas melalui SNMPTN alias jalur rapot.
Yunseong masih terdiam sambil menikmati makanannya. Cukup mendengarkan apa yang dikatakan oleh sang papa, kalaupun nanti nilainya tidak naik pun tidak apa kalau ditinggal di rumah. Liburan tidak harus ke Bali, nanti Yunseong bisa berlibur ke Pantai Pangandaran.
Geplakan keras mendarat di bahunya, membuat cowok tersebut tersentak dan hampir tersedak. Lagi asik bengong malah dikagetkan dengan Yeji yang sedari tadi memperhatikannya. Untung saja makanannya tidak jatuh dan berceceran ke lantai, kalau tidak ia akan kembali membersihkan rumah yang baru saja ia bereskan hari ini.
"Lo kenapa diem?" tanya Yeji.
"Ya terus? Gue harus bereaksi gimana?" Yunseong kembali melanjutkan makan. "Toh, gue gak tau nilai gue bisa naik apa engga. Lo tau sendiri kan guru di sekolah kita, terutama kelas 12 apalagi yang IPA kalau kasih nilai tuh pelit, anjir."
"Lah, bener juga." Cewek itu jadi kepikiran. "Tapi Seong, kita bisa belajar giat biar bisa ke Bali lagi. Mumpung Papa yang traktir."
"Kita lihat ajalah nanti, gue gak terlalu mau mempasrahkan juga sama nilai. Sebisa guenya aja, gak mau membebani diri sendiri buat belajar. Yang penting tuh gak ada nilai C di rapot," kata Yunseong.
Pembawaan Yunseong memang setenang itu. Harap maklum karena dia si bungsu yang pendiam dan selalu sedatar triplek. Tetapi paling pengertian di antara yang kembaran lainnya, tidak heran juga dulu mendiang sang Mama sayang sekali kepadanya sebelum menghembuskan napas terakhir.
Bah, jangan jadi konten bawang. Kasihan Papa Minhyun, dia belum move on makanya belum mau nikah lagi karena cinta banget sama istrinya. Anak-anaknya aja kadang sering dimarahin kalau dia disuruh nikah lagi, tapi ujung-ujungnya kadang gak mau punya ibu baru kalau takut modelannya kayak mak tiri kejam yang membudakkan anak-anak. Sinetron banget emang.
Terlebih lagi Hyunjin, dia masih agak ogah-ogahan punya Mama baru karena nantinya kebebasannya akan semakin dibatasi. Ia sering melihat teman -temannya paling takut dengan sosok Mama.
"Turun, Hyunjin. Atau ATM kamu Papa sita lagi," ancam Minhyun yang sudah pusing sekali dengan tingkah anak keduanya.
Hyunjin turun dari meja lalu memberikan sebuah cengiran konyol. "Hehehe, habis aku kesenengan, Pa. Gini dong biar aku semangat belajar. Nanti Hyunjin bisa usahain nilai Hyunjin naik."
"Tambahan buat kamu, kamu harus bisa naik ke peringkat tengah-tengah. Gak boleh lagi peringkat lima besar dari bawah, Papa pengin kamu beneran bisa naik peringkat pakai usaha kamu tanpa nyontek sedikitpun atau sekali pun," jelas Minhyun.
Mata Hyunjin membelalak. Hatinya mendumal kesal lantaran sang Papa ternyata tidak adil padanya. Kenapa harus dia saja? Kenapa tidak kepada kedua kembarannya yang lain itu?
"Aih... Papa—"
"Apa? Mau protes?"
Muka Minhyun jadi galak, Hyunjin gak jadi protes. "Eng- Enggak jadi, Pa. Hyunjin ikut syarat Papa."
"Bagus." Minhyun tersenyum. "Ya udah, Papa mau ngurusin pekerjaan kantor dulu ya. Kalian manfaatin weekend buatbelajar atau hal-hal bermanfaat. Kalau mau makan siang, pesen online. Papa udah kirimin saldo OVO sama Gopay ke kalian."
Lelaki itu masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat. Iya, benar saja yang dia katakan. Saldo di akun semua anak tanpa terkecuali sudah berubah menjadi Rp 500.000, bahkan ada bonus Rp 5000 untuk Renjun. Itu hanya tidak sengaja.
"Gak heran Om Minhyun kaya raya, kerja di OJK tuh sesuatu yang diibaratkan bisa kumpulin duit buat beli mobil sama motor gajinya," celetuk Renjun.
"Almarhumah Mama juga dulu itu kerja di penerbangan bagian Pramugari, dia juga punya sebuah bisnis di bidang makanan. Makanya Mama sama Papa tuh bisa sampai sekarang juga gak sekejap kayak sulap. Apalagi Mama dari keluarga kurang berada dan anak tunggal yang udah yatim piatu sejak lulus SMA."
Cerita dari Yeji membuat ketiga cowok yang mendengarkannya menjadi sedih. Memang kisah cinta kedua orang tuanya itu sungguh indah bila dijabarkan secara rinci, namun akan menjadi kepahitan karena mengorek masa lalu.
"Anjir, kok gue mau nangis dengernya." Renjun jadi kebawa perasaan.
Yeji cuman hela napas. "Gue kan dah bilang, Jun. Kisahnya gak seindah yang lo pikirin."
"Betul juga, ya semoga gue sama Ryu bisa bikin sebuah kisah indah. Duh anjir, gue terlalu jauh mikirnya padahal lulus SMA aja belum. Tapi.. tapi.. ya gitu dah." Kenapa Renjun jadi pusing.
"Hahaha, udah ah. Lo semua mending belajar sana buat ujian nanti. Gue mau ke luar dulu," kata Yeji.
"Mau kemana lo?" tanya Hyunjin kepo.
"Ada deh, lo gak perlu tau. Ini urusan super rahasia dan awas aja lo ikutin gue kek waktu itu! Gue bakal potong punya lo," ancam Yeji seketika membuat Hyunjin menutupi bagiannya dan merinding.
Beneran kepo sih, Hyunjin agak bodo amat sama ancamannya Yeji ke dia. Setelah Yeji memesan kendaraan online, Hyunjin mengikutinya menggunakan motor yang keadaannya aman. Gak lagi dijaili sama Yunseong kek kejadian bensin kosong waktu itu. Masih dendam anjir.
Tidak berapa lama mengikuti, Hyunjin mengetahui kalau Yeji pergi ke sebuah mall dan tengah menunggu seseorang di KFC dalam mall.
Ketika orang yang Yeji tunggu muncul, mata Hyunjin melotot kaget karena tau Hangyul-lah yang sedang menemui kembarannya. Agak aneh dan bingung. Hyunjin tahu betul sejak putus, Yeji jadi sungkan membahas apalagi bertatap muka dengan mantannya itu. Lah, terus, ini kenapa tiba-tiba berasa jadi ada acara reuni gitu sih?
"Gue nyamar dulu deh," gumam Hyunjin.
Dia pergi ke toilet dulu dan memasang kumis palsu yang dia bawa dari rumah. Untung aja ada paning dadakan gini, dia jadi bisa awasi Yeji. Tapi lucu banget mukanya jadi kayak bapak-bapak yang kumisnya super tebal itu.
Duduk di belakang Yeji pasti tidak akan ketahuan, sebelum pergi dia memakai baju berbeda dan baju yang dipakainya sekarang adalah yang baru saja ia beli kemarin lusa.
"Apa yang mau dijelasin, Gyul? Perkara kita putus itu beneran gegara lo, gue udah males ungkit-ungkit gimana kita putus dulu," ucap Yeji dengan malas.
"Makanya gue mau jelasin!" sanggah Hangyul. "Sebelumnya tuh lo salah paham, Ji. Gue udah bilang dari awal kalau gak ada hubungan antara Jona sama gue dari dulu. Kita cuman sahabat dari SMP."
"Kalau dia sahabat, terus kalian seenaknya selingkuh di belakang gue dan ciuman mesra di taman belakang sekolah ya, gitu? Enak banget ya, lucu, rasanya gue pengin ketawain diri sendiri kalau lihat kalian berdua waktu itu ciuman mesra di sana," Yeji tertawa miris, dia merasa dikhianati.
Hangyul bingung. "Ciuman?" Ia merasa sesuatu kembali salah dan menyebabkan Yeji marah. "Sejak kapan gue sama Jona ciuman? Jangan bercanda, Ji."
"Ngapain gue bercanda, gue lihat dengan mata kepala gue sendiri lo dan dia ciuman di pohon," tandas Yeji.
Anjir di pohon, kayak setan aja gelondotan di sana. Hyunjin membatin dan masih menyimak percakapan mereka setelah menerima minuman pesanannya. Tampaknya pembicaraan masih serius.
Sedangkan Hangyul masih berpikir. Ciuman? Ciuman apa? Ia bahkan tidak pernah berciuman dengan perempuan manapun meski sudah berpacaran tiga kali termasuk dengan Yeji. Dia ini cuman jago olahraga tapi bukan memikat terlalu jauh hati perempuan dengan rayuan gombal atau ciuman.
Namun, setelah beberapa saat ia berpikir ada potongan memori yang diingatnya.
"Ahh, ciuman itu ...," Hangyul tidak berani menatap Yeji setelah ingat ciumannya dengan Jona. "Maaf, Ji. Itu karena Jona yang memaksa dan dia yang duluan melakukannya. Gue gak berdaya, tapi habis itu gue menjauh karena sungkan dengan sikap dia yang semakin hari semakin aneh."
"Hari itu, dia bilang dia lagi sakit keras tapi semuanya ternyata cuman bohongan doang. Dia maksa gue buat lakuin kiss di belakang sekolah yang sebenarnya udah gue tolak mentah-mentah. Tapi dia tarik leher belakang gue dan akhirnya kita ciuman. Maaf, gue beneran gak bermaksud hianati kepercayaan yang dibangun ke lo, ini gue ngomong sejujur-jujurnya tanpa ada bumbu rekayasa," jelas Hangyul berharap Yeji mengerti penjelasannya.
Cowok itu sangat mencintai Yeji dan berharap mereka berdua bisa balikan. Entah Yeji akan percaya atau menganggapnya hanya bualan semata, yang jelas Hangyul tidak menambahkan apapun dalam perkataannya kali ini. Setelah dia juga salah paham mengenai Yunseong yang ternyata kembaran Yeji.
Yeji masih bergeming, bingung apakah ia harus mempercayai cowok ini atau sebaliknya. Saat mulutnya dibuka dan hendak mengucapkan balasan, sesuatu terjadi padanya.
"Gue— ughh!"
"Ji!"
Hangyul panik bukan main, begitupun dengan orang-orang di sekitarnya saat Yeji perlahan lemas dan tak lama kemudian pingsan.
Melihat kembarannya pingsan dan tidak terlihat baik-baik saja, Hyunjin melepaskan samarannya dan mendekati Yeji lalu membawanya segera ke rumah sakit yang ada di dekat mall tersebut. Firasatnya mengatakan sesuatu terjadi pada Yeji hingga membuat tubuh gadis itu mengalami drop.
"Ji, bertahan. Please, lo harus baik-baik aja ya? Apa kata Papa nanti kalau tau lo kek gini."
T B C
Ya ampun, kangen book ini. Akhirnya update juga ㅠㅠㅠ maaf kalau updatenya lama, habis merampungkan book lain dulu huwaaa. Semoga masih ada yang baca ini.
Niatnya chapter ini awalnya buat date antara Yunseong sama Aira, tapi setelah dipikir mau ganti ajalah jadi Yeji-Hangyul. Yeah, tau sih gak ada yang ship mereka tapi aku kepikiran baddasnya Yeji sama Kerennya Hangyul tuh cocok.
But, this is my opinion about this shipper.
Gak tau update lagi kapan, semoga secepatnya ya. Aku harus selesaikan book lain juga 😭😭 semoga kalian gak bosen sama keluarga ini 🥺
Thank you for all ❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro